Recognisance

9 2 6
                                    

Tak peduli itu baik atau buruk, sebuah dosa atau tindakan mulia. Sekarang, kemarin, besok, kapan pun. Dengan alasan atau tanpa dasar, kau harus mengakuinya suka tidak suka.
- Louisa

.
.
.

Detektif Jason menjatuhkan diri pada sisa-sisa pilar rumah di tengah jalan. Di tangan kiri pemantik dari gas antik miliknya, menciptakan api. Membakar ujung tembakau tanpa filter. Bulir-bulir di wajah mulai terasa, jari kaki berbalut boots hitam patah terkena injakan babon besar yang tengkurap tak sadar diri. Ia tersenyum bangga, berhasil bertahan melawan makhluk barbar itu sendirian. Boneka-boneka yang membantu sebelumnya, tiba-tiba kehilangan daya tak lama setelah boneka serupa Louisa pergi buru-buru. Benang-benang pengendalinya putus di tengah.

Berbekal pakaian yang selalu ditambahkan bubuk perak oleh neneknya---seperti pada kaus tangan, di antara lapisan kain dalam dan luar, terselip bubuk perak. Nenek selalu berkata bahwa itu adalah keharusan untuk melindungi dari hal-hal aneh, semacam jimat? Bukan, ibarat orang yang membawa-bawa pisau lipat sebagai senjata pelindung diri---membuat Detektif Jason mampu menyeimbangkan kekuatan. Pukulan itu berhasil memberikan sakit pada tubuh berlapis otot tebal. Betul-betul gila! Pria itu mesti mengambil cuti beberapa bulan. Rasanya ia bisa saja berteriak sembari menari-nari aneh dengan kepala pening.

Hanya saja, sosok berkepala ular berhasil kabur begitu sekutu ambruk serentak. Melewati saluran air sempit, gelap, dan bau di bawah jalan. Meninggalkan temannya untuk diurus Detektif Jason. Untuk sekarang ia sedikit bernapas lega, melempar puntung rokok dan menyalakan batangan perusak paru-paru yang lain.

Dari kejauhan terdengar mesin menderu, kepulan debu menghalang pandangan pengendara. Keadaan mobil-mobil bantuan yang datang, tak begitu berbeda. Orang-orang berseragam kusut dan bercak noda dengan beberapa orang terluka, dilihat sekali lagi Detektif menyadari dua pleton campuran antara tentara dan polisi, berkurang seperempatnya.

Seorang yang dikenal Detektif sebagai bawahan di kepolisian, menghampiri. Lengan kirinya harus dibantu kain yang diikatkan ke leher. Sebelah matanya juga lebam dan lecet-lecet di dekat dagu. "Kami sampai," ucapnya mengedarkan pandangan seraya menarik sudut bibirnya heran.

"Terlambat." Detektif Jason menyentil rokok, melambaikan tangan kepada orang paling dekat untuk membantunya berdiri, ngilu di jari-jari kaki memberikan sengatan macam disetrum. "Kenapa sangat lama? Aku hampir mati melawan kingkong, kalian tahu."

"Ya, mungkin sepertimu. Kami harus bergulat dengan beberapa hewan dan tanaman berevolusi jadi monster."

Mengusap rambut pendek hampir gundul dengan lelah, topinya hilang terbawa angin. Detektif Jason meminta sosok yang sebesar badak itu agar dibawa bersama mereka. Belum mati, tetapi setidaknya untuk beberapa waktu ia tidak akan melawan. Entah akan jadi bagaimana, Detektif Jason tak ingin tiba-tiba dunia berubah serupa film Jurassic Park.

.
.
.

Suasana terasa begitu lembab, basah, dan sendu. Peter setelah sadar dari tidurnya, menghabiskan waktu menggenggam tangan pucat Nina yang terlelap. Napasnya sedikit lebih lambat dari orang biasa, tentu saja terpengaruh luka dan kelelahan. Dirinya sempat terkena serangan jantung ringan melihat Mike pulang menggendong Nina bersama Louisa yang penuh sayatan. Gadis itu tidak bicara, tidak mau diobati, menolak segala macam tawaran, dan memilih mengurung diri di dalam lemari di ruang tengah yang ternyata tempat tinggal Mike. Mengisolasi diri dari orang-orang yang khawatir. Peter bahkan tak didengarnya, ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan Louisa kepada Mike.

Louisa (SUDAH TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora