#13_It's Over Isn't It?

11 0 0
                                    

Sekolah masih dibanjiri orang tua dan murid-murid, bahkan tidak sedikit siswa-siswi dari sekolah lain datang kemari. Festival seni hari pertama telah mencapai penghujung acara, tapi lautan manusia di depanku terus pasang dan tak kunjung surut. Usai penampilanku tadi, aku hampir saja mengalami serangan jantung saat Miss Wynne dan Missus Teo menghampiri aku, tapi aku lega karena mereka datang untuk memberi selamat, kukira aku akan tamat. Aku sedikit berharap Deus yang melakukannya dibanding mereka. Ngomong-ngomong, di mana Deus sekarang?

"Gue mau cabut, lu di sini sampe jam berapa?" tanya Louis. Kuperhatikan sudah ada kunci motor dalam genggaman tangannya. "Udah sore, non-binary ngga boleh pulang malem-malem."

"Cari Deus dulu," jawabku segera setelah melepas tawa kecil. Ia mengangguk sebagai respon, dan memilih untuk duduk di bangku sampingku, di bawah pohon rindang yang daunnya mulai layu. "Loh? Gue kira lu mau buru-buru balik?"

"Lu pacar gue sekarang, masa gue tinggalin sendirian?"

"Tapi lu gay—" Louis menyumpal mulutku dengan daun kering yang ia curi dari tanah. Aku memukul lengannya, kukeluarkan daun itu dari mulutku sembari mendengar Louis tertawa puas. Aku raih botol minum dari ransel dan kubersihkan lidahku dengan air di dalamnya. Aku siram lelaki itu untuk menghentikan tawa menyebalkannya. "Sejak kapan kita pacaran?"

Louis mengabaikan pertanyaanku, ia mengarahkan kedua tangan besarnya ke mulutku dan membungkam aku. Baru saja hendak kulayangkan tinju ke wajahnya, tapi aku urungkan niat itu saat Cia dan saudara kembarku menghampiri kami. Kelihatannya Deus masih marah, namun ia berhasil memasang ekspresi palsunya seperti biasa. Sedangkan Cia yang menemukan situasi kami lucu memutuskan untuk bertanya, "Kalian abis ngapain?"

Belum sempat menjawab, Deus memotong Louis dengan berkata, "Hari pertama jadian sweet banget, sih! Sebelum pulang mau ikut aku sama Cia jalan ngga? Kita double date."

Aku melempar tatap tajam pada Louis, sedangkan si empunya manik hitam membalas dengan sorot kepanikan. Selama beberapa detik kami bertukar pandang, tak tahu harus menjawab apa. Namun tak lama kemudian lelaki itu menjawab, "Ya, sure. Kalian duluan, nanti kita nyusul."

Setelah memastikan keduanya benar-benar pergi, Louis melepaskan tangannya dari mulutku. "Diem, jangan protes. Lu mau deket sama Cia lagi kan?" Tanpa merasa keberatan, aku mengangguk, kubiarkan laki-laki itu melanjutkan ucapannya, "Cia pernah bilang kalo Deus baru mau baikan kalo lu punya pacar baru, bener?"

"Iya, tapi kita pura-pura pacaran sampe kapan? Trus, kok lu mau? Gue kira lu lagi ngejar Helios?"

"Soal Helios gampang, gue bantu lu sampe kalian baikan." Aku mengacungkan ibu jari dan mulai mengemas barang, dalam benak kusiapkan akting apa saja yang harus kulakukan agar Deus kembali mempercayai saudara kembarnya. Mengingat double date yang Deus sebutkan, Louis mengusap wajahnya frustasi lalu berkata, "Baju gue basah, dan Deus ngajakin double date dadakan. I didn't sign up for this."

Aku menghela nafas, diam-diam aku paham akan penyesalannya. Tapi, hanya ini yang bisa kita lakukan sekarang, dan aku bersumpah aku akan membantunya mengejar Helios setelah masalah kami selesai. "Gue traktir siomay tiga bungkus."

"Deal."

Moving O-notWhere stories live. Discover now