Chapter 5: Reveal

20 4 86
                                    

"Aku iri dengan hidupmu."
Ucap Diana dan Nina pada satu sama lain.

***

"Masih ngawasin mereka berdua?"

Jeon sempat melihat ke belakang untuk memastikan bahwa benar Fanny yang datang. Kemudian ia hanya mengangguk acuh tak acuh. "Masih belum ada peningkatan." komentarnya ringan.

Fanny lantas mengambil tempat duduk di sebelah seniornya. Tatapannya turut memicing memerhatikan layar belah, sisi kanan untuk Diana dan kiri untuk Nina. "Mereka beneran punya energi yang sama."

"Bener, kan?" Jeon menjentikkan jari. "Bukan salahku hal ini terjadi. Insiden itu emang di luar hitungan."

"Sunbae tau kan, sekalipun jiwa mereka tertukar secara gak sengaja, susah buat balikinnya?"

"Resiko dari mainin hukum alam si, Fan. Tapi setidaknya mereka gak ngelaluin ini buat hal yang sia-sia, kan?"

***

Suasana mendadak berubah menjadi dingin. Baik empat orang di sana sama-sama tidak ada yang mau membuka suara. Diana pada tubuh Nina diam, begitu juga Nina, Rara, dan Sun. Kalau diingat-ingat, kecelakaan itu terjadi saat mereka memiliki tanggungan kerja kelompok.

Nina sudah mendengar dari Rara, akibat kecelakaan itu, akhirnya Rara terpaksa mengganti partnernya dengan Sun. Lantas milik Diana dan Nina bisa dikerjakan sebagai partner berdua, tugas boleh dikumpulkan menyusul.

Tetapi Sun yang tau kondisi tidak bisa melepas mereka berdua kerja kelompok sendirian. Alhasil Rara yang memiliki tanggung jawab dan sedikit rasa bersalah karena telah mengganti partner tanpa kabar pun ikut menemani.

Tapi jatuhnya kok kayak gini?

"Trus... gimana... tugasnya?" Rara yang paling pendiam ternyata paling punya keberanian untuk membuka suara.

"Gue mau ada acara. Gak bisa." Diana tiba-tiba nyeletuk. Nina mengernyit bingung.

"Acara apaan?" Tanyanya. Jelas dia bingung karena sejak kapan Diana punya agenda di tubuhnya?

Dan setelah diperhatikan, ternyata mereka ahli juga cosplay satu sama lain. Diana yang mau pulang cepat, dan Nina yang tidak terima Diana pulang duluan. Ckckck.

Yang ditanya hanya mengangguk sambil memejamkan mata. Sok sekali, apalagi tangannya sudah dilipat di dada, "Mau pulang!"

Nah ini, udah jelas kalo Diana cuma mau bikin Nina kesel doang.

"Betah ya di rumah?" Nina menyindir.

Diana malah ngangguk seneng, "Iya donk!" Sesekali matanya terbuka sedikit untuk melihat reaksi Nina. Ia harus menahan tawanya saat gadis itu benar-benar terlihat kesal.

Tapi Diana tetap harus mengingat satu hal, ia tidak boleh mengulangi hal yang sama. "Kita teleponan aja mau ambil apa, besok langsung eksekusi."

Nina mencebikkan bibir lantas mengangguk menyetujui, "Ya ya ya..."

Sepertinya walaupun sedang terlibat pada satu masalah yang sama, Nina tetaplah Nina, Diana juga begitu. Mereka sama sekali belum ada tanda-tanda bisa menjadi teman dengan sikap saling gengsinya.

ParallelOù les histoires vivent. Découvrez maintenant