All About Hope

8 1 0
                                    

Blurb

Nasib seorang bocah satu ini seakan tak pernah sejalan dengan yang diharapkan. Harapan yang ia bangun seketika dihancurkan hanya dengan sekali pijak.

Harapan.

Sebuah harapan besar kepada keluarga. Pertanyaan yang tak pernah terjawab. Hanya karena aku tidak diizinkan berkata. Biarkan aku kembali mengukir senyum atas kebahagiaan kecil yang didapat. Jangan renggut hal itu juga dariku.

Pulang.

Satu kata yang tak pernah kumengerti. Kemana aku pulang? Apa benar rumah yang penuh dengan kekangan seolah berapa di penjara mewah, termasuk sebuah rumah juga? Bahkan, untuk makan harus meminta izin.

Syukur.

Lagi-lagi kata yang tak pernah kumengerti. Mensyukuri segalanya. Tapi, kenapa aku tidak bisa? Kenapa aku begitu lambat hingga tak pernah menyadari sesuatu yang patut kusyukuri.

Apa aku akan terus-terusan berkabung dalam mawar hitam hingga hari kematian tiba?

Beri jawaban setidaknya harapan, atau bahkan alasan untuk bertahan.

=••=

Judul bab: Jenis yang berbeda

Matahari pertama kali menyapa pagi, membangunkan manusia yang terlambat bangun dengan sinar tanpa suara. Membuat para burung berkicau untuk membantu ayam membangunkan para warga bumi di belahan pulau Tamtar.

Syamsu perlahan masuk dari jendela transparan, hingga cahayanya terkena anak yang tengah berkabung dalam selimut. Mulai terganggu dengan pencahayaan tiba-tiba, ia merapatkan mata sebelum membuka kelopak yang, tertutup kembali akibat retina yang tidak siap dengan sinar mentari tersebut.

Penyesuaian berlangsung, setelah siap ia membuka mata penuh. Dia kembali menutup mata, menarik selimut yang ada di pinggang hingga ke leher. Satu tangan meraba-raba kasur, mencari benda yang bising di pagi-pagi buta.

Dia mencelik mata, sebelum melotot melihat arah jarum jam pendek.

Seperti biasa.

"Astaga, telat!"

Secepat gasing berputar, dia bangkit dari baring, menuruni kasur. Merempuh masuk ke dalam kamar mandi. Mandi seadanya dengan rambut tak basah. Seragam sekolah dipakai, dengan tak rapi. Memasukkan paksa baju seragam ke dalam celana. Dia menggapai tas, menyandang ke punggung, berlari kalang-kabut keluar, menuruni tangga dengan cepat. Sempat mengutuk si kaki yang tidak panjang sehingga lari jadi lambat.

"Makan dulu, Den."

Mendengar suara, Kafi sempat menoleh. Dia mengambil satu lembar roti kosong, mengapit di mulut. Sebelum berlari kembali, seraya menggeleng kuat tanda jawaban untuk tawaran tadi.

Wanita berumur itu hanya menghela napas.

=••=

Skuter eletrik dikeluarkan, dia berdiri di atasnya, mengawal skuter tersebut dengan lincah dan tentunya laju. Sesekali tangan kanan melepas memasukkan roti ke dalam mulut. Mau saja dia memakan semua langsung andai mulutnya muat.

Lima belas menit berlari dia sampai. Skuter dilipat dengan tangkas meletakkan di salah satu rak yang telah disediakan sekolah. Ia berjalan pelan, atau bisa dibilang mengendap-endap menuju kelas.

Di pos penjaga, ia berjalan merunduk, merayap di dinding yang berada di bawah kaca transparan. Hingga berjaya, ia segera berlari menuju kelas. Helaan napas dilepas setelah berhasil masuk ke dalam kelas tanpa ketahuan.

"Telat lagi?"

Pertanyaan mengejut, membuatnya terjingkat, melompat ke depan. Spontan tubuhnya berbalik dan mendapati temannya dengan iPad mini dalam genggaman.

Anak ini hanya megangguk lesu sebelum duduk di bangku. Bersebelahan dengan karibnya tersebut.

"Kenapa bisa telat lagi? Orang tuamu minta belikan apa lagi kali ini, Kafi?" tanya temannya.

Kafi mengeluh pelan. Dia mengambil iPad mini miliknya, kemudian mengetik sesuatu, sebelum diserahkan pada temannya itu.

"Martabak."

"Oh."

Ingin bertanya lanjut, tapi dia tersebut urungkan. Lebih memilih untuk menjaga perasaan Kafi, dari ego dan emo yang meluap-luap pada kedua orang tua teman karibnya tersebut.

=••=

"Yo, Kafi. Mari makan!"

Kafi sekedar mengangguk menanggapi temannya tersebut. Sebelum pikiran melayang, teringat sesuatu yang harus dilakukan.

=••=

6 Agustus 2021

Ini sebenarnya belum selesai satu bab. Tapi, Saa malas jadi ini terlupakan. Sequel dari 'Meaning of Happines'

My Book | Di Dalam DraftDove le storie prendono vita. Scoprilo ora