Part 3 : Pemimpin Tim

14 1 0
                                    

"Menjadi manusia yang berbudi luhur, tahu benar dan salah, itulah tujuan dari sekolah kita, teratai hitam. Berbudi luhur maknanya bisa sangat luas, kita bersikap sopan santun misalnya dengan orang yang lebih tua, itu sudah berbudi luhur, atau kita menghibur orang lain, itu juga bisa disebut berbudi luhur, segala hal baik yang kita lakukan itulah yang namanya berbudi luhur." Master Citra menjelaskan.

Master Citra adalah wali kelas kami, ia sudah menikah dengan master Mansyah, salah satu master paling disegani di sekolah ini dan mempunyai dua orang anak, koko dan Teguh.

"Lebih spesifiknya, manusia yang berbudi luhur adalah "Manusia tanpa ciri" dimana orang berbudi luhur tidak membedakan Golongan, Pangkat, Kedudukan, Kekayaan, atau Manusia Universal. Berbudi Luhur adalah orang yang dituntun bagaimana menciptakan keseimbangan dan keharmonisan agar bisa diterima dalam masyakarat luas. Jadi, tidak perduli siapa kalian di kelas ini, mau anak pejabat atau petani, atau siapapun, kalian semua dianggap sama rata di sini. Paham?"

"Pahammm!!" Kami berseru menimpali.

"Pada pelajaran berikutnya, kita mulai belajar mengaktifkan agar kekuatan sihir kalian bisa aktif. Apakah kalian mau?" Master Citra berseru lagi, semangat.

"Mau!!!" Kami ikut berseru lagi, semangat. Tentu saja, ini yang kami nanti-nantikan.

Ini adalah pelajaran terakhir untuk kelas hari ini. Sekolah di Teratai Hitam sama seperti sekolah lainnya, ada pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Biologi, dan segala pelajaran pada tingkat sekolah lainnya, berhubung kami dikatakan masih setingkat sekolah dasar, maka pelajarannya pun masih setingkat itu. Yang membedakan adalah disini lebih diutamakan Ilmu sihir dan bela diri, serta pelajaran Kerohanian. Pelajaran Kerohanian adalah pelajaran yang menuntun ke arah sikap dan perilaku agar menjadi manusia berbudi luhur itu sendiri.

Barusan aku dan Bedul dibawa di ruangan master Citra, tidak dimarahi, hanya diberi wejangan bahwa di sekolah ini semuanya harus akrab satu sama lain, karena semua yang masuk ke sekolah ini dianggap sebagai saudara. Aku dan Bedul mengangguk, baiklah, walaupun dia menyebalkan mungkin aku akan berusaha akrab dengan dirinya. Kami bersalaman.

Pakaian sekolah kami berwarna hitam panjang, dari baju hingga celana berwarna hitam.

Master Citra membagikan gelang berwarna hitam kepada kami, sebagai tanda bahwa kami adalah siswa yang berada pada tingkat paling rendah, atau belum mempunyai kemampuan.

"Kalian akan dibagi menjadi tim, dimana masing-masing tim adalah tiga orang." Master Citra melanjutkan, ia pun mulai membagi tim masing-masing. Nasib, aku malah tergabung dalam tim si Bedul, dan juga si Hani yang nampaknya misterius. Yah, mau bagaimana lagi, aku harus menerimanya.

"Untuk mencari tahu siapa yang pantas sebagai pemimpin tim, kita adakan pertandingan terlebih dahulu." Master Citra mengangkat tangannya. Ruangan terasa bergetar, tubuh kami tergoyang, meja dan bangku bergerak-gerak. Lantai rasanya bergerak ke belakang, kami yang duduk di kursi terpundur bersamaan lantai yang memundur. Kelas mulai berubah bentuk, kami tiba-tiba sudah duduk layaknya penonton bola, sementara bagian depan sudah membentuk lapangan dengan lantai keramik, menjadi arena pertandingan.

Luar biasa.

Kami yang baru pertama kali melihatnya terkagum-kagum, kemampuan master memang sangat menakjubkan. Lihatlah, ruangan kelas yang barusan seperti kelas biasanya sudah menjelma menjadi arena pertandingan.

"Mulai sekarang, kita tentukan pemimpin antar kelompok." Master Citra di tengah lapangan berseru.

***

Masing-masing tim sudah maju, pertandingannya gampang saja, karena kami belum mempunyai kemampuan sihir, maka pertandingan kami adalah tanding fisik, siapa yang mampu menjatuhkan lawan maka dia pantas menjadi ketua tim.

Dimulai dari tim A, ada 3 orang cewek dalam kelompok mereka, terlihat unik, karena dari semua tim nampaknya hanya mereka yang beranggotakan cewek semua. Ketiganya maju, dan ketika aba-aba 'Mulai' dari master Citra, mereka melangsungkan pertandingan.

Satu dari mereka mulai melayangkan pukulan ke arah cewek bermata sipit, Yuni namanya. Ditangkap oleh Yuni, hanya seperkian detik, Yuni layaknya ular, melilit tangan lawan dan membalas dengan pukulan persis di dadanya. Hantaman telak, cewek itu tumbang.

Oh iya, karena kami masih siswa baru, master Citra sebelumnya juga menjelaskan bahwa selama pertandingan, kami tidak akan merasa sakit cidera karena efek barier dalam ruangan ini, jadi kami bebas memukul dan menendang ke arah mana saja.

Di belakang Yuni, ada Gita, dia melayangkan tendangan terbang. Fatal, itu kesalahan, Yuni dengan mata sipitnya seolah bisa melihat dari belakang, dia memutar tubuh, menangkap kaki lawan dan menariknya, tubuh Gita pun ikut tumbang.

Dengan demikian Yuni terpilih sebagai ketua Tim A.

Sekarang giliran Tim B.
Di kelas kami ada 30 murid, sehingga terbentuk hingga Tim J. Kami sendiri berada di Tim E.

Pertandingan dilanjutkan, aku melihat nampaknya banyak sekali orang-orang hebat di kelas kami ini, dari yang tendangannya sangat keras, gerakannya lincah, hingga pertahanan tubuh yang tangguh.

Tibalah giliran Tim kami. Aku, Bedul dan Hani mulai memasuki lapangan.

Karena sama-sama belum boleh menggunakan sihir, nampaknya Hani bukan lawan berat. Pun si Bedul, dia nampak lemah, tubuh cungkringnya tidak ada hebat-hebatnya, dan di pertandingan inilah saatnya aku melanjutkan perkelahian sebelumnya.

Pertandingan dimulai.

Aku menatap Hani dan Bedul, siapa yang harus kuserang lebih dulu? Rupanya Bedul sudah lebih maju, ia melayangkan tinjuan ke arahku, aku mengelak, sembari melayangkan tendangan dari samping. Bedul rupanya juga lincah, ia menangkis dengan tangan, aku salah, kupikir tendangan ku cukup untuk menumbangkannya, rupanya ia bisa menahan dengan tangan. Ia kembali melayangkan tinjuan, aku menangkis, sekali, dua kali, tiga kali, tinjuan nya cepat. Heh, jangan remehkan aku. Aku menangkis dan menyerang balik pukulannya. Terjadi jual beli pukulan antara kami.

Disaat itulah, Hani rupanya menyerang. Aku terlalu meremehkannya, bukan hanya sihir, ia juga punya fisik kuat, dari belakang ia seolah terbang menendang tubuh kami berdua sekaligus dengan kedua kakinya.

Pertandingan selesai, tubuh kami berdua tumbang. Hani jadi pemimpin kelompok.
.
Bersambung ...

Teratai HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang