Red Rose

6 2 6
                                    

Manusia cantik yang menawan hati. Seperti ular yang menunggu di balik semak, seperti hantu-hantu yang menanti para remaja masuk ke rumah terlantar. Menyembunyikan taring di balik madu dan sekuntum mawar.
- Louisa

.
.
.

Mike sangat rajin, waktu masih menunjukkan pukul enam dan ia telah bersiap-siap dengan alat tempurnya. Berbekal sekotak biskuit dan segelas susu hangat, toko Mariozette sudah seperti rumah sendiri baginya. Peter yang masuk bersama sepiring roti bakar selai kacang dan kopi tak mempermasalahkan itu.

"Bagaimana?" Peter menggigit pelan ujung agak gosong roti, kemudian meraih boneka berbentuk hewan yang baru selesai dipasangkan aksesoris.

Helaan napas terdengar. Mike menggaruk asal kepala melempar senyuman aneh. "Kita masih kurang enam puluh boneka, termasuk jenis ball jointed doll, tapi Pak ... itu ... uang yang Bapak berikan hanya cukup membeli bahan sebanyak itu, masih kurang untuk pesanan," jelasnya seraya melihat sekitar.

Mendengar aduan karyawannya, Peter hanya mengangguk sembari menyesap minuman pahit ekstra krim dan susu. Aroma harum dan gurih bermain-main di rongga hidung. Menenangkan saraf yang stres sejak lama. "Aku tahu," seloroh Peter, "ada kemungkinan kita tak bisa melanjutkan pesanan. Karyawan yang lain bahkan menghindar dan lebih memilih mengundurkan diri. Aku rasa ini akhirnya."

"Jangan begitu, Pak!" Mike memekik. Kepalan tangan memukul lumayan kencang meja kayu di ruangan kerja. "Masih ada waktu satu bulan lagi. Kita pasti bisa! Peter Mariozette bukan orang yang akan menyerah, bukan? Aku bekerja bersamamu bukan untuk berakhir seperti ini. Setidaknya ...." Ia bergeming. Menatap Peter yang kebetulan melihat ke arahnya.

Tawa kecil lolos. Peter tak menyangka anak muda yang dulu sangat tertutup dan kerap tenggelam dalam pikirannya sendiri, tengah menasehati dengan mimik seperti itu. "Terima kasih." Tak ada kata lain yang pantas selain ucapan rasa syukur, ia ternyata berdiri bersama orang baik.

"Kalau Bapak bersedia, kita bisa memakai uang tabunganku sementara ini. Jika kondisi keuangan toko stabil, Pak Peter bisa membayarnya bersama dengan bonusku," tawar Mike serius. Bagi ia yang mengisi kekosongan dengan cara merangkai, membuat, menyusun satu per satu boneka. Toko Mariozette lebih penting dari uang yang tak seberapa.

"Aku betul-betul berterima kasih, Mike. Kau sangat berjasa untuk toko ini." Peter menepuk sejenak bahu lebar pemuda di sebelah yang hanya memamerkan senyum jenaka, bersama kepala jerapah yang hendak dijahit ke badannya.

Masing-masing melanjutkan kegiatannya. Sekelebat bayangan rambut panjang menyita perhatian kedua orang pria di sana. Peter dan Mike saling pandang serentak, kemudian melihat kembali ke arah di mana hal ganjil terjadi.

"Louisa?" Mike beranjak, meraih sapu di dekat pintu. Pelan-pelan bergerak ke lemari yang tampak terbuka sedikit.

"Masih tidur." Peter ikut bersiaga. Ia tengah mengumpulkan keberanian menghadapi apa pun yang ada di dalam sana. Sejak kejadian Louisa, Peter bertindak lebih hati-hati dan gampang curiga. Siapa tahu orang sinting yang melukai putrinya kembali, atau ada seseorang yang memiliki niat buruk kepada keluarga kecil Peter.

Mike di sisi kanan dan Peter di kiri. Mengambil langkah sewaspada mungkin, tidak ada yang tahu sesuatu mengerikan akan melompat dan melubangi leher mereka. Peter menyentuh pegangan pintu lemari, sementara Mike mengeratkan genggaman pada sapu. Detak jantung keduanya berpacu sama cepatnya dengan napas. Keringat dingin meluncur melewati pelipis diikuti udara yang mendadak gerah.

Louisa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang