Day Five - Popcorn

73 15 19
                                    

Matterhorn Bobsleds benar- benar menyenangkan, bahkan Derek mengakuinya. Wahana ini setipe dengan roller coaster, dengan dua kereta luncur tersambung menjadi satu. Satu kereta luncur diisi tiga orang. Karena namanya Bobsleds, wahana ini hanya meluncur dengan berbagai macam belokan dan turunan, melewati gua- gua batu dan menghindari yeti.

Wajah Kwon Joo tampak semakin cerah. Ia sangat gembira hingga pipinya memerah. Melihat Derek yang juga tersenyum lebar membuat Kwon Joo semakin gembira, hingga ia nyaris memeluk Derek.

Mereka makan siang di salah satu restoran Fantasyland, Red Rose Tavern. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Mickey's Toontown. Bangunan- bangunan di sini seperti di dalam kartun, dengan warna- warna mencolok dan bentuk- bentuk unik.

Derek lagi- lagi berusaha mengambil foto Kwon Joo tanpa suara, tapi Kwon Joo bisa mendengarnya. Sebelum pria itu sempat meminta maaf, Kwon Joo menarik lengannya hingga mereka berdiri bersebelahan di depan bangunan dengan tulisan "Court House" di atas jendela lantai duanya. Di atas pintu terdapat lempengan logo Toontown berwarna emas, dan Kwon joo memposisikan tangan Derek supaya logo itu bisa terlihat di kamera.

Sudah selesai mengambil foto, Derek menunjukkan hasilnya pada Kwon Joo. Gadis itu mengangguk riang, mengamati foto- foto di ponsel Derek. Mereka berjalan lagi menuju Fantasyland, melewati King Arthur Carousel, dan sampai ke Frontierland.

Berbeda jauh dengan Mickey's Toontown yang berwarna- warni, di sini semua bangunan bergaya Amerika di tahun 1900-an. Semua menggunakan tekstur kayu dan batu. Kata kunci yang tepat untuk menggambarkan suasana di sini adalah Old West, koboi, dan senapan.

"Anda mau coba menembak?" Derek menunjuk ke bangunan panjang yang ada di sebelah kiri Kwon Joo. Bangunan itu tidak tertutup dinding di bagian depan, hanya ada pagar rendah yang dibuat seperti kayu, sehingga semua orang bisa melihat bagian dalamnya.

"Saya tidak terlalu ahli, tapi boleh saja. Yang kalah melakukan satu keinginan dari yang menang?" Kwon Joo tersenyum dengan ekspresi bersemangat. Ia mungkin tidak terlalu ahli dalam menembak, tapi saat ini ia bersemangat untuk menang.

"Setuju," balas Derek, juga tersenyum lebar. Mereka segera menuju ke bangunan itu.

Ada biaya tambahan untuk permainan menembak, tapi Derek maupun Kwon Joo sama- sama tidak keberatan. Mereka masing- masing mendapat 25 kesempatan menembak. Berbeda dari tempat menembak lainnya, di sini semua senapan tidak menggunakan peluru ataupun benda keras lain sebagai peluru, tapi dengan teknologi sinar infra merah dan jika sinar itu mengenai sensor lampu di target, maka target itu akan jatuh.

Target- target di sini juga tidak biasa. Sensor lampu tersebar di dinding seberang tempat mereka berdiri, dihias dengan interior kotak- kotak kayu, tanaman kaktus, pohon, burung hantu, bahkan ada peti mati dengan tengkorak dan sekop yang bisa bergerak naik turun.

Meski sebenarnya tidak ada salahnya jika Kwon Joo kalah, tapi sekarang ekspresi gadis itu sedikit menggelap. Derek sampai merasa bersalah karena tidak membiarkan Kwon Joo menang, tapi tidak ada artinya juga jika gadis itu menang bukan karena kemampuannya sendiri, kan?

"Anda kesal?" Derek bertanya hati- hati, berjalan di sebelah Kwon Joo saat mereka keluar dari tempat menembak.

"Sedikit," Kwon Joo tersenyum pahit, lalu ia menatap Derek dengan sedikit khawatir. "Anda tidak akan menyuruh saya melakukan hal- hal aneh, kan?"

Derek tertawa, menggelengkan kepalanya. Ia duduk di kursi taman yang ada di sebelah tempat menembak, menggesturkan kepalanya ke arah penjual popcorn di seberang kursinya. "Saya hanya akan minta anda membelikan popcorn."

"Benarkah?" mata Kwon Joo sedikit melebar. "Popcorn saja?"

"Dengan tempat popcorn edisi khusus," tambah Derek, tersenyum.

Travel LogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang