Bagian XLI

861 142 5
                                    

Brant benar-benar melakukan apa yang dikatakannya pada Teressa untuk tidak menemui Aaron dan dirinya, dan sejujurnya, hal itu membuat Teressa merasa sedikit khawatir. Ya, ia tahu, pria itu sengaja melakukan ini agar Teressa merasa bersalah dan mengubah keputusannya untuk mengakhiri hubungan mereka.

Selamat pada pria itu karena berhasil membuat Teressa merasa khawatir dan bersalah dengan perkataannya beberapa waktu lalu. Brant begitu mengenal dirinya, dan ia dengan begitu percaya dirinya mengatakan jika Brant tidak mengetahui apapun tentang dirinya. Namun, mengenai merubah keputusannya... Teressa rasa, keputusan yang diambilnya ini sejak awal sudah sulit untuknya, tetapi ia tidak bisa menghindarinya karena semua ini demi kebaikan pria itu.

"Mama? Mengapa Papa tidak pernah kemari lagi ya?" Aaron bertanya dengan polosnya, sembari menyusun balok-balok mainannya, sementara Teressa tidak tahu harus menjawab pertanyaan putranya itu seperti apa.

Membayangkan dirinya yang menjelaskan pada Aaron mengenai hubungannya dengan Brant yang sudah berbeda, rasanya begitu menyakitinya. Namun, jika terus menyembunyikan kenyataan ini, sepertinya itu akan lebih menyakitkan lagi.

"Sepertinya Paman sedang sibuk dengan pekerjaannya." Lagi-lagi, Teressa hanya bisa mengatakan hal itu. Sepertinya ia harus mencari waktu yang tepat untuk memberitahu Aaron akan hal apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.

"Paman?" Kebingungan Aaron itu disikapi tenang oleh Teressa.

"Ya, Paman Brant, bukan?"

Aaron tampaknya masih kebingungan dengan itu. Putranya itu bersiap menanyakan sesuatu padanya ketika suara bel apartemen mereka terdengar.

"Yeay! Itu pasti Papa!" Tanpa bisa Teressa cegah, Aaron sudah lebih dulu berlari ke arah pintu dan membukanya.

Teressa hanya dapat memejamkan matanya lelah. Ia merasa tidak siap jika ia harus kembali melihat kebersamaan Brant dan Aaron, apa lagi dalam situasi hubungan mereka yang seperti ini. Sekuat tenaga ia sudah berusaha untuk membuatnya terbiasa dengan keadaan mereka sebelum kedatangan Brant. Tetapi rasanya begitu sulit, dan ia tidak bisa berbohong mengenai itu.

"Pa...pa..."

Namun, panggilan Papa yang terdengar ragu dan terbata dari suara Aaron itu membuat Teressa segera menghampiri putranya. Pandangan matanya menemukan seseorang yang tidak pernah ingin ditemuinya kembali, setelah beberapa waktu ini.

"Papa? Kau menunggu Papa superstarmu itu?"

Ya Tuhan... Bibinya... bibinya datang dengan Joe, kekasihnya.

Aaron memundurkan langkahnya, sebelum kemudian berlari ke arah Teressa dan menyembunyikan dirinya di balik tubuh tinggi Ibunya itu.

Tanpa diminta, Bibinya melangkahkan kakinya lebih dalam ke apartemennya, ia memberikan tatapan merendahkan ketika mengamati seluruh penjuru ruangan itu.

"Dia hanya mampu membelikanmu apartemen seperti ini? Apa ia sebegitu pelitnya padamu?" Bibinya itu tersenyum mengejek pada Teressa.

"Tetapi bukankah ini adalah tempat persembunyian yang aman, sayang?" Tanya Joe sembari memberi lirikan melecehkan pada Teressa.

"Ah, kau benar," balas bibinya singkat.

Bibinya itu kemudian melangkah melewati Teressa dan mendudukkan dirinya di sofa yang ada di sana, diikuti dengan kekasihnya yang mendudukkan diri di sampingnya.

"Kau tidak ingin memberikan minuman apapun untuk bibimu yang sudah lama tidak kau temui ini?" Nada meremehkan masih saja bibinya pertahankan dalam suaranya.

"Ya, mengapa diam saja? Apa kalian tidak merindukan kami?" Tambah Joe menimpali.

"Kau lupa sayang? Keponakan manisku ini kan lebih memilih menjadi bisu, jadi dia hanya bisa diam seperti itu," ujar Bibinya diakhiri dengan tawa mengejek.

Silent Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang