34. Trying to Breathe

Mulai dari awal
                                    

Lisa berusaha melupakan janji-janji kakaknya. Juga berusaha hidup tanpa Chaeyoung yang selalu berada di sisinya selama ini.

Dia melakukan semua janji Chaeyoung itu sendirian. Sejak beberapa hari lalu, dia selalu bepergian sendiri. Mulai dari makan di restaurant mahal sendiri, berbelanja sendiri, bermain sendiri, dan kini dia sedang berada di dalam bioskop.

Menonton sebuah film sendirian di tengah manusia yang berpasangan. Berusaha terbiasa sengan tidak adanya sosok Chaeyoung.

Tapi dia tidak bisa. Kepalanya terus saja dipenuhi oleh bayang-bayang Chaeyoung. Sampai film yang dia tonton tak di hayati sedikit pun. Lisa sibuk menguatkan dirinya yang terus ingin pergi menemui Chaeyoung sekarang.

Sampai dimana sebuah tangan tiba-tiba menggenggam tangannya. Lisa tentu kaget bukan main. Dia pikir yang menyentuhnya adalah hantu, karena sejak tadi tak ada yang menempati kursi di sampingnya.

Tapi Jennie ada disana. Walau gelap, Lisa bisa melihat senyuman tipis kakaknya itu. Yang tanpa Lisa tahu, bahwa beberapa hari ini pula Jennie selalu membuntuti Lisa kemana pun.

Dia tidak melarang Lisa. Karena Jennie tahu yang Lisa lakukan untuk kebaikan adik bungsunya sendiri. Dia hanya bisa menjaganya dari jauh. Tapi saat ini, ada hal yang benar-benar Jennie ingin beritahu pada Lisa hingga terpaksa menghancurkan kesendirian sang adik.

"Baru saja Eomma menghubungiku. Chaeyoung harus menggunakan ventilator."

Napas Lisa tercekat. Kakak kembarnya itu seakan benar-benar sudah jauh untuk Lisa gapai. Sekuat apa pun Lisa membangun bentengnya, tetap saja mendengar hal itu dirinya sungguh hancur.

"Percaya tidak? Jika Chaeyoung masih berusaha keras untuk bertahan. Jadi, kita juga jangan menyerah ya?" Jennie mengusap kepala Lisa.

Dia tentu tahu apa yang ada dipikiran adik bungsunya itu. Lisa berusaha melepaskan, walau sulit sekali melakukannya.

"Unnie---"

"Ayo temani Chaeyoung hingga akhir? Jika dia masih memiliki keinginan untuk bersama kita, mengapa kita harus putus asa?" Jennie memotong ucapan sang adik. Saat ini, yang harus Jennie lakukan adalah membangun kekuatan Lisa kembali. Membangun rasa optimis sang asik yang sempat hilang entah karena apa.

Berusaha terbiasa dengan tak hadirnya sosok Chaeyoung, memang bagus di mata Jennie. Kelak ketika Chaeyoung memang tak bisa bertahan, Lisa tak akan terlalu jatuh.

Tapi ketika melihat hazel milik sang adik itu sekarang, yang Jennie tangkap hanya kesengsaraan. Lisa bukan melatih dirinya, namun menyakiti dirinya sendiri.

"Unnie, aku menyayangimu." Lisa memeluk Jennie.

Menerima dekapan hangat itu Jennie terkekeh. Punggung kurus sang adik ia usap. Memberikan kekuatan baru yang memang sangat Lisa butuhkan saat ini.

"Unnie juga menyayangimu."

..........

Menghangatkan diri di tengah badai memang rasanya percuma saja. Hari-hari yang mereka jalani sama sekali tidak selalu baik. Ada kalanya, perasaan ingin menyerah itu muncul.

Sudah satu minggu Chaeyoung harus bernapas dengan selang ventilator yang terpasang melalui mulutnya. Tenggorokan gadis itu sudah terasa sakit, tapi jika alat itu dilepas dia tak akan bisa bernapas dengan baik.

Setiap saat rasa sakit terus menemaninya. Yang bisa Chaeyoung lakukan hanya meneteskan air mata dalam diam. Karena meringis pun seakan tak mampu.

Walau sudah di ambang batas, Chaeyoung selalu mendapatkan kekuatan baru memalui keluarganya. Apalagi Lisa yang akan selalu datang dengan senyum lebar nan menggemaskan.

Puzzle Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang