Uncontrolled Stigma

270 40 0
                                        

Penyesalan merundung Yeonjun, semestinya ia tidak lembur hari ini

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Penyesalan merundung Yeonjun, semestinya ia tidak lembur hari ini. Melupakan fakta bahwa ia masih harus melakukan konsultasi psikoterapi mingguan nya, yang baru usai kala jarum jam menunjukan pukul tepat 10 malam. Yeonjun tidak begitu paham kenapa pria itu mempertanyakan pertanyaan aneh yang sama terus menerus setiap minggu nya, sangat memuakkan.

Dan yang lebih sial nya lagi, beberapa saat lalu ia berniat untuk pulang menggunakan bus umum yang kebetulan lewat, rasa kantuk yang melanda membuat nya tertidur pulas saat di tengah perjalanan dan berakhir melewatkan pemberhentian yang dekat dengan kediaman nya. Yeonjun tidak tahu dimana diri nya sekarang, ia tidak memiliki uang sepeser pun lagi, tak ada seorang pun yang tersisa di dalam bus. Kacau.

Ah—hidup benar benar sedang bercanda dengan ku.

Pada pemberhentian berikut nya, supir bus terpaksa menurunkan—atau lebih tepat nya mengusir Yeonjun ke tempat yang bahkan kedua iris nya tidak pernah lihat seumur hidup nya. Sesaat sebelum ia menapakkan kaki nya turun dari bus, hembusan angin malam yang dingin dan menusuk, menerpa sekujur tubuh nya. Halte bus dengan pencahayaan remang itu sulit membuat nya merasa nyaman.

Sesekali ia menghembuskan nafas, mengarahkan kepada telapak tangan nya tuk sekedar menghangatkan diri. Yeonjun bersumpah, ia akan mengutuk dokter sialan itu jika seekor harimau menerkam nya saat ini juga. Sangat aneh untuk sebuah halte bus berada di tengah jalan yang mengarah ke hutan, orang gila mana yang ingin berhenti di halte bus ini!?

Menerima takdir buruk menyekap pria malang itu, kaki yang kala itu gemetar karena suhu malam terasa sedingin kutub utara bertahap memaksa untuk bergerak. Terdesak—Yeonjun mau tidak mau berjalan kaki, merasa buta arah, namun setidak nya ia harus mampu mencapai jalan raya di perkotaan.

Netra kewalahan akibat lembur itu menuntut untuk mengatup, namun Yeonjun memperkuat tekad nya untuk terus melangkah. Suasana malam itu mencekam berlatar belakang suara jangkrik dari kejauhan di berbagai arah, sangat tenang dan tentram namun mengancam.

Kepala nya menengadah, memandang ke arah langit yang kala itu telah meredup sejak lama, bulan menempel di langit utara, memancarkan sinar rembulan indah nya. Yeonjun cukup yakin, jika saja bulan malam itu memiliki nyawa, bahkan benda langit itu akan menertawakan seberapa menyedihkan diri dan juga kehidupan nya dari atas sana.

Tas kerja berwarna hitam pekat yang di tenteng pria Choi itu meluruh tanpa di sadari hampir mencium tanah. Kedua kaki nya itu kerap bergerak, mempertahankan sekujur tubuh nya yang mulai goyah karena penat yang melanda. Napas nya tersengal, pasokan udara yang masuk lebih sedikit dibanding yang dikeluarkan nya.

Apakah tidak ada cara mati yang lebih baik dari ini?

Iris lentik nya sedikit demi sedikit mengatup—hampir mencapai batas nya, tubuh jangkung itu melemah, bahkan udara sejuk yang menghantam nya mampu menjatuhkan si surai hitam kapan saja. Lelah, kata itu lah yang muncul dalam benak Yeonjun.

Tubuh nya ambruk sepersekian saat setelah langkah terakhir nya menapak pada permukaan tanah, kepala nya memutar hebat, namun semakin lama ia berdiam diri semakin ia tak dapat merasakan maupun merespon apa pun yang terjadi dengan tubuh nya, mati rasa.

Perlahan tenggelam dalam kesunyian tak berarti, menatap gelap nya langit malam yang perlahan berganti dengan kegelapan dari iris nya yang nyaris tertutup total. Di saat saat terakhir itu, sesosok manusia datang menghampiri nya, sorot mata nya sedikit kabur, tak dapat melihat dengan jelas wajah sang pria. Langkah kaki itu berhenti tepat di hadapan nya, meskipun sedikit kabur, samar samar Yeonjun dapat menyaksikan wajah pria misterius itu.

Tunggu. Apakah itu—

Kai..?

Terhanyut semakin dalam menyusuri alam mimpi. Kedua iris nya terbuka, segera tubuh itu bangun dari tidur, jantung nya memompa secepat kilat, dengan napas tersengal beserta cairan berasa asin yang turun melalui pelipis nya. Sebuah mimpi buruk yang lebih mengerikan di banding pergi ke rumah sakit.

Pupil netra nya menerawang sekitar, Yeonjun sedang berada di ruangan nya, lengan nya meraih selimut yang menaungi tubuh itu, menyingkirkan nya ke sudut kasur. Kedua kaki jangkung yang ikut di penuhi keringat itu bergerak, turun dari kasur, berniat mengambil segelas air untuk menenangkan diri.

Namun, bunyi telepon ponsel Yeonjun tiba tiba saja bersuara, menguap sesekali karena seperti nya masih terlalu dini bagi diri nya untuk bangun dari istirahat. Yeonjun meraih ponsel yang ada di atas meja, sedikit mengernyitkan dahi, memastikan siapa orang yang menelpon nya tengah malam begini.

Nomor yang tak dikenal, tanpa keraguan, jemari nya menggeser tombol angkat pada layar ponsel.

"Halo?"

"Bzztt..kak Yeonjun, aku taku—bztt..ut, tolong—bzztt..aku kak." suara seorang pria remaja memasuki liang pendengaran Yeonjun, jaringan yang terputus putus membuat Yeonjun kesulitan memahami ucapan nya.

"Ini siapa? Bagaimana kau tahu nama ku?" Yeonjun kembali mengernyitkan dahi penuh tanya.

"Aku..bzztt—tak..ztt—ut." ia kembali mengulang ucapan yang sama, suara nya terdengar gemetar dan ketakutan. Baru saja Yeonjun ingin krmbali bersuara, sambungan terputus secara sepihak. Aneh.

Baru saja mengatakan jika ia mendapatakan telepon yang aneh dan tak biasa, Yeonjun menatap layar ponsel nya, hal yang ia saksikan kali ini bahkan jauh lebih aneh. Tanggal yang terpampang pada ponsel nya menunjukkan hari Jumat, tanggal 13, bulan Juni, tahun 2013. Bukankah seharus nya saat ini sudah tahun 2019? Apa yang sebenar nya terjadi?

"Tunggu, jika sekarang tanggal 13 di bulan Juni—" Yeonjun bermonolog, memutar otak sejenak, "—itu arti nya yang baru saja bicara dengan ku di saluran telepon adalah, Kai..?" menyadari kebodohan yang baru saja ia perbuat, Yeonjun kembali memeriksa riwayat telepon nya, memastikan firasat—benar saja, itu adalah nomor dari seorang pria yang beberapa saat lalu disebut sebut berinisial Kai.

Ia bergerak secepat kilat tidak memperdulikan keadaan tempat tinggal nya yang berantakan bak kapal pecah, bergerak cepat menuju ambang pintu, ia keluar dari sana dalam keadaan tergesa. Pikiran nya hanya berpusat kepada satu hal, pria yang beberapa saat lalu meminta pertolongan dari nya melalui saluran telepon.

Bilah bibir sang empu tak henti henti nya merapalkan makian yang ditujukan bagi diri nya sendiri, atas kesalahan fatal yang telah ia perbuat, "Bertahanlah, kumohon." menuruni sederetan 2 anak tangga sekaligus. Penat yang mulai menyelubung kaki nya tidak ia hiraukan, pada anak tangga terakhir, pergelangan kaki nya terkilir.

Keanehan nya tak sampai di situ saja, sebuah lubang hitam pekat yang perlahan dan semakin lama semakin membesar berada tepat di hadapan nya, ia jatuh ke dalam kegelapan.

Netra lentik itu terbuka cepat, tubuh Yeonjun bangun dari tidur nya, dengan napas tersengal, beserta jantung yang terpompa tak karuan, kejadian sama yang ia alami beberapa saat lalu terulang kembali. Kepala nya berdenyut, merasakan sakit luar biasa menggerayangi sekujur tubuh nya. Jadi, tadi itu hanya mimpi, dan sekarang adalah kenyataan? Yang mana yang benar?

Seperti nya Soobin benar, aku mulai gila.

Kembali menerawang sekitar dan menyadari bahwa ini bukanlah tempat tinggal nya.

[3] Uncontrolled Stigma : [Selesai]

tbc — ©aonorae

Save Me Before I Lost || YeonGyuOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz