04: Richard dan Keingintahuannya

66 7 1
                                    

Abel menatap Richard, begitu juga sebaliknya.

Setelah makan malam tadi, Richie—panggilan nyonya Andersen terhadap putranya itu benar-benar meneror dirinya dengan berbagai pertanyaan perihal Indonesia, atau lebih tepatnya Hindia-Belanda. Serius deh, bayangkan ada orang yang tiba-tiba bertanya seperti:

Bagaimana pemandangannya,

Apa saja rempah-rempah yang ada,

Bagaimana orang-orangnya, terlebih orang Belanda yang datang ke Hindia-Belanda, dan yang terakhir

Apa orang-orang lokalnya bisa menggunakan senjata.

Masalahnya, jika yang membombardir dirinya dengan pertanyaan tersebut adalah Lily, mungkin saja Abel dapat menjawabnya. Tetapi dengan Richard yang kini memandangnya penuh harap? Di tahun yang bahkan papa dan mamanya saja belum sama sekali lahir ke dunia? Yang benar saja!

"Tuan Richard," Abel menghembuskan napas berat, bingung juga mau menjawab apa. "Maaf jika perkataan saya setelah ini terdengar kasar, tapi apa yang anda lakukan sekarang membuat saya merasa seperti tengah di interogasi oleh anda."

Apa yang diutarakan Abel barusan membuat Richard terkejut, terlihat dari mulutnya yang membentuk hurif 'O'—mengingatkan gadis itu akan ikan koi peliharaan papanya. Jadi kangen sama mereka, deh, batinnya.

"Maaf jika membuatmu tak nyaman," Lelaki dengan rambut coklat keemasan tersebut mengangguk mengerti. "Jadi... apakah kau memiliki ide agar percakapan kita saat ini lebih nyaman untuk kita berdua?"

wah, gentleman sekali. "Bagaimana jika kita saling bertanya? Anda bertanya, saya menjawab, dan sebaliknya?"

"Baiklah," balas Richard. "Kau bisa bertanya terlebih dahulu."

"Apa pekerjaan tuan sekarang?" tanpa ragu Abel bertanya, membuat Richard terkekeh.

"Langsung ke sana, huh?" Richard mengusap dagunya, masih amuse dengan gadis di seberang meja itu. "Aku bekerja di Departemen Pemerintahan untuk Britania Raya."

Wah anjir apaan tuh? "Oh wow... ok..."

"Sekarang aku yang bertanya; bagaimana Hindia-Belanda?"

"Kenapa sepertinya anda tertarik dengan—" belum juga ia menyelesaikan pertanyaannya, Richard memotong.

"Sekarang bagianmu untuk menjawab, Abel, bukan bertanya."

"Ah, benar juga." Abel menggaruk bagian belakang kepalanya, tidak tahu juga harus membalas apa selain mengarang bebas. "Kalau di tempat tinggalku hawanya tidak terlalu panas. Ladang para petani juga lumayan banyak di sekitar rumah—tapi sebelum anda bertanya apa yang tumbuh di ladang itu, tidak, sayangnya saya tidak begitu tahu."

Richard menyerap informasi yang baru saja ia dapat. Dan seperti diberi instruksi untuk balik bertanya, Abel pun melontarkan pertanyaannya yang terpotong tadi.

"Kenapa anda begitu tertarik dengan Hindia-Belanda, tuan?"

"Aku mendengar kabar burung jika kami tengah mengirimkan beberapa pasukan untuk dikirim ke sana."—Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Apalagi dengan perang yang tengah terjadi saat ini, berita terakhir mengatakan Prancis tengah menduduki Madrid. Lumayan membuat orang-orang di kerajaan khawatir kalau bisa kubilang."

"Lalu?"

"...Lalu?"

Abel mendengus. "Tidak mungkin 'kan kalau alasannya hanya karena anda mendegar kabar burung semata? Pasti ada alasan lain."

Richard ikut mendengus. "Baiklah, baiklah. Dua tahun lagi aku dikirim ke sana bersama beberapa orang dari departemen."

"Dikirim ke Indonesia? Untuk apa?"

"Maaf, nak, rahasia negara. Lagi pula aku tidak tahu jika kau benar-benar anak yang tersesat atau mata-mata yang dikirim oleh Belanda."

Abel melebarkan matanya setelah mendengar jawaban Richard barusan, apalagi dengan tatapan curiga yang diarahkan kepadanya. Panik? Jelas, lah. Dirinya tidak memperhitungkan kalau Richard akan mencurigainya secepat ini, apalagi pakai diomongin segala, pula!

Dan karena ini juga Abel menggunakan rencananya yang lain: berbohong, dengan sedikit akting.

Menggebrak meja diikuti menunjuk pria di seberangnya dengan jari telunjuk, Abel dengan berapi-api berucap;

"Dengar ya pak tua, ayahku ke sini untuk belajar menjadi seorang dokter, TERIMA KASIH kepada status kakekku sehingga kami berdua bisa pergi dari para penjajah keji itu dan kembali bertemu ibu!"

Setelah itu ia berdiri, lalu pergi menuju kamarnya di lantai atas tanpa membalas Richard yang berkali-kali memanggil namanya.

Maaf banget Richard, kalau gue nggak bereaksi begini malah jadinya kurang meyakinkan!





hallo teman-teman, gimana kabarnya?sebelumnya aku mau minta maaf karena gak update-update Back to 1809

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hallo teman-teman, gimana kabarnya?
sebelumnya aku mau minta maaf karena gak update-update Back to 1809. aku juga kaget ternyata udah kurleb 2-3 tahun cerita ini kutelantarin gitu aja T____T

untuk kedepannya, aku gak bisa janji banyak karena aku sendiri lagi ada di semester akhir, tapi akan aku usahakan untuk update kalau-kalau nantinya ada waktu luang.

mungkin segitu dulu dari aku. semoga sehat selalu semuanya!🌻

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Back to 1809Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang