Elena lagi-lagi kembali mengingat apa yang pernah terjadi di ruangan itu. Sungguh sebuah tragedi yang tak ingin ia alami lagi. Ia sungguh berharap mendapatkan bukti di sana dan bisa keluar hidup-hidup.

Gadis itu tau apa yang akan terjadi jika Dax sampai tau apa yang ia lakukan di ruang bawah tanah itu. Namun, jika ia terus-terusan berdiam diri berharap Lucas dan Robert segara menyelamatkannya, ia akan semakin lama berada di Mansion itu.

Elena menghidupkan lampu ruangan. Untungnya, lampu itu hidup walaupun remang-remang. Gadis itu menelusuri seluruh ruangan. Tak ada bekas darah. Ia pun bingung dari mana asalnya bau anyir itu, padahal tak ada noda darah di sana.

Berbagai macam benda tajam terpampang di dinding, mulai dari pisau, pedang, senapan, dan masih banyak lagi yang tak Elena ketahui namanya.

Elena mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan pandangannya jatuh ke arah sebuah lemari yang begitu besar di sana. Ia akhirnya, berjalan ke sana dan membuka lemari tersebut.

Setelah membukanya, kaki Elena lemas. Ia terduduk di sana. Bau amis begitu kuat. Elena sampai tak bisa menahan isi perutnya lagi, ia pun memuntahkannya begitu saja. Sungguh pemandangan yang sangat menjijikkan.

Berbagai macam organ manusia ada di dalam lemari itu. Ternyata, lemari itu bukanlah lemari biasa. Lemari itu adalah lemari pendingin yang didesign dengan sangat unik.

Organ itu berada di dalam sebuah toples. Mulai dari ginjal, bola mata, otak, jantung, hati dan masih banyak lagi.

"Apa ini?" Gumam Elena yang begitu ketakutan dan mulai meneteskan air mata. Tubuhnya pun bergetar. Hawa di ruangan itu pun semakin dingin menyelimuti.

Elena pun segera menutup kembali lemari itu dan menjauh darinya. Ia tak cukup kuat untuk kembali bangkit dari posisinya. Ia merangkak menuju tangga. Ia tak ingin lagi berada di ruangan itu. Pikirannya untuk mencari bukti, tak lagi ia lakukan.

Namun, dewi keberuntungan tak memihak Elena hari itu. Saat ia mencoba berdiri untuk menaiki tangga, Dax sedang berdiri di sana. Hal itu membuat Elena tak bisa lagi menahan kakinya untuk berdiri. Ia pun terduduk lagi di lantai dan perlahan mulai memundurkan tubuhnya.

Dax pun berjalan, menuruni anak tangga secara perlahan. Ia kemudian, berbelok menuju lemari pendingin tadi. Lalu, memasukkan sesuatu ke dalam toples yang Elena yakini itu adalah organ manusia yang lain.

Saking takutnya, Elena sampai menahan nafasnya. Ia hanya bisa meremas pakaiannya.

Tak lama setelah meletakkan 'sesuatu' di lemari pendingin tadi, Dax berjalan menghampiri Elena. Elena merasa tubuhnya sudah mati rasa. Dingin di sekitar pun sudah tak ia rasakan. Ia hanya bisa pasrah. Pasrah bahwa ini adalah hari terakhirnya di dunia.

Setelah begitu dekat dengan Elena, Dax merobek pakaian Elena sehingga memperlihatkan pakaian dalam permpuan itu. Elena terkejut dengan apa yang dilakukan Dax.

Dax pun mendekatkan tubuhnya ke leher Elena, menghirup wangi tubuh Elena. Hanya ketakutan yang Elena rasakan.

"Apa yang kau lakukan di sini, sayang?" Tanya Dax begitu lembut di telinganya. Elena tak menjawab pertanyaannya. Jangankan berbicara, bernafas pun ia begitu kesusahan.

Kemudian, Dax menjauhkan tubuhnya dari Elena dan kini sedang memegangi perut perempuan itu.

"Apa kau ingin salah satu isi perutmu kuletakkan di sana?" Ucap Dax sembari mengelus perut perempuan itu.

Ucapan Dax membuat tubuh Elena kembali bergetar. Ketakutan pun mengalir di pembuluh darahnya. Keringatnya juga tak henti-hentinya mengalir.

Elena menggeleng dengan cepat. Ia masih ingin hidup. Ia masih ingin hidup bahagia dengan Ace, anaknya.

"Lalu, untuk apa kau ke sini?"

Elena tak bisa menjawab pertanyaan Dax. Lebih tepatnya, ia tak mau menjawabnya.

"Tak mau jawab?"

"Baiklah, kalau itu maumu. Sudah lama sekali aku tak mendengar jeritanmu." Ujar Dax lagi sembari mengaitkan rambut Elena ke belakang telinganya.

Tanpa aba-aba, ia menusuk perut Elena dengan pisau kecilnya dan mulai mengukirkan nama 'DAX' di perut cantik Elena. Elena pun mengerang kesakitan. Ia juha menendang-nendang Dax. Namun, tentu saja Dax bisa menahan tendangannya. Tendangan Elena seperti gigitan semut bagi Dax.

Elena meremas pakaian Dax. Sungguh ia merasakan sakit yang teramat sangat. Tragedi yang tak ingin ia alami, justru kembali terulang di tempat yang sama dengan pelaku yang sama.

Senyuman Dax yang berada di atasnya terlihat begitu menyeramkan.

Satu huruf baru saja selesai Dax ukir, begitu banyak darah yang mengalir dari perut Elena. Huruf selanjutnya, Dax lakukan dengan begitu rapi dan terlihat sangat indah baginya.

"Tenang saja, sayang. Kau tak akan kehilangan organmu. Aku hanya menunjukkan rasa cintaku padamu." Ujar Dax sembari memperlihatkan senyumannya.

Elena menggeliat begitu hebat. Rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya, tak bisa ia tahan. Sungguh sakit yang luar biasa. Karena Elena tak kunjung diam, Dax pun mendudukinya dan mulai mengukir perut Elena lagi.

"Lepaskan aku, Dax! Kumohon.." Ucap Elena dengan air mata yang berlinang. Berapa kali pun Elena memohon, Dax tak akan pernah mendengarnya.

Setelah mengukir nama 'DAX' di perut Elena, Dax lalu menjilati darah yang keluar dari perut Elena.

"Darahmu sangat manis sayang. Aku suka." Ucap Dax yang terlihat begitu menyukai apa yang baru saja ia lakukan. Sedangkan, Elena menatapnya begitu jijik. Hanya perih yang bisa ia rasakan ketika Dax menjilati luka yang telah ia ukir di sana.

Karena darah yang tak henti-hentinya mengalir dari perutnya, Elena pun akhirnya tak sadarkan diri.

-

-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Can You Find Me ? [COMPLETED]Where stories live. Discover now