Sakusa melepas maskernya dan tersenyum tipis. Wah, apa aku bermimpi? Seorang Sakusa tersenyum? Sepertinya aku harus memeriksakan mataku setelah ini.

“Membuatmu diam.” Jawabnya.

“Kenap—“

Kali ini aku merasa tubuhku kaku. Apa arti dari kalimat ‘membuatmu diam’ sama dengan ‘aku akan menciummu’? sejak kapan bahasa Jepang punya arti kata yang sangat menjebak dan erotis seperti itu.

Aku merasa ini tidak benar, jadi aku berusaha untuk mendorong Sakusa untuk menjauh. Aku berhasil meskipun kepayahan, nafasku pendek-pendek dan itu membuat jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Rasanya mau gila, ciuman pertamaku diambil tanpa seizinku dan oleh orang asing seperti Sakusa.

Aku berniat ingin menamparnya, tapi Sakusa menangkap tanganku dan kembali menciumku. Aku berontak dan mencoba melepaskan pegangan Sakusa pada tanganku, tapi semuanya sia-sia. Sakusa lebih kuat dariku, aku tidak bisa melakukan apapun lagi.

Aku lelah, dan sudah tidak punya tenaga untuk melawan. Tanganku terkulai di sisi tubuhku, tidak sanggup lagi melawan ditambah dengan air mata yang sudah berusaha aku tahan akhirnya mengalir membasahi pipiku dan ciuman kami. Aku mengira-ngira kapan ini akan berakhir, tak lama kemudian Sakusa menjauhkan wajahnya dan menghapus air mataku.

Dia melihatku sebentar lalu membuatku duduk di pangkuannya. Aku yang masih belum bisa mengendalikan emosiku hanya bisa menurut. Aku bahkan menerima sapu tangan yang dia berikan untuk menyeka air mataku.

Aku bernafas dengan hati-hati, berharap kalau Sakusa tidak akan menciumku lagi kali ini. Aku sudah terkejut ketika ciuman yang pertama, dan tidak berdaya ketika ciuman kedua, aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi padaku kalau Sakusa akan menciumku untuk yang ketiga kalinya.

“Semuanya akan baik-baik saja.” ucap Sakusa memecah suasana canggung diantara kami. Aku tidak bisa memikirkan maksud perkataannya, tapi Sakusa membuatku bersandar padanya dan mengelus kepalaku. Sekarang apa yang akan dia lakukan sekarang?

“Sa-sakusa-san.” Aku melirik waspada kepada Sakusa dan dia pun melihat kearahku. Jarak kami begitu dekat kemudian secara refleks aku menutup kedua mulutku dengan sapu tangan.

“Ada apa?”

“Kenapa kau menciumku?”

“Apa itu sangat mengganggumu?”

Bukankah aneh kalau aku tidak terganggu sama sekali. Walaupun belum terpikirkan olehku untuk memiliki pacar, tapi aku sungguh me… ah aku bahkan tidak bisa berpikir dengan baik setelah mengalami hal tidak terduga dari Sakusa.

 “Kamu seharusnya tahu tanpa bertanya padaku. Apa kau pikir aku ini perempuan yang bisa kau cium sembarangan?”

Sakusa menggeleng, “Tidak. Aku menyukaimu makanya aku menciummu.”

Menyukaiku? Jadi dia menciumku karena dia menyukaiku? Memangnya hanya itu yang dia bisa? Paling tidak seharusnya dia memberitahuku dahulu kalau dia menyukaiku. Bukan tiba-tiba menciumku dan memberitahuku setelahnya. Kacau sekali.

“Jadi sekarang bagaimana?”

“Ke-kenapa kau bertanya padaku?”

“Maksudku, kau sedang galau karena masalah Sou, dan aku baru saja menciummu dan menyatakan perasaanku. Juga, kau sepertinya tidak berniat untuk pindah tempat duduk.”

Aku terkejut ketika sadar kalau aku duduk di paha Sakusa dan berniat untuk berdiri ketika Sakusa justru memelukku.

“Sa..Sakusa-san.”

“Aku mendengarkan.”

“Jadi maksudmu, sekarang kau memintaku untuk jadi pacarmu? Tapi apa kau benar-benar menyukaiku?”

“Aku sudah bilang tadi, dan lagi aku bukan laki-laki yang mencium perempuan yang tidak kusukai.”

Aku yakin Sakusa tidak akan melepasku sebelum aku menerima perasaannya. Sangat memaksa, tapi perasaan ini tidak sama seperti saat Sou mengatakan perasaannya padaku. Saat ini terasa sangat mendebarkan dan tidak terduga.

“Baiklah.”

Aku melihat Sakusa tersenyum jahil, “Maksudnya?”

“Apa aku harus mengatakannya?”

“Tentu saja. Aku tidak akan tahu, kalau kau tidak mengatakannya dengan jelas Sayang.”

Dia bahkan sudah memanggilku ‘Sayang’. Menyebalkan, dia mempermainkanku.

“Aku akan jadi pacarmu. Apa kau puas?”

“Sangat puas sekali.” Jawabnya lalu mencium pipiku ringan.

Siapa sangka kegalauanku akan berakhir dengan menjadi pacar Sakusa. Aku bahkan ingat dengan jelas kalau kami sama sekali tidak pernah berbicara sampai hari ini dan aku malah menerima pengakuan cinta yang tiba-tiba dan setuju menjadi pacarnya.

Aku merasakan Sakusa menyandarkan kepalanya di pundakku. Alami sekali, padahal sebelum ini kami seperti orang lain.

“Jangan terlalu dipikirkan. Tentu saja kau juga menyukaiku, karena aku tidak akan mengambil resiko dengan memintamu menjadi pacarku kalau akan ditolak.”

W-wah. Jadi dia sudah menebak kalau aku akan menerimanya? Memangnya dia dukun?

“Kau hanya tidak ingin mengakui kalau kau sebenarnya menyukaiku, karena aku juga tidak pernah menunjukkan kalau aku menyukaimu.” Jelas Sakusa.

"Benarkah?"

"Kira-kira begitu. Kau bisa bicara apa saja dengan Sou tentang hari ini, tapi kusarankan untuk memberitahunya kalau kita sudah pacaran. Kalau dia tidak percaya padamu, bawa dia padaku maka aku akan menunjukkan padanya kalau kau itu adalah pacarku.”

‘Tunjukkan’? Dia akan menunjukkan kalau aku pacarnya, dengan cara apa? Apa dia akan menciumku seperti tadi? Akh.. memikirkannya saja sudah membuatku malu.

“Tidak apa-apa. Aku akan memberitahu Sou dan memastikan dia percaya padaku.” Jawabku cepat.

Aku harus berusaha dengan baik, bagaimanapun Sakusa yang mulia dan mesum ini sudah menjadi pacarku mulai hari ini. Ah, aku harus berkonsultasi pada Motoya-kun setelah ini.

Haikyuu Romanceحيث تعيش القصص. اكتشف الآن