Galang menuruti Raya. Ia melangkah gontai menuju meja makan dan memakan masakan Raya.

"Habis ini bapak istirahat saja. Biar saya yang mengikuti acara pameran itu sebagai perwakilan dari bapak." Usul Raya. Lagi lagi Galang mengangguk dan menyetujui usulan Raya.

Setelah selesai makan. Galang keluar dari kamar Raya dan beberapa menit kemudian ia kembali lagi kekamar Raya membawa laptop dan beberapa berkas ditangannya.

Tak ada suara apapun dari Galang. Namun Raya mengerti maksud dari sikap Galang. Ia memaklumi saja karna memang kondisi bosnya sedang tidak begitu baik. Mengingat perjanjian itu sudah berjalan hampir setengah jalan.

Sebenarnya Raya risih harus berdua saja dengan Galang di kamar ini. Namun ia juga tidak enak kalau mengusir Galang. Akhirnya ia memilih fokus untuk mengerjakan tugasnya yang tertunda. Ia sudah membawa beberapa berkas laporan mingguannya. Sebelumnya ia meminta pada Ratih untuk mengirimkan filenya pagi pagi sekali.

Jam 18.05 wib

Raya baru saja menyelesaikan tugasnya. Ia berniat untuk melaksanakan ibadah sholat maghrib. Sebelumnya ia mengajak Galang untuk sholat berjamaah. Namun Galang menolaknya dan menyuruhnya lebih dulu untuk sholat.

"Pak. Saya pamit pergi ke acara pameran dulu. Kalau bapak lapar, dikulkas ada beberapa makanan. Dan jus melonnya masih ada juga dikulkas." Berondong Raya pada Galang yang direspon hanya anggukan kepala dari Galang.

Sebenarnya Raya geram sendiri dengan sikap cuek Galang. Namun ia masih bisa menahannya saat ini.

Raya berjalan menyusuri lorong hotel. Tiba tiba bulu kuduknya berdiri dan ia merinding merasakan hawa aneh dalam dirinya. Segera ia mempercepat langkahnya untuk menuju lift.

Ia langsung masuk lift saat pintu lift terbuka. Saat ia hendak maju untuk memencet tombol angka 3. Seseorang menahan pintu lift yang belum tertutup sempurna. Raya kaget melihat orang itu.

"Mas Dafi...?? Ngagetin aja..." ucap Raya saat Dafi sudah berdiri disampingnya.

" ucap Raya saat Dafi sudah berdiri disampingnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu mau kemana Ray..??" Tanya Dafi.

"Mau keacara Pameran mas. Mau lihat lihat beberapa foto sama lukisan buat bahan majalah bulan depan." Jawab Raya jujur.

"Kalau begitu kita kesana bersama saja. Saya juga mau kesana bertemu sama senimannya langsung." Ucap Dafi.

"Memangnya mas kenal sama dia..??" Tanya Raya antusias. Ia tidak tahu pasti siapa nama seniman yang mengadakan pameran hasil karyanya. Namun menurut cerita teman teman kantor, dia adalah seniman yang paling sukses. Selain seorang seniman, dia juga seorang designer yang terkenal dengan karya karyanya terutama untuk gaun pengantin. Dia mendesainnya sendiri untuk istrinya saat pernikahannya.

"Kenal. Dia adalah teman saya." Jawab Dafi sambil tersenyum kearah Raya.

"Wah... boleh dong mas aku dikenalin sama dia..." pinta Raya memohon pada Dafi.

"Boleh."

Lift berhenti dan pintunya terbuka. Raya dan Dafi berjalan beriringan menuju tempat acara.

Raya mencari kartu undangan miliknya untuk masuk ke tempat acara. Ia membuka tasnya berkali kali, "kayanya udah gue taruh di tas tadi... tapi kok nggak ada sih..??" Gumam Raya sambil terus mencari.

"Kamu kenapa Ray..??" Tanya Dafi yang heran melihat Raya berhenti dan sibuk mengobrak abrik tasnya.

"Kartunya. Gue kayanya lupa bawa dech. Gue nggak bisa masuk nich..." jawab Raya lesu.

"Ikut saya saja. Ayok.." ajak Dafi, ia mengulurkan tangannya untuk mengajak Raya.

"Nggak apa apa nich...??" Tanya Raya memastikan.

"Nggak apa apa.." jawab Dafi

"Nanti kalau pacar lo atau tunangan atau istri lo tau gimana mas..??" Tanya Raya lagi.

"Saya masih single. Jadi jelas aman lah.. ayok.."

"Ok" Raya tersenyum dan menyambut uluran tangan Dafi. Raya mengamit lengan Dafi layaknya sepasang kekasih pada umumnya. Tak ada rasa canggung dalam diri Raya. Ia merasa nyaman saat bersama Dafi. Bahkan walaupun mereka berdekatan sekalipun, Raya tidak merasa risih.

Mereka masuk keacara dan melihat lihat yang disajikan disana. Beberapa foto, lukisan dan beberapa gaun pengantin yang dulu pernah dipakai oleh istri dari seniman si tuan pemilik acara.

"Karya GAGAH PERMADI" tertulis jelas di pintu masuk menuju deretan model gaun pengantin yang cantik cantik itu. Ruangan itu khusus untuk gaun gaun pengantin yang dihasilkan oleh Gagah sendiri. Sedangkan pameran yang lain menyangkut lukisan, foto atau karya karya yang lainnya masih bercampur dengan karya milik seniman lain.

"Saya dengar gaun pengantin itu akan dilelang." Ucap salah seorang pengunjung yang masih bisa didengar oleh Raya dan Dafi.

"Kok bisa...??" Tanya pengunjung lain.

"Karna banyaknya permintaan yang menginginkan gaun pengantin itu. Maka dari itu istri tuan Gagah mengizinkan untuk melelangnya. Tapi tidak semua. Hanya 1 gaun saja yang akan dilelang, mengingat banyaknya jumlah permintaan" jelas pengunjung yang pertama tadi.

"Memangnya gaun mana yang akan di lelang...??" Tanya pengunjung lainnya lagi.

"Entahlah. Masih disembunyikan oleh tuan Gagah." Ucap pengunjung pertama tadi.

Raya dan Dafi seketika mereka saling pandang setelah tidak sengaja mendengar obrolan gerombolan pengunjung didepannya.

"Memangnya seperti apa sih gaun itu..?? Apa lebih indah dari gaun yang dipamerkan sekarang...??" Tanya Raya pada Dafi.

"Bagi saya sih biasa. Namun saya berani membayar mahal untuk gaun itu." Ucap Dafi percaya diri.

"Katanya biasa. Tapi kok berani bayar mahal..??" Tanya Raya bingung.

"Untuk itulah tujuan saya kesini. Memenangkan lelang gaun itu dan menjualnya kembali dengan harga yang lebih tinggi." Ucap Dafi.

Mendengar kalimat Dafi. Raya mengernyitkan dahinya. Ia melihat wajah serius dalam diri Dafi. "Seistimewa apakah gaun itu...??" Tanyanya dalam hati sambil masih memandang kearah Dafi.

??" Tanyanya dalam hati sambil masih memandang kearah Dafi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pria Misterius (Tamat)Where stories live. Discover now