4. Dito Jahat

1K 148 11
                                    

4. Dito Jahat

"Ra, ada yang nyariin tuh!"

Kepala yang awalnya telungkup di atas meja, kini menegak. Ponsel masih menempel di telinganya. "Siapa, El?"

"Nggak kenal, gue. Cowok. Ganteng. Matanya bikin meleleh, Ra. Cepetan ke sini!"

Nara mencebikkan bibir, mendengar suara heboh Ela, teman sekelas yang paling dekat dengannya itu. "Siapa, sih? Abang-abang aku?"

"Bukan! Kalau abang-abang lo mah gue juga kenal. Buru deh, lama lo!"

Dengan malas, Nara mengemasi buku-buku dan laptop yang berserakan di meja kantin, memasukkan ke dalam tas ransel. "Ciri-cirinya kayak gimana?"

"Tiga kata yang tepat buat deskripsiin, yaitu super duper ganteng!"

"Yang spesifik dong, Ela, ih!"

"Makanya ke sini, dodol. Dah ah, gue buru-buru berangkat kerja nih. Bye!"

"La? Ela?" Nara memeriksa layar ponselnya kemudian menghentakkan kaki begitu menyadari Ela sudah memutus sambungan. "Dasar Ela kebiasaan!"

Nara memakai hoodie yang tadi diletakkan begitu saja di sandaran kursi, kemudian mencangklong tasnya. Setelah membayar makanan yang ia santap tadi, ia segera keluar kantin. Sesekali membalas sapaan beberapa orang yang berpapasan dengannya. Ya, di kampus ini ia memang cukup terkenal. Nyaris tak punya musuh, karena meski manja dan keras kepala, ia sangat suka perdamaian. Sifatnya yang supel juga membuat nyaman orang-orang yang mengenalnya.

Nara berjalan sambil berbalas pesan di grup chat bernama 'Kesayangan Eyang Mami' yang berisi anggota keluarga Barachandra dan Pradipta. Grup itu memang selalu ramai, karena ada saja topik yang dilempar oleh Bang Rafa atau Om Galang untuk memancing reaksi semua orang. Dan topik yang sedang dibahas kali ini adalah rencana Bang Rafa yang ingin menjodohkan Nara dengan artis bernama Mahardhika Dewa.

Terbiasa berkeluh kesah tanpa sedikit pun menutupi, membuat hubungan keluarga menjadi dekat. Nara juga tidak pernah kesulitan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi karena para tetua akan dengan senang hati membantunya, bahkan sebelum ia berusaha dengan tangan sendiri. Tak sedikit orang yang mengatainya manja, entah serius atau bercanda, dan Nara tidak tersinggung. Ia memang manja, dan tak akan malu mengakui selama sifatnya itu tidak merugikan orang lain.

Tapi sisi lain dari keluarganya yang tahu semua masalah Nara, contohnya seperti sekarang ini. Karena paham bahwa Nara sedang dalam fase berusaha move on dari Dito, mereka seperti berlomba-lomba mengajukan kandidat yang menurut mereka cocok untuk dijodohkan dengannya. Padahal kan Nara nggak ngebet-ngebet amat buat pacaran.

Langkah Nara sudah terhenti di gerbang kampus. Tadi Ela sempat memberitahu kalau orang yang mencarinya, mengendarai mobil berwarna biru elektrik. Jadi ia langsung celingukan mencari kendaraan yang dimaksud.

"Oh itu kali, ya?"

Nara melihat sebuah mobil yang terparkir beberapa meter darinya, sedikit terhalang Brio merah yang mirip punya teman Bang Gio. Ia segera melangkah untuk menghampiri. Namun ketika sampai di depan mobil sport itu, matanya memelotot. Sosok yang duduk bersandar di kap itu, ia kenali dengan baik.

"Halo, Kucing!"

Nara spontan mundur ketika langkah laki-laki berjaket jeans itu mendekat. Degup jantungnya berpacu cepat. "Maaf, Anda siapa, ya?"

"Anjir!" Laki-laki itu mengumpat. "Anda?!" Lalu terbahak hingga beberapa orang menoleh tertarik ke arah mereka. "Anda itu apa, goblok?"

Dahi Nara mengernyit. Yah, seperti di ingatannya yang terekam jelas selama dua tahun ini, laki-laki ini memang suka berkata kasar. Dan ia sudah terbiasa.

"Sepertinya Anda salah cari orang." Nara tersenyum manis. "Permisi."

Tapi saat akan berbalik, Nara merasakan tarikan pada lengan hingga ia menabrak dada bidang laki-laki itu. Ia memberontak ingin lepas, tapi satu lengan melingkari pinggangnya.

"Ih lepas!"

Laki-laki itu menundukkan wajah sambil menyeringai. "Gue siapa?"

Nara membuang muka, berusaha menyembunyikan detak jantungnya yang makin menggila. "Nggak tahu, nggak kenal!"

"Oh ya?" Laki-laki itu tertawa kecil, tapi matanya berkilat. "Mau gue lakuin sesuatu biar otak goblok lo nggak lupa lagi?"

"Ih Dito mau apa?" Nara berusaha mendorong dada Dito. "Lepas!"

"Mau cium lo, kan?" Dengan mata menatap lekat bibir tipis Nara, Dito melanjutkan, "Biar lo ingat pertama kali kita ketemu."

Sekuat tenaga, Nara menginjak kaki Dito. Untung sepatu yang ia pakai ada haknya, jadi Dito langsung kesakitan. Ia memanfaatkan itu dengan lepas dan mengambil jarak beberapa langkah dari laki-laki itu.

"Anj*ng sakit, woi!" Dito meringis, memegangi sebelah kakinya sambil menatap galak ke arah Nara. "Sejak kapan lo punya tenaga Hulk, hah? Berani banget, lo!"

"Syukurin, mampus!" Nara menjulurkan lidah sambil bertepuk tangan heboh. "Wooh keren emang Princess Barachandra!"

"Sini lo!"

"Nggak mau!"

Nara menjulurkan lidah lagi, sambil menghindar saat Dito akan menggapai tangannya. Sayangnya, ia bergerak ke arah yang salah. Yaitu ke pintu mobil Dito. Dan laki-laki itu memanfaatkannya dengan mengurung tubuh Nara di antara dua lengan.

"Mau ke mana lo, hah?!"

Nara cemberut. "Dito tuh ngalah, kenapa sih? Udah tua juga, malah ngajakin gadis remaja beranjak dewasa buat kejar-kejaran. Dilihatin orang-orang, nggak malu apa? Dasar nggak keren!"

"Nggak bakal kejar-kejaran kalau dari awal lo nurut." Dito berdecak. "Bego kok diternak!"

"Ih!" Bibir Nara makin maju. "Lagian ngapain sih, nyariin Nara? Ngilang lagi aja sana!"

"Gue ngilang beneran, nanti nangis."

"Nggak akan." Melihat wajah santai Dito, tiba-tiba dada Nara terasa sesak. Dengan lirih ia bergumam, "Udah terbiasa."

Dito berdecak, melepaskan kedua lengannya yang tadi menempel di mobil. "Masuk."

Nara mendongak, masih dengan wajah sedihnya. "Ogah."

"Cing!"

Nara menyipitkan mata. "Mau ngapain, sih?"

"Minta sambutan lo, lah." Dito menjawab santai. "Gue pulang, masa lo nggak mau nyambut? Dan apa-apaan kemarin sok jutek pas gue senyumin? Jual mahal itu bukan elo."

Melipat kedua lengan di depan dada, Nara mengangkat dagu. "Nggak mau!" Matanya memanas saat teringat hari-hari sedih yang ia jalani setelah Dito pergi. Ia menatap laki-laki itu dengan bibir bergetar. "Ngapain nyambut orang yang perginya aja nggak pamit?"

Dito tidak menjawab. Matanya menatap lekat Nara yang kini tidak sanggup lagi menahan lelehan air mata yang sedari tadi ditahan. Nara menunduk, menangis tanpa suara.

"Dito jahat."

***

Bonus trailer wkwk

Balik Arah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang