3. KAMERA BARU

10 2 0
                                    

Payung-payung berwarna-warni melindungi barang dagangan para pedagang di Cartagena. Hari ini Khalil dan Diego menemani Mama Julia ke pasar. Aku juga ikut serta, dengan pengait yang menggantung di saku kemeja Khalil yang tak terkancing. Cuaca begitu terik. Warga lokal berbaur dengan wisatawan dari berbagai tempat. Laura sudah barang tentu ikut serta dengan sepatu bertumitnya itu. Ia sedang memilih-milih aksesori sembari mematut diri di depan cermin.

Khalil membelikan Mama Julia topi rajut bundar untuk melindunginya dari panas yang terik. Sementara ia dan Diego memilih menyesap minuman dingin untuk mengusir hawa gerah. Sama halnya seperti kedua lelaki itu, Laura pun melakukan hal yang sama.

"Kau tak mau pakai topi? Kulitmu terbakar nanti," ujar Mama Julia kepada Laura.

"Tak apa Mama. Aku sudah pakai sunscreen."

"Mama, justru itu yang Laura inginkan. Dia ingin kulitnya eksotis. Seperti para Miss Universe itu." Diego menjelaskan sekaligus menyelipkan sindiran di sana.

Empat tahun lalu, perwakilan Kolombia memenangkan kontes kecantikan tersebut melalui seorang gadis cantik bernama Paulina Vega. Paulina bertubuh ramping dengan senyum yang indah. Tubuhnya nyaris sempurna dengan kulit putih kecokelatan. Dan di tahun berikutnya, Kolombia nyaris memenangkan kontes itu lagi. Tapi sayangnya Ariadna Guttierez—perwakilan Kolombia saat itu mesti terjegal dengan cara memalukan karena aksi salah mengumumkan pemenang oleh si pembawa acara. Banyak pendukung dan warga Kolombia yang marah akibat kejadian tersebut. Sebuah kesalahan yang sangat memalukan dan rupanya memicu semangat nasionalisme Laura untuk bisa mewakili negaranya mengikuti kontes tersebut kelak.

"Tunggu sampai aku berdiri di panggung Miss Universe dan membawa mahkota itu untuk negara kita." Laura bersungut mendengarkan komentar Diego.

"Kupikir, kau memang layak menjadi seorang Beauty Queen." Khalil menengahi.

"Dengar? Orang lain bisa melihat lebih objektif daripada keluarga sendiri." Laura terlihat senang ada yang membelanya.

"Karena dia orang lain," sahut Diego. "Khalil cuma kasihan melihat obsesimu."

"Apa gunanya meributkan hal semacam ini di sini?" Mama Julia muncul di antara Diego dan Laura. Mungkin sudah gerah melihat perseteruan kedua anaknya itu. Kalau tidak ditengahi, sepertinya Diego juga masih betah meledek Laura terus-terusan. Mirip tingkah Khalil kalau sedang meledek Anna, atau saat Anna mengusili abangnya itu.

Ah, mari kuceritakan lagi sedikit tentang mereka. Adik kecil—begitu cara Khalil memanggil Anna, adalah si manja yang selalu meminta perhatian dari seluruh penghuni rumah. Dan ia selalu bisa melakukannya, terutama dari Khalil.

Setiap pagi, Anna yang selalu bangun lebih awal akan menggedor-gedor pintu kamar Khalil dan berteriak membangunkannya.

"Abang... bangun. Bersihin mobil Ayah." Begitulah kelakuan Anna. Dan kalian tahu? Anna tidak akan pergi dari depan pintu kamar sampai Khalil membukanya. Lebih tepatnya, Anna tak akan berhenti menggedor sampai Khalil muncul di celah pintu.

"Berisik lo!" seru Khalil, tak benar-benar marah pada Anna.

"Bangun kali... semua orang udah sibuk tuh di bawah."

Sambil mengusap-usap wajahnya untuk mengusir kantuk, Khalil menemukan Anna sudah berpakaian rapi dengan pulasan make up khas remaja putri.

"Lo mau ke mana, masih pagi udah dandan gitu?"

"Gimana? Perfect, nggak?" Anna berputar-putar di hadapan Khalil, lalu menyibakkan rambutnya bak model iklan sampo.

"Lo mau ke mana? Jawab dulu pertanyaan gue."

"Ke perpusnas. Sama Theo."

Wajah Khalil berubah kecut. "Jadi, syarat masuk perpusnas itu dandan kece, ya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ted on Tuesday (Terbit di Cabaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang