Selingkuh

412 27 13
                                    

Sorot matanya lebih tajam dari yang biasa Obito tahu. Dihujani pendar lembut rembulan di malam Agustus dan taburan bintang. Dua mata kelabu yang tak menatap matanya. Dan bulu putih lembut milik serigala yang tetap terlihat gagah dalam pelukan sepihak Obito.

"Kakashi, ini sudah kelewat malam. Aku tahu bulumu tebal, tapi, hei, ini di atap rumah dan kau butuh istirahat!" Dia merapatkan jaketnya.

Yang diajak bicara hanya menoleh, seolah membalas dengan ekspresi mengejek dari kedua matanya ; syaraf pusatmu mulai membeku atau bagaimana, Uchiha ?.

"Kau meledekku!" Telunjuk si raven mengacung-acung ke hidung sang lawan bicara. Meski hanya dengan melihatnya, Obito bisa langsung mengerti karena mereka selalu bersama-sama sejak kecil. "A-aku tidak kedinginan baka!"

Si Hatake bangkit dan berjalan masuk menuruni anak tangga. Lantas, ia dapat merasa helaan napas Obito terdengar begitu lega, kemudian disusul oleh langkah terburu yang berusaha mensejajarkan diri dengannya.

Obito tidak banyak bicara ketika naik ke atas ranjang yang sama di mana Kakashi berada lalu memeluknya erat. Ia akui keberadaannya di waktu ini mengalun lambat seperti suara denting jam ; tidak berguna. Kakashi lebih membutuhkan ayahnya. Dalam kondisi apapun, kerasnya nostalgia tetap akan menyerang Kakashi seperti tahun-tahun sebelumnya di malam yang sama.

Namun, Obito akan berusaha. Setidaknya ia ada di sini untuk Kakashi.

Kakashi cuma tidak suka diperlakukan seperti orang menyedihkan yang haus empati. Obito memang tidak melakukannya. Hanya saja, Kakashi merasa cahaya dari permata gulita Obito menyelimutinya dengan iba.

Sebab dari balik jendela yang mulai menampilkan butiran air dari langit, memori berupa pekatnya darah di atas futon dan sepasang belati tumpul akan menghantuinya sampai pagi. Seperti kotak musik rusak yang terus berputar, membawa alunan rasa bersalah yang menyengat tanpa bisa ia hentikan.

Seketika Kakashi mendengar celotehan Obito yang berisik. Lelaki dua puluh lima tahun itu memang buruk dalam membuat penenangan. Namun di balik bisingnya siang dan malam, Kakashi tahu Obito hanya sedang berusaha untuk membuat pengalihan atas tragedi sembilan tahun lalu.

Karena diantara Kakashi maupun Sakumo masing-masing tidak pernah mengira akan ada hari untuk sebuah pengkhianatan.

"Kematian ibumu itu bukan salahmu."

Kakashi mendengarkan.

Obito memulai konversasi solo dengan konflik sensitif yang benar-benar tak pernah ia bahas sebelumnya. Kakashi mengerti Obito tidak berniat untuk menyayat bekas luka dalam ingatan Kakashi. Hanya saja, malam ini keduanya merasa harus ada pengecualian. Kakashi membutuhkannya, dan Obito akan memulai.

"Sudah sembilan tahun, Kakashi, yang benar saja. Umurmu sudah hampir dua puluh lima dan kau masih menyalahkan dirimu sendiri ? Astaga, kau ini masokis atau apa ?"

Serigala putih memalingkan wajah dengan kesal. Menahan gejolak hasrat untuk tidak menggigit Obito saat ini bukan perkara mudah. Sungguh, ia sedang berbaik hati pada dirinya sendiri agar Obito tidak perlu susah-susah dibawa ke rumah sakit.

Ia mendapat pencerahan. Sebaiknya aku botaki saja saat wujudku kembali normal.

"Bercanda, bercanda! Astaga, terima kasih tidak menggigitku, Kakashi!" Obito bersungut. Jangan lupakan kemampuan membaca individu mereka yang sudah sangat terlatih. Mudah saja mereka lakukan, tak ada masalah meski salah satunya tidak sedang berwujud manusia.

Wolf ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang