"To-tolongin saya, Pak. Saya digodain."

"Digodain sama siapa, Krist?"

"Saya digodain sama itu." Krist menunjuk ke arah Prachaya sambil tetap menatap dosen di depannya.

Gulf Kanawut Traipipattanapong, dosen mata kuliah Pengantar Hukum, melotot saat melihat sosok yang ditunjuk Krist.

"Bapak sebagai dosen genit banget ya godain mahasiswa sendiri sampai dia ketakutan," omel Gulf.

Krist diam-diam menarik senyum senang. Namun, dia buru-buru menoleh waktu mendengar suara lain.

"Saya? Godain Krist?" Suara itu berasal dari mulut Mew Suppasit Jongcheveevat, sahabat Prachaya sekaligus dosen yang mengajar di fakultas Hukum.

Krist yang sudah senang langsung terkejut saat menyadari jari telunjuknya menunjuk Mew, bukan Prachaya yang berada di sebelahnya. Ya, Tuhan! Masalah baru lagi!

"Krist menunjuk Pak Mew berarti kan Bapak godain dia. Bapak nggak malu sama status Bapak sebagai dosen?" omel Gulf.

"Sebentar, Pak Gulf sepertinya..."

"Saya akan laporin Pak Mew sama dekan. Sikap Bapak nggak mencerminkan seorang dosen," potong Gulf. Wajahnya menunjukkan wajah muak seolah melihat sesuatu yang menjijikan.

"Pak Gulf, maaf. Maksud saya..." Gulf memotong kalimat Krist dan menggenggam tangannya yang berada di lengannya.

"Bapak akan bilang ke Pak Dekan soal kelakuan Pak Mew. Kamu juga harus jujur ya."

Lalu, dia melirik Mew. "Keterlaluan banget godain mahasiswa."

Mew jadi kesal. Dia berdecak keras. "Pak Gulf, saya nggak godain Krist. Saya malah korban di sini. Korban dituduh yang nggak-nggak."

"Korban? Bapak kan paham hukum, kenapa malah playing victim? Biar apa? Malu dong sama tiga gelar di belakang nama."

Krist menggigit bibir bawahnya merasakan situasi panas ini. Kemudian, dia melihat ke arah Prachaya yang berdiri tenang tanpa mau mengatakan apa-apa.

"Pak Gulf, tolong sebelum bicara jangan seenaknya ya. Kenapa harus nyerang gelar segala? Saya emang korban dituduh yang nggak-nggak. Saya aja baru datang sama Pak Prachaya. Kapan godain anak orang? Bapak bisa tanya sama Pak Prachaya," balas Mew tak kalah sengit.

"Padahal bukan Pak Mew. Aduh... sial amat sih gue hari ini," gumam Krist pelan. Terlalu pelan, dia malah terdengar seperti sedang komat-kamit.

"Sudah jelas-jelas Krist nunjuk Pak Mew. Kenapa ngelak? Bapak nggak mau disalahin ya? Sudah godain orang terus angkat tangan," omel Gulf, masih belum kelar.

"Pak Gulf, maaf. Sebenarnya maksud saya itu..." Prachaya memotong kalimat Krist yang belum selesai lebih dulu.

"Yang benar Krist godain saya, Pak Gulf."

Kalimat itu sukses membuat ketiga orang melihat ke arah Prachaya secara bersamaan. Mereka terkejut, terutama Krist yang tidak pernah menyangka ucapan semacam itu keluar dari mulut Prachaya.

"Krist? Itu benar?" tanya Gulf.

"Itu..."

Krist tidak melanjutkan. Dia cuma bisa nyengir karena mendadak blank. Habislah dia sekarang!.

.

.

Di lapangan-masih di tempat yang sama, Krist duduk berhadapan dengan Mew dan Prachaya. Sedangkan Gulf duduk di sampingnya. Dia mengikuti permintaan Gulf demi meluruskan kesalahpahaman ini. Selama sepuluh menit, Krist diam tak mengatakan apa-apa. Di depannya ada Mew yang sudah tidak sabar menunggu klarifikasi, sementara Prachaya tampak tenang seolah tidak berbuat dosa.

Wrong Target [On Going]Where stories live. Discover now