Min Do-Yun

46 2 4
                                    

"Nek, aku berangkat!"

Aku segera mengambil kunci rumah dan membuka pintu.

"Eoh! Josimhae!" (hati-hati!) Teriak nenek dari dapur.

"Ne! neodo!" (ya! nenek juga!) Kata terakhirku sebelum menutup pintu dan berangkat.

Hari ini adalah hari terakhirku untuk datang menemui lelaki itu. Aku terpaksa untuk pindah ke Pohang besok karena nenek ditugaskan untuk berjualan di sana. Bahkan sejujurnya, aku sedih meninggalkan Seoul yang indah ini, kota kelahiranku dan tempat dimana aku besar dan menua bersama nenek.

Aku bahkan belum sempat melihat-lihat sekolah yang bagus disana, pekerjaan paruh waktu yang baik dengan gaji yang cukup untuk membantu keuanganku dan nenek, Hanya rumah sewa yang tergolong murah juga restoran yang akan mempekerjakan nenek sebagai salah satu juru masak disana. Aku sudah mengunjungi semuanya, dan juga sudah ada truk yang mengantarkan hampir semua barang-barang pindahan. Beberapa sudahku tata dan tinggal beberapa keperluan sisa yang masih tertinggal di Seoul untuk aku dan nenek tinggal 1 minggu lagi sebelum terbang ke Pohang.

Terlebih memang nenek alasan kuat kenapa kami harus sampai pindah ke Pohang. Restoran yang dikerjakan nenek di Seoul telah buka cabang di Pohang. Setelah melihat ternyata restoran itu juga diminati di Pohang, pihak restoran telah berdiskusi denganku untuk memindahkan nenek.

Nenek memang jago masak. Satu-satunya kalimat yang tak pernah bisa aku pungkiri dihidupku. Aku selalu ingin mengejek tentang masakannya bahwa itu tak enak dan sayangnya, selalu gagal. Saking enak makanan buatannya, Ketika aku mau berbohong tentang itu, seketika itu juga aku lupa apa yang aku pikirkan. Hingga aku berhasil menyatakan bahwa kimbab nenek adalah makanan terenak di hidupku.

Hidupku memang membosankan. Kegiatanku sehari-hari selalu berputar-putar seperti roda. Namun syukurlah, aku merasa gaya hidup ini tidak membebaniku dan nenek. Buktinya sampai sekarang kami berdua baik-baik saja, ya... walau kenyataannya kami tidak selalu damai. Ku anggap wajar, memang kadang manusia semakin tua semakin menjengkelkan.

Namun, hidupku tidak membosankan lagi. Semenjak saat itu aku sedang dititik jenuh dan lelah, aku berusaha untuk mencari udara segar. Sampailah aku di depan gedung yang besar dan paling sepi di antara toko-toko lain. Padahal gedungnya bagus dan sepertinya tertutup, apa ini angker? Ah lupakan, aku butuh duduk gratis saat itu.

Ternyata itu adalah perpustakaan yang sangat besar dan luas. Perpustakaan ini seperti penyelamat terbesar dalam hidupku selain nenek. Aku bertemu cinta pertama, tempat yang menurutku nyaman selain rumah, dan perpustakaan ini seperti tempat perlindunganku disaat aku membutuhkannya.. seperti.. bolos sekolah? hihi. Tak kusangka cinta pertamaku kutemukan saat aku berumur 14 tahun dan rasanya seperti vitamin untuk menjalani hidupku jika aku bertemu dengan lelaki itu. Mulai dari situ, aku jadi sangat sering belajar di sana, berlibur kesana, tidur disana, bahkan ketika aku memiliki waktu kosong, aku selalu mengandalkan tempat itu.

Sekarang malam, pukul 20.00 aku baru selesai membantu nenek membuat terigu dan mandi. Aku pamit dan meninggalkan nenek yang masih memaksa untuk membuat adonan tteok. Bukannya aku tidak mau membantu, namun memang aku sudah mengirimkan pesan pada lelaki itu untuk datang tepat jam 8 malam karena hal serius yang ingin kubicarakan. Bahkan sejak tadi aku berniat membatalkannya, namun nenek menentang keras.

"Kita besok pindah, dan kamu hanya akan mengucapkan selamat tinggal dengan cinta pertamamu lewat telepon?"

Aku terdiam.

Nenek berdecih.

"Belum tentu juga dia menjawab. Kau sering cerita bahwa dia adalah pria yang cuek. Bahkan Namanya saja kau tak tau."

My LibraryHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin