Its okay. Aku yang lancang,” balas Hoseok. Laki-laki itu bangkit dari posisi tidurnya dengan cepat. Duduk bersandar pada kepala ranjang. Merutuki kebodohannya sekali lagi yang terlalu terburu-buru. Kapan kau tidak bodoh sih, Jung Hoseok? batinnya memaki.

Keheningan kembali hadir di antara mereka. Tidak begitu lama, sebab Hoseok memilih menjawab pertanyaan Jihye. “Aku tidak mau egois lagi Jihye. Kali terakhir aku memaksa berbicara denganmu,” Hoseok melirik sebentar pergelangan tangan kiri Jihye. Menghela napas berat. “Kau memilih pergi jauh.”

Jihye terdiam sejenak. Mencoba memahami kalimat terakhir Hoseok. “Bukankah ada tidaknya aku tidak begitu memberi pengaruh bagimu?”

“Dulu. Dulu memang begitu.” Hoseok menunduk, menemukan Jihye yang ternyata juga menatapnya. Menunggu lanjutan kalimatnya. “Dulu kita bahkan tidak saling kenal. Tidak saling suka, tapi terpaksa terjebak dalam pernikahan yang telah diatur orang tua kita.”

Jika bisa memutar waktu, mungkin Hoseok akan menentang perjodohan itu. Bukan karena dia tetap ingin bersama Hana, tapi karena tidak ingin Jihye mengalami penderitaan lebih karenanya.

“Dulu kupikir, tetap menjalani hari-hari seperti biasa meski statusku berubah tidak akan mengubah apa pun, tapi seperti katamu, aku mungkin terlalu serakah. Aku ingin segalanya tetap berjalan baik-baik saja untukku, tanpa memedulikan orang-orang di sekitarku.”

Jihye memilih tidak menanggapi. Mendengarkan pengakuan Hoseok yang tampak begitu tulus, cukup membuatnya berpikir apa yang Hoseok katakan memang suatu kebenaran. Tidak salah.

“Saat kau di rumah sakit kemarin, saat kau belum bangun, aku baru menyadari kalau kehadiranmu sudah terlanjur memberi pengaruh bagiku Jihye. Aku terbiasa. Aku takut kehilanganmu. Entah mengapa. Sekarang, cukup presensimu di sini saja sudah membuatku tenang. Kau bersedia bicara denganku lagi saja sudah membuatku senang. Banyak hal yang ingin kuungkapkan padamu Jihye, tapi aku tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Jika kau memilih untuk pergi dari hidupku … aku tidak tahu bagaimana jadinya aku nanti. Aku tidak bisa bayangkan.”

“Kau juga mengatakan hal ini pada Lee Hana?”

Hoseok menelan ludah mendengar pertanyaan tersebut. Mendapatkan kepercayaan Jihye kembali tentu tidak akan mudah kan? “Jika kau masih bisa percaya padaku, aku berkata jujur sekarang. Aku tidak pernah mengatakan hal tersebut padanya."

Menimbang sesaat, Hoseok melanjutkan ucapannya, "Hana … adalah masa lalu. Saat terakhir aku menemuinya malam itu, semua murni kebodohanku. Aku sudah tidak ada perasaan lagi untuknya, Jihye. Dia hanya masa lalu.”

Jihye memilih mengalihkan pandangan ke arah lain. Tenggelam dengan pikirannya sendiri. Haruskah Jihye percaya pada Hoseok? Sekali lagi? Benar-benar sekali lagi?

“Rasanya sulit untuk percaya pada orang lain lagi,” lirih Jihye. “Aku bahkan kerap tidak percaya pada diriku sendiri.”

Hoseok tidak memiliki kata-kata sebagai tanggapan. Posisinya berbalik. Kini Hoseok memilih mendengarkan dengan perasaan yang campur aduk. Hal-hal yang baru dia ketahui belakangan cukup membuat otaknya penuh. Jihye dan ayahnya. Jihye dan lukanya. Jihye dan kekhawatirannya. Hoseok merasa turut andil memperburuk keadaan tersebut.

“Sejak kecil kehidupanku tidak berjalan dengan mudah, menurutku. Aku selalu mengatakan pada diriku, ‘tidak apa-apa Jihye, everything is gonna be okay. This to shall pass. Semua akan indah pada waktunya. Kau kuat.’ Aku selalu mengatakan hal-hal baik untuk menguatkan diri, tapi ternyata perkataanku sendiri tidak terwujud kan?”

“Apa aku tidak berhak bahagia Hoseok?”

Hoseok menggeleng. “Berhak. Sangat berhak. Setiap orang berhak bahagia, terutama kau."

Terutama kau. Ingat itu.

“Mungkinkah aku hanya kurang bersyukur hingga tidak dapat merasakan kebahagiaan tersebut?”

Hoseok meraih telapak tangan Jihye dalam genggaman. Kembali merebut atensi Jihye. Perempuan itu menunggu. Memperhatikan dua netra Hoseok yang menatapnya dalam. “Aku … minta maaf telah menjadi salah satu kenangan buruk untukmu. Aku minta maaf sudah menjadi suami terburuk selama ini, tapi jika kau izinkan sekali lagi. Satu kali lagi saja Jihye. Aku janji― tidak! Aku akan buktikan akan membuatmu bahagia.”

Bahagia yang seperti apa? Gamang sekali.

“Kau … sudah pernah mengatakan hal yang sama sebelumnya bukan Jung Hoseok?”

Seingat Jihye, mereka sudah terlalu sering mencoba membuat semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Seingat Jihye juga .... semuanya tidak berhasil.

“Kali ini aku bisa buktikan!”

“Kalau tidak?” Kenapa harus bertahan pada sesuatu yang tidak pasti? Bukankah berakhir merupakan jawaban yang lebih mudah?

Hoseok menekan emosinya. Memejamkan mata sejenak dan menghela napas panjang. Tidak tahu cara apa lagi yang bisa membuat Jihye percaya padanya. Hoseok tidak ingin Jihye pergi. Sungguh. Seperti tidak ingin lagi membayangkan pilihan itu ada dalam kehidupannya.

"Apa sesakit itu menjadi istriku Jihye?" tanya Hoseok lirih. Apa dia sudah benar-benar tidak punya kesempatan?

Jihye sendiri sebenarnya tidak ingin menjadi seperti ini. Sebagian dari dirinya ingin mempercayai Hoseok dan memaafkan Hoseok, sekali lagi, karena jika bukan Hoseok maka siapa yang akan menyayangi anak mereka selayaknya Hoseok yang begitu memperhatikan bayinya? Siapa yang akan bersedia tinggal bersama Jihye yang membosankan ini? Jika bukan Hoseok, Jihye merasa semua yang dijalaninya saat ini sia-sia. Bahkan jika bukan Hoseok … Jihye pun tidak terbiasa.

Jihye rasa dirinya telah kembali menjadi bodoh secara suka rela. Keinginannya untuk tetap bersama Hoseok setelah semua yang telah terjadi, bukankah itu lucu?

Sayangnya perasaan ingin tersebut tidak lebih kuat daripada ketakutan Jihye untuk tetap melanjutkan hidupnya. Kekhawatiran Jihye tentang rasa sakit yang bisa saja tetap menyapa. Keraguan dalam diri Jihye bahwa dia memang layak untuk diusahakan. Jihye takut melangkah, meski dia tahu dia harus.

“Kalau pada akhirnya kita tetap tidak berhasil bahagia, bagaimana Hoseok?” Jihye mengulangi pertanyaannya. “Kalau ternyata apa yang terjadi selama ini memang pertanda bahwa kita tidak ditakdirkan bersama, bagaimana?"

Manakah yang lebih baik? Manakah yang lebih baik antara tetap bertahan atau meninggalkan?

****
Gaesss 🥺🥺🥺
Terima kasih tetap di sini menemani Hoseok dan Jihye ya. Terima kasih sudah tumbuh bersama.

Seperti kata aku di part 25 'kurang dua part' ini udah part terakhir. Bismillah aku tidak goyah untuk endingnya 😂
Berarti updatean setelah ini epilog yaa! Aku juga ikut gemes sama hubungan mereka ommo 🥺

Ayok ayok tolong teman-teman sebagai netizen atau tetangga sebelah rumah Hoseok Jihye (mungkin) 😂Ditunggu komentarnya untuk mereka berdua. Bebas apa pun.

Also, ini funfact ya, sebenernya ide House of Cards ini dari tulisan pendekku zaman SMA terinspirasi MVnya Beast - 12:30 (coba liat dah, baper T-T) dan pemeran awalnya juga Doojoon Beast, tapi pas aku kuliah baca artinya BTS - House of Cards kok baper juga T-T jadi aku garap lagi dengan bikin plotline dan ganti tokoh menjadi Jung Hoseok. Terciptalah kisah yang kalian baca ini.

Segitu duluuu, maaf kalau author's notenya panjang banget. Terima kasih sudah membaca sampai sini 😭 Love you many many Gaess💜 Tolong selalu sehat dan bahagia. Selamat berakhir pekan! Kalian sudah mengusahakan yang terbaik selama ini💜

Dydte, 30 Oktober 2021

House of Cards✓Where stories live. Discover now