2. Singa yang kenyang

20 8 18
                                    

Langit masih gelap gulita, adzan subuh juga baru selesai dikumandangkan. Namun komplek perumahan elit Surabaya mendadak riuh. Dua sedan patroli melintas di jalanan komplek yang basah setelah diguyur hujan semalam. Sirine nya meraung-raung mengusik telinga. Lampunya menyorot tajam menyilaukan mata.

Dua sedan patroli melintasi beberapa belokan dengan anggun sebelum akhirnya berhenti di halaman sebuah rumah. Rumah bergaya industrial berdiri tegak disana. Lampu-lampu hias nya menyala, menambah kesan elegan. Dua orang polisi turun dari sedan pertama. Sedangkan dari sedan kedua, turun tiga orang polisi. Tiga diantaranya segera melangkah ke rumah tersebut dan mengetuk pintunya.

"Permisi... Selamat pagi!" Salah satu polisi mengetuk pintunya. Namun belum ada jawaban.
"Assalamualaikum.." Polisi mengetuk pintu sekali lagi.
"Waalaikumsalam.." Terdengar suara laki-laki dari dalam rumah. Disusul pintu yang terbuka.

Seorang pria berusia lima puluh tahunan membuka pintunya. Ia terlihat masih mengenakan sarung, mungkin baru selesai sholat subuh.

"Selamat Pagi! Kami dari Polrestabes Surabaya. Apa benar ini kediaman bapak Hasyim Abraham?" Salam tegas seorang anggota polisi.
"Iya pak, dengan saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?" Pak Hasyim menawarkan bantuan, raut wajahnya cemas. Ia mulai mengkhawatirkan sesuatu.
"Kedatangan kami kemari membawa surat perintah penangkapan untuk saudara Ravi Abraham. Atas kekacauan yang terjadi di hotel Utami semalam." Polisi menyodorkan sebuah surat, Pak Hasyim membacanya dengan seksama.

Jantung Pak Hasyim berdebar kencang. Hal yang ia takutkan sudah ada di depan mata. Polisi akan membawa putranya. Mereka akan menghukum Ravi, entah itu pidana penjara, denda atau bahkan mungkin eksekusi mati.

"Apakah saudara Ravi Abraham ada di tempat?"
Pak Hasyim hanya mengangguk. Ia menyeka hidungnya dan mengembalikan surat pada polisi.

"Terimakasih atas kerjasamanya pak." Ucap seorang polisi setelah Pak Hasyim mempersilahkan ketiga polisi masuk rumahnya.

Ravi terbangun saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan bawahan celana jeans, ia bangkit dari tempat tidurnya. Mengucek mata, menyingkirkan selimut hingga terlihat perut sixpack nya. Ravi melangkah menuju cermin besar di dinding kamar. Rambutnya yang berantakan membuat ia semakin terlihat macho.

"Nakk!" Ayah Ravi mengetuk pintu kamar putranya sekali lagi. Tiga orang polisi berdiri menunggu di belakangnya.
"Bentar Pa!" Jawab Ravi dari dalam kamarnya. Ia segera mengenakan kaos tanpa lengan dan merapikan rambut ala kadarnya. Bermaksud segera menemui ayahnya, tanpa tahu siapa yang telah menunggunya.

"Iya Pa? Tumben kok pagi banget." Ujar Ravi saat membuka pintu kamar. Tanpa rasa terkejut atau takut, ia mengangguk memberi salam pada ketiga polisi yang bersama ayahnya. Meskipun merasa agak aneh, polisi tetap membalas anggukan Ravi.

"Nak, ini ada Polres Surabaya." Ujar pak Hasyim dengan suara serak.
"Ohh Polisi.."
"Selamat pagi saudara Ravi Abraham. Anda kami tangkap atas kekacauan yang terjadi di hotel Utami kemarin malam." Ujar tegas seorang anggota polisi. Ravi hanya memicingkan mata mendengarnya.
"Pak, masalah ini bisa kita bicarakan secara kekeluargaan kan?" Pinta pak Hasyim dengan suara berat.
"Papa.." Ucap Ravi tenang sambil mengangkat satu tangannya. Mengisyaratkan agar ayahnya tetap tenang.
"Maaf pak Hasyim! Kami hanya menjalankan tugas. Saudara Ravi harus ikut dengan kami. Selebihnya bisa dijelaskan nanti di kantor polisi." Jelas seorang Polisi. Diujung kalimatnya, Polisi tersebut mengeluarkan sebuah borgol. Namun lagi-lagi Ravi hanya menatapnya tidak peduli. Dua orang polisi mulai mewaspadai ketenangan Ravi.

Tanpa diduga, Ravi mengangkat kedua tangannya ke depan. Mempersilahkan polisi memborgol tangannya dan membawa ia pergi. Semua sontak terkejut, termasuk pak Hasyim yang benar-benar tidak mengerti jalan pikiran putranya. Ia hanya bisa pasrah. Dua anggota polisi saling pandang, bingung dengan yang dilakukan Ravi. Jarang sekali ada pelaku kejahatan yang menyerahkan tangannya dengan santai. Namun pak Kapolres segera memborgol tangan Ravi. Perlu digaris bawahi, penangkapan ini berjalan tanpa perlawanan sama sekali.

"Baik Pak Hasyim, terimakasih atas kerjasamanya. Kami akan membawa saudara Ravi ke kantor Polrestabes Surabaya untuk penahanan sementara menunggu sidang. Anda bisa menjenguk putra anda kapan saja, itu hak anda pak." Tutur seorang polisi yang memborgol tangan Ravi.

Pak Hasyim hanya mengangguk mendengar penjelasan polisi. Ia menatap Ravi penuh pasrah, kecemasan seorang ayah yang tak terungkapkan. Ia terus memperhatikan polisi yang membawa putranya, hingga dua sedan patroli menghilang dari belokan jalan komplek.

Dua sedan patroli sampai di depan kantor Polrestabes Surabaya pada pukul enam pagi. Kelima polisi segera turun dan membawa Ravi ke ruang tahanan. Ini bukanlah sel tahanan seperti yang dibayangkan. Ini berupa sebuah kamar tidur dilengkapi toilet namun dengan penjagaan ketat polisi.

Polisi melepaskan borgol tangan Ravi, mempersilahkannya masuk kamar tahanan. Lantas menguncinya. Dua personil polisi ditugaskan menjaga kamar Ravi. Sementara lainnya sedang menuju ruangan rapat.

   "Saya belum pernah ngalamin penangkapan yang mulus seperti ini pak. Tanpa perlawanan." Ujar seorang polisi yang ikut dalam penangkapan Ravi.
   "Benar, terkesan seperti penjemputan bukan penangkapan." Imbuh polisi lain. Pak Kapolres hanya mengangguk tipis.
   "Namun tunggu pak, kita harus hati-hati. Dia mematikan. Bisa jadi ia merencanakan sesuatu dalam diamnya. Karena singa seganas itu tidak mungkin menyerahkan diri pada kita begitu saja." Tutur seorang anggota reserse kriminal yang ikut dalam rapat. Pak Kapolres mendengarkan seksama.
   "Jam kerja singa hanya saat dia lapar. Selain jam itu dia adalah teman. Sama halnya dengan anak muda ini, ia sudah kenyang dengan sasarannya. Karena itu ia bisa tenang." Jelas pak Kapolres.
   "Sebenarnya tidak ada singa yang benar-benar tenang, mereka hanya masih kenyang." Imbuhnya. Para peserta rapat mengangguk paham.
   "Pak, sepertinya perlu dilakukan interogasi singkat setelah ini. Saya melihat ada sesuatu yang menggangu mental anak muda ini hingga dia melakukan aksi brutalnya." Seorang pakar psikolog yang mengikuti rapat memberikan usul.
   "Saran yang bagus, Anda benar sekali. Baik nanti kita lakukan interogasi singkat. Rapat selesai. Kembali ke tempat!" Pak Kapolres memberikan keputusan sebelum mengakhiri rapat.

SiriusWhere stories live. Discover now