Prolog

557 77 19
                                    

Di sebuah tempat pengadilan agama daerah Jakarta Selatan. Beberapa tamu hadirin telah memenuhi bangku yang telah disiapkan.

Di depan terdapat jajaran meja serra bangku untuk nantinya ditempati oleh Hakim, Jaksa serta pihak berwenang lainnya. Di bagian tengah, hanya ada dua bangku tersedia, namun jarak seakan memisahkan.

Di belakang, sebuah pagar terbuat dari kayu berwarna coklat menjadi tanda untuk pengunjung tidak masuk selama acara persidangan di mulai.

Satu persatu terdakwa memasuki ruangan, di susul para hakim dan lainnya. Dulunya mereka adalah sepasang suami istri yang sangat terkenal akan keharmonisan keluarga.

Namun, itu hanyalah sebuah topeng di balik kejadian sesungguhnya. Selama hampir lima tahun terjadi perdebatan yang awalnya kecil lalu berubah menjadi besar.

Kedua Adik Kakak bersaudara hanya bisa melihat dari balik pintu yang sengaja terbuka sedikit. Kami saling berpegangan melihat pertengkaran di depan mata.

Saat itu usia sang Kakak 12 tahun, dan sang Adik 11 tahun. Mereka masih duduk di bangku sekolah dasar.

Kembali ke kehidupan sekarang, acara sidang 'perceraian' telah di mulai. Para terdakwa, saksi dan pengacara saling mengutarakan pendapat.

Hingga...

Sebuah suara ketukan palu sebanyak tiga kali terdengar. Hakim telah memutuskan bahwa mereka resmi bercerai. Dan masing-masing memiliki pihak asuh anak secara adil.

Namun, bagiku itu tidak adil. Aku dan Kakak harus berpisah jarak dalam jangka waktu yang tak ditentunkan.

"Papa, Aji mau ikut sama Papa!"

"Mama, Ovel nggak mau pisah sama Aji!"

Suasana menjadi ramai oleh tangisan kesedihan dari kedua belah pihak. Dan mereka pun akhirnya berpisah sampai sekarang.
.
.
.
.
.

[14/11/2021]

Broken Family (can't be together)Where stories live. Discover now