Perjodohan

302 21 0
                                    

"Beneran atuh mba. Ayo naik." Ajak Abdul.

Dengan senang hati Raya naik motor Abdul. Ia menunjukkan jalan arah rumahnya pada Abdul. Abdul ini sudah lama bekerja di kantor majalah PERDANA. Dan sifatnya yang baik hati itulah yang membuat Raya tidak ragu untuk menerima tawarannya.

"Wah... makasih banget ya kang udah nganterin gue sampe rumah..." ucap Raya setelah mereka sampai dirumah Raya.

"Iya mba. Sama sama... kalau gitu saya pamit ya mba... Assalamu'alaikum..." pamit Abdul.

"Wa'alaikum salam. Ati ati kang.." jawab Raya sambil melambaikan tangannya.

Kemudian Raya masuk kerumah dengan hati hati berharap tidak bertemu Rita dan berakhir dengan pertanyaan kamu kapan nikahnya...??

"Itu tadi siapa neng...??" Tanya Rita yang sudah berdiri di tangga menuju kamar Raya. Tangannya bersidekap didepan dada.

Raya yang sedang mengendap endap seakan terlihat seperti maling yang ketangkep basah. Ia nyengir kearah Rita "Eh mama... emang siapa ma...??" Tanya Raya sok polos.

"Itu... cowok yang nganterin kamu pulang tadi...? Calon mantu mama yah..??" Tanya Rita kini dengan wajah sumringah.

"Ouh... itu temen eneng ma..." jawab Raya jujur.

"Temen apa demen..??" Goda Rita.

Memang sih, Abdul itu masih jomblo, dia juga nggak jelek jelek amat. Terhitung ganteng malah untuk ukuran OB. Tapi Raya memang tidak pacaran sama Abdul.

"Temen ma... udah ya... eneng mau mandi dulu. Bau acem ini.." akhiri Raya sambil berlari kencang sebelum Rita ngomong panjang kali lebar tentang pernikahan.

Setelah tadi sholat maghrib. Raya keluar kamar berniat untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sedari siang belum terisi apapun. Ia tidak sempat istirahat untuk makan siang karna Galang selalu mengganggunya. Memintanya untuk melakukan ini dan itu. Al hasil, ia terlambat untuk mengerjakan artikelnya sampe harus rela ditinggal oleh Ratih.

"Neng.. makan dulu. Ini mama udah masak ayam kremes kesukaan kamu." Ajak Rita pada Raya yang kini berjalan menuju meja makan.

"Kalau masakin makanan kesukaan. Ujung ujungnya ada sesuatu nich... jadi nggak enak perasaan gue..." gumam Raya lirih.

Raya pun tak ambil pusing. Saat ini yang terpenting adalah Perutnya yang menginginkan makanan dari pada perasaannya yang risau.

"Neng... seminggu lagi itu acara pertunangannya Wulan. Padahal dia baru lulus kuliah loh. masih 22 tahun juga. tapi sudah ada yang melamarnya. lah kamu...??? kamu lebih tua dari dia tapi kenapa sampai sekarang kamu masih betah sendirian begini..?? apa kamu nggak malu..?? atau jangan jangan kamu yang nggak laku..??" berondong Rita.

"Ma... eneng tuh masih muda. Baru aja eneng mulai belajar didunia kerja. Eneng masih mau meniti karir dulu ma.." jawab Raya. Bukan itu sebenarnya alasan terbesar dia. Hanya saja, ia tidak punya pacar atau calon suami yang bisa dikenalkan kepada orang tuanya.

"Mmm... bilang aja kalau kamu itu nggak laku kan..?? Mama tau kamu neng. " kata Rita. Insting seorang ibu memang kuat.

"Emangnya eneng dagangan apa..?? Pake acara nggak laku segala..." elak Raya.

"Papa jodohin kamu ya neng. Sama anak temen papa" kini Rudi mulai ikutan bersuara.

"Pa.. ini tuh jaman modern... mana ada jodoh jodohan sekarang..??" Elak Raya berusaha untuk menolaknya. Padahal ia hanya ingin makan dengan tenang dan lahap. Tapi rasanya sulit sekali kalau setiap acara makan harus membahas tentang pernikahan. Dan ini ditambah perjodohan.

"Papa sudah setuju tadi. Besok kamu ketemu sama dia di Caffe Alamanda. Mudah mudahan cocok ya neng.."

Plentang...!!

Sendok yang tadi ada ditangan Raya kini sudah mendarat dengan mulus diatas piring yang nasi dan ayam kremesnya sudah berantakan kemana mana. Citra kaget saat mendengar ucapan Rudi, tangannya lemas sampai tak sanggup untuk memegang sendok makan itu lebih lama ditangannya.

"Eh... kucing lompat...!! (Rita mengelus dadanya karna kaget) Masya Allah neng... neng.. Ati ati dong neng kalau makan. Kamu ini udah gede tapi makannya masih kaya anak kecil aja..." omel Rita yang kini membantu Raya membersihkan meja makan.

Rudi hanya geleng geleng kepala melihat kelakuan anak semata wayangnya itu.
Raya tak berselera lagi untuk melanjutkan makan malamnya. Ia minum kemudian beranjak untuk naik kekamarnya.

"Eneng udah selese... eneng kekamar dulu." Ucap Raya sambil berjalan menuju kamarnya.

"Besok siang pas jam makan siang. Jangan lupa di Caffe Alamanda. Namanya Sebastian Nugroho. Orangnya tinggi, putih trus ganteng, mirip sama aktor di film yang sukanya kamu tonton sampe malam itu. Dijamin eneng kesengsem sama dia." Berondong Rita sambil berteriak agar Raya mendengarnya.

"Nggak janji ma.." balas Raya dengan berteriak juga. Segera ia langsung masuk kekamarnya dan menguncinya. Pasti setelah ini Rita akan mengomelinya panjang x lebar.

Dor dor dor... suara pintu kamar Raya yang diketuk oleh Rita dengan keras.

"Neng.. !! Kebiasaan kamu ya... orang tua lagi ngomong ditinggal. Orang tua ngasih perintah nggak dilakuin. Kalau besok kamu nggak dateng. Awas aja kamu, nggak dapet jatah makan selama 3 bulan..!!" Omel Rita masih didepan kamar Raya.

Dengan berat hati Raya membuka pintunya. "Mama maunya apa sih..?" Tanya Raya yang sudah tidak sabaran.

"Mama maunya tuh kamu cepet kawin neng.." ucap Rita sewot.

"Ok fix... besok eneng kawin.." putusi Raya.

"Yang bener neng..?? Jadi yang tadi nganter pulang itu bener calon kamu yah..??" Jawab Rita antusias. Wajahnya berubah jadi berseri seri.

"Bukan ma.." jawab Raya malas.

"Lalu...?? Sama siapa..?? Kok kamu nggak pernah kenalin ke mama sama papa..??" Tanya Rita masih dengan wajah kepo.

"Maksud eneng. Kalau soal kawin mah gampang ma... tinggal cari cowok. eneng bawa ke hotel terus kita kawin dech. Gampang kan...??" Jawab Raya dengan watadosnya.

Seketika wajah Rita memanas. Ia melotot kearah Raya. "Eneng..!! berani kamu berbuat seperti itu. Mama coret kamu dari Kartu Keluarga dan nggak bakal dapat warisan sepeserpun..!! Ngerti...!!!" Omel Rita penuh amarah. Padahal Raya hanya bercanda saja agar obrolan ini cepat selesai.

Raya lagi lagi nyengir mendengar omelan Rita. Ia sebenarnya takut sama ancaman Rita yang tak pernah main main.

"Ma.. kawin mah gampang. Yang susah itu nikahnya ma. Butuh modal. Butuh pendamping yang cocok. Butuh cinta juga." Jelas Raya.

Sepertinya obrolan ini tidak akan pernah selesai dengan cepat. Rayapun masuk kekamarnya tanpa menutup pintunya. Berharap Rita mengerti akan perasaannya.

Pria Misterius (Tamat)Where stories live. Discover now