Dax duduk di tepi sofa sembari melihat wajah Robert yang ketakutan tersungkur di lantai.

"A-apa maumu?!" Teriak Robert memberanikan diri. Di situasi seperti ini, ia harus berpikir jernih.

"Aku tak menginginkan apa pun." Ujar Dax dengan begitu santainya.

"L-lalu.. U-untuk apa kau ke sini?! Dimana Elena?!!" Teriak Robert lagi. Ia masih belum tau bahwa Dax sangat tak suka seseorang meneriakinya.

"Istriku? Untuk apa kau mencarinya? Menidurinya? Tak apa, asal kau melakukannya di hadapanku." Ujar Dax diikuti dengan kekehan.

"Brengsek!! Dia bukan barang!" Balas Robert yang kini bangkit dari posisinya, mendengar nama Elena diolok-olok oleh Dax, membangkitkan keberaniannya.

"Oh.. Apa kau menyukai istriku?" Tanya Dax melihat tingkah Robert yang mudah terbaca. Robert berdiri di posisinya dengan tangan yang terkepal. Ia tak berani untuk mendekati Dax.

Robert memang menyukai Elena sejak zaman mereka masih sekolah di Ethan School. Namun dirinya yang sangat bejat, tak berani mendekati perempuan sebaik Elena.

"Kalau kau ingin mengambil Elena dariku, cobalah keluar dari ruangan ini secara hidup-hidup." Ujar Dax yang kali ini tak lagi memperlihatkan senyuman di wajahnya.

Robert meneguk salivanya. Keringat mulai mengalir di dahinya. Sungguh, ia tak pernah merasa sangat terintimidasi hanya dengan sebuah tatapan mata. Tapi kali ini, hanya melihat kedua mata Dax, langsung membuatnya ketar-ketir.

Robert melirik pintu. Hanya beberapa langkah, ia akan bisa keluar dari ruangan itu. Ia melirik pintu dan Dax secara bergantian. Tentu saja, Dax tau apa yang ada di pikirannya.

Dax lalu, mengeluarkan sebuah remote dari sakunya dan menekan salah satu tombol di sana sehingga terkuncilah pintu ruangan Robert saat itu juga.

"Aku tak bodoh dengan membiarkan pintu tak terkunci." Ujar Dax sembari melihat wajah Robert yang semakin gusar.

Robert lalu, mengambil vas yang ada di dekatnya dan memecahkan vas tersebut. Kemudian, mengarahkan ujung vas yang tajam tadi ke arah Dax.

"Oh.. Lumayan." Ujar Dax sembari mengangkat kedua alisnya.

"Baiklah, kuberi waktu 10 menit. Kalau kau berhasil menggoresku.. Kubiarkan kau hidup. Kalau tidak, aku akan menghabisimu dalam 5 menit. Tidak. 3 menit sudah cukup." Lanjut Dax begitu santai. Tidak dengan Robert yang semakin ketakutan.

"B-bagaimana aku bisa percaya padamu? Setelah aku meluaimu, kau mungkin akan menyerangku dari belakang." Balas Robert tak percaya pada manusia di hadapannya.

"Aku tak pernah ingkar janji."

Walaupun Robert masih tak percaya, ia tetap harus mencoba melukai Dax. Robert kemudian, menyerang Dax dengan berani. Ia hanya memikirkan bagaimana ia bisa membunuh manusia di depannya itu. Ia tak peduli jika harus masuk penjara karena perbuatannya.

Berulang kali Robert mencoba melukai Dax, Dax selalu berhasil menepisnya. Tidak. Bahkan, Robert pun tak bisa menyentuhnya. Sedangkan Dax, sudah berhasil menggores tangan, kaki, dan pipi Robert.

Dax tersenyum miring seraya berkata, "Dasar lemah." Merendahkan Robert.

Sudah hampir 8 menit, tapi Robert tak kunjung dapat menggores tubuh Dax. Dax lagi-lagi tersenyum merendahkan.

2 menit menjadi penentu. Robert begitu berusaha semampunya agar ia berhasil melukai laki-laki itu. Ia tak tau apa yang akan terjadi kepadanya setelah 2 menit berlalu.

Namun nyatanya, usahanya tak juga membuahkan hasil. 2 menit berlalu dengan sekejap. Dax yang sedang memperhatikan jam di tangannya, kini menatap Robert.

"Sayang sekali." Ujar Dax. Ia lalu, melempari Robert dengan pecahan vas yang ada di lantai. Sekali lemparan, langsung menggores pelipis Robert. Membuat lelaki itu, kembali ketakutan dan kembali tersungkur di lantai.

Dax lalu, mendekatinya dan mengangkat kedua kerah laki-laki itu. Melihat wajah Robert dari dekat dan tersenyum merendahkan setelahnya.

"Wajahmu seperti babi." Ucap Dax sembari tersenyum miring. Mendengar ucapan Dax, mengingatkan Robert akan dirinya di masa lalu.

"K-kau.."

"Selamat tinggal, Robert Tennant. Selamat bertemu dengan kedua sahabatmu."

Crat!

Setelah mengucapkan hal tersebut, tanpa basa-basi lagi Dax menebas leher Robert dengan pisau andalannya. Saat itu juga, tubuh Robert mulai kejang-kejang.

Dax lalu, memiringkan tubuh Robert dan perlahan menggorok leher laki-laki itu. Dax menggoroknya seperti manusia yang menyembelih seekor sapi. Darah Robert terciprat ke segala arah. Bahkan, ke wajah Dax.

Tepat 3 menit, tubuh Robert sudah tak lagi bergerak.

Setelah leher Robert setengah terlepas, Dax lalu menggantungnya secara terbalik. Kaki di atas dan kepalanya yang hampir putus berada di bawah.

Sungguh pemandangan yang luar bisa indah bagi Dax.

Flashback off

"Tenang saja Elena, kalau kau ingin bertemu Robert, sekarang juga aku bisa mengabulkannya." Ucap Dax sembari terus mengencangkan cekikannya.

Tak lama, lelaki itu melepaskan tangannya dan melemparkan Elena dengan kasar ke atas kasur. Napas Elena terengah-engah. Ia mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Ternyata, seperti itu lah rasanya ketika manusia hampir kehilangan nyawanya.

Dax lalu, menarik pakaian Elena sehingga perempuan itu terduduk. Kemudian, Dax menarik rambutnya dengan kasar hingga mampu  membuat Elena mendongakkan kepalanya.

"Apa ukiran di perut masih belum cukup?" Ujar Dax yang semakin kuat menarik rambut Elena. Perempuan itu hanya bisa meringis kesakitan sambil menangis dan memegangi rambutnya yang terasa akan lepas dari akarnya.

"Untuk kesekian kalinya kuperingatkan kau Elena. Kalau kau melakukan hal bodoh lagi, lihatlah apa yang akan kuperbuat pada organ intimmu." Bisik Dax di telinga Elena. Sungguh sebuah ancaman yang takkan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

Saat itu, Elena sudah tak lagi memikirkan bagaimana ia bisa keluar dari Mansion itu. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatannya. Ia sudah tak lagi peduli dengan dunia luar.

Setelah Dax pergi, Elena memeluk tubuhnya sendiri, menyelimuti tubuhnya dengan selimut dan menangis di dalam sana.

Aku takut!!!!

Teriak Elena dalam hati.

Can You Find Me ? [COMPLETED]Where stories live. Discover now