17. Enak Banget Katanya

11.1K 1.9K 278
                                    

Biasalah, kalo bikin judul suka aneh saking bingungnya🤐

🐳🐳

Tatap Gagah masih nyalang ke atap kamar. Berpindah sebentar ke jam dinding, lalu kembali pada seorang perempuan di samping kirinya. Sava masih berbaring meringkuk menghadapnya namun pelukan sudah terlepas.

Gagah mendekat pelan-pelan, membenarkan letak selimut agar bisa menutupi tubuh Sava meski perempuan itu sudah pakai piyama. Tangannya terulur dan mengusap rambutnya pelan-pelan.

Gerakan Sava yang lebih meringkuk lagi menandakan kalau ia terusik. Gagah akhirnya diam tidak lagi menganggu, takut membuat tidur Sava jadi tidak lelap. Namun matanya tetap terarah ke daun telinga Sava, mengamati lebih lekat dari dekat lalu senyumnya terukir.

Sava bahkan hanya diam saja, tapi bagaimana bisa membuat Gagah jadi segila ini? Ia bertaruh kalau rasa syukur memiliki Sava akan membuatnya menetap di sana untuk selamanya. Gagah tidak hanya berjanji tapi punya tekad yang kuat tentang itu.

"Gagah."

Mendengar gumaman itu membuat Gagah tersenyum. Ia amati kedua mata Sava yang perlahan terbuka. Lampu tidur yang cukup remang tetap tidak mengurangi tiap inci kecantikan Sava untuk terlihat di matanya.

"Laper."

Kekehan Gagah terdengar saat tahu kalau Sava lapar jam segini. "Udah laper banget? Aku pesenin makan di luar dulu."

Sava mendongak. Kedua matanya masih terasa berat dan mengerjap lambat. "Pesan antar aja."

"Iya." Gagah menjawab pelan. Ia turun dari tempat tidur dan mengganti penerangan menjadi lampu ruangan. Tangannya meraih ponsel sembari menaiki tempat tidur. Satu tangannya ia gunakan untuk menggulir layar, satunya lagi untuk bantalan kepala Sava. "Makanan berat atau ringan?"

"Jam berapa sekarang?" Sava malah bertanya hal lain.

"Setengah 1."

Sava mengernyit sebentar, lalu menyamankan diri lagi di pelukan Gagah. "Salad."

Gagah berdecak. Ia menunduk dan mengecupi pipi Sava dengan gemas. "Sehat banget ya pola makan kamu."

"Almond, Gah."

"Malah tambah susah dicari." Gagah tertawa mendengarnya. "Kalau salad ada, minta pake almond aja kali ya."

"Tangerine ada, Gah?"

"Ada. Mau tambah almond?"

Sava mengangguk.

"Aku pesenin dulu ya."

"Kamu makan juga kan?"

"Iya. Mau nasi goreng."

"Kalori, Gah." Sava mengingatkan.

Gagah tersenyum. "Walaupun cuma satu ronde udah bikin laper, Sav. Buat bekal ronde selanjutnya."

"Salah siapa cuma satu kali."

Gagah bedecak. Ia menarik pinggang Sava melekat dengan tubuhnya sebelum menggigit pelan telinga Sava. "Nggak tega lihat kamu sakit."

"Udah nggak."

"Tapi tadi sakit?" tanya Gagah khawatir.

Sava mengangguk. "Agak."

"Bilangnya tadi sakit, waktu mau aku tarik malah dijepit."

"Emang gitu?" tanya Sava heran.

"Yaaah, nggak kerasa dianya." Gagah menanamkan satu kecupan di pipi Sava, lama. Ia beri usapan lembut di sepanjang lengan Sava, naik turun sebelum sampai di punggung tangan Sava dan menautkan jemari mereka.

Fishing YouWhere stories live. Discover now