[2]

8 3 5
                                    

Desa Kinasih itu memang benar-benar ada wujudnya. Semua omongan yang simpang-siur itu kini terbukti semua kebenarannya, kecuali desas-desus tentang ketiadaan desa Kinasih. Nyatanya, desa nan asri itu kini sudah mereka tapaki.

Mobil jeep itu terus melaju menuju suatu rumah di tengah-tengah desa. Rumah tetua, begitu kata Jo tadi.

"Jaga sikap-sikap lo pada. Inget, ini desa, jangan samain sikap mereka sama kayak orang kota. Kata Tetua, haram buat ngomong kasar di sini, kecuali kalian mau nanggung akibatnya."

Pesan Jo—ketua Jolali Rene—sebelum mereka turun dari mobil. Sebuah pesan yang terasa sangat berat untuk Reno dan Nendra, duo badut yang paling suka ngebanyol. Mendengar wanti-wanti itu, mereka hanya bisa menelan ludah, meragukan diri.

Apakah mereka bisa melakukannya? Rasanya sehari tanpa misuh tuh seperti ada yang hampa. Tapi, ya sudahlah. Apa boleh buat, demi kelulusan bersama, kali ini mereka harus puasa.

"Terima kasih, telah mengizinkan kami untuk melakukan tugas di sini, Pak. Mohon bimbingannya, kami berharap dengan adanya kerja sama ini, desa Kinasih akan lebih dikenal di dunia luar. Karena sayang sekali jika keindahan langka seperti ini minim publikasi."

Joshua menjelaskan keinginan hatinya dengan bahasa yang sudah ia rangkai sedemikian rupa selama beberapa hari. Ia tak ingin mengulang kesalahan yang sama, ketika ia bertandang pertama kali Joshua asal bicara tak tertata. Hal itulah yang menyebabkan ia tadi bisa pintar berpetuah, karena sebelumnya ia sudah mendapatkan teguran dari tetua.

Lelaki yang sudah berumur itu tak banyak bicara. Ia hanya tersenyum menanggapi perkataan Joshua tadi.

Gue nggak salah ngomong lagi 'kan? Kenapa tuh tetua responnya gitu aja? Joshua membatin sambil membalas kikuk senyum hangat tetua yang dilemparkan padanya.

Sedetik kemudian, lelaki tua itu tiba-tiba meraih tangan Lintang yang duduk tepat di depannya, menepuk-nepuknya pelan seraya berkata, "Sing ati-ati yo, Le. Tindak tandukmu kabeh dadi penentu kepiye uripmu ning kene."

Lintang sontak kaget mendapat perlakuan itu, ia hendak menarik tangannya, tapi urung karena merasa tak sopan jika ia melakukannya. Tetua kali ini melemparkan senyuman yang lebih ramah pada Lintang. Entah kenapa senyuman itu membuat sesuatu dalam lubuk hati Lintang menghangat. Sejenak menormalkan degup jantung yang sempat berpacu tadi.

"Selamat datang di desa Kinasih. Pesan saya cuma satu, jaga sopan santun di mana saja, kepada siapa saja. Oh, ya satu lagi. Budayakan salam atau permisi jika kalian pertama kali bertandang di suatu tempat di desa ini, sebagai bentuk saling menghormati."

"Siap, Pak. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih sudah mau menerima kami di sini," sahut Joshua mewakili sembari berdiri mengantarkan tetua ke depan pintu.

"Iya, selamat beristirahat. Pasti kalian capek habis perjalanan jauh. Kalau ada apa-apa, kamu tahu kemana harus pergi." Kata-kata yang tetua tujukan pada Joshua itu langsung ia tanggapi dengan anggukan mengerti.

Sepeninggal tetua, kelima pemuda itu berkumpul di ruang tamu. Mereka telah selesai berbenah sebelum bertemu dengan tetua tadi. Ruangan berukuran 3x3 itu hening, tak ada satupun dari mereka yang memulai membuka suara. Mereka sibuk dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk setelah pertemuan dengan tetua.

"Tang, lo kenal ya sama tetua tadi?" tanya Landu tiba-tiba.

"Bullshit. Gue baru ketemu pak tua itu hari ini."

"Tapi kok, dia bisa tahu kalo lo paham bahasa Jawa. Eh, tadi bahasa Jawa 'kan, ya?"

"Iya lho, Tang. Gue ngerasa kata-kata tetua tadi kayak khususon ditujuin buat lo aja." Nendra pun tak mau kalah ikut menginterogasi Lintang.

Yang menjadi sasaran interogasi hanya diam tak menyahut ocehan dua temannya itu. Bukan karena apa-apa, ia sendiri masih bingung kenapa tetua itu melakukannya.

Kenapa tetua bisa tahu bahwa diantara mereka, dialah yang bisa dibilang menguasai bahasa Jawa? Dan ada apa dengan kehangatan yang tiba-tiba terasa dalam hati ketika tatap mereka bertemu tak sengaja.

"Nggak tahu, guys. Gue bener-bener nggak tahu. I really have no idea about this." Akhirnya hanya kata-kata itu yang muncul sebagai tanggapan.

"Gue kok jadi ngerasa ragu ya mau lanjut nugas di sini." Kini Reno akhirnya buka suara. Namun, sedetik setelahnya ia merasakan senggolan di lengan. Nendra menyikut sambil melirikkan mata ke arah Joshua—sang ketua.

"Oke, kita buat rules-nya dulu aja."

JOLALI RENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang