Friendly

5 0 0
                                    

bahasa : non-baku
words : ± 875
inspired by : @/raissarmdhn
(on tiktok)
link vid→https://vt.tiktok.com/ZSJ3JFLqX/

happy reading!

luv,
latte.

Sore ini hujan lagi. Hwang Yeonjoo mengepalkan tangan, mati-matian menahan kesal lantaran merasa dibohongi oleh ramalan cuaca pagi tadi. Dirinya tak membawa payung.

Dari gerbang fakultas, Yeonjoo berlari ke halte. Orang-orang beramai-ramai duduk berteduh hingga membuat dirinya mau tak mau berdiri.

"Joo, bareng gue aja gimana?"

Salah satu temannya berhenti dengan moge-nya. Menawarkan bantuan kemudian terkekeh menyadari ia hanya membawa jas hujan model kelelawar-yang mana berarti Yeonjoo harus menunduk di bawah jas hujan bagian belakang pria itu.

Yeonjoo lantas menolak beralasan arah rumah mereka yang berlawanan. Tersenyum kendati dalam hati merutuk temannya dengan membawa motor besar dan tinggi itu.

Seiring berjalannya waktu orang-orang mulai pergi menggunakan bus, memesan ojek online dan dijemput.

Kini Yeonjoo berdiam diri di tempat duduk sambil berpikir jalan mana yang akan ia ambil. Mengingat dirinya berangkat ke kampus dengan berjalan kaki, sudah pasti pilihan itu tak akan terpakai di keadaan sekarang, sedangkan kartu busnya ia tinggal di kamar dan tak ada uang tersisa di dompetnya selain kartu ATM.

"Yeonjoo!" Seorang gadis berteriak dari dalam mobilnya. "Lo belum pulang?"

"Jiya! Iya, nih." Yeonjoo mengulum bibirnya sembari mengelus tengkuk. "Eum, gue boleh numpang lo ngga?" Katanya tak enak hati.

"Boleh aja, sih. Tapi gue ada urusan sebentar, lo ikut gapapa?" Menelan ludah gusar, Yeonjoo total bingung mendengar tawaran itu. Bagaimanapun juga ia tak ada waktu untuk bepergian, tujuannya saat ini hanyalah pulang ke rumah dan mengerjakan tugas yang sedang diambang deadline.

"Duh, drop gue aja ngga bisa, ya?" Jiya memeriksa arlojinya. "Ga bisa, nih. Gue buru-buru banget."

"Yaudah, deh. Thanks, ya, Ji. Gue nunggu reda dulu aja di sini gapapa."

"Sorry banget, Joo." Jiya berpamitan kemudian menutup kaca jendelanya. "Eh, Yeonjoo!"

Ingatan yang tiba-tiba muncul itu mengurungkan gerakannya. Jiya membuka kembali kaca jendela mobilnya. "Lo sama sepupu gue aja, gimana?"

"Hah?" Mata Yeonjoo membulat. "Iya, kelas terakhir dia habis ini selesai. Gue telfon Yoongi, ya."

"Eh? Tapi, Ji-"

"Gue duluan!"

Rahang Yeonjoo terjatuh. Tak ada hal yang bisa ia pikirkan lagi selain kedatangan sepupu Jiya-Min Yoongi setelah ini.

Secepat mungkin ia menggeleng menyadarkan diri kemudian beberes. Membuat dua orang lain yang masih terduduk di sana menatap bingung mendengar grasak-grusuk yang Yeonjoo ciptakan.

"Hwang Yeonjoo." Ah, tolong bawa dirinya ke bukit dan dorong ke jurang.

"Apa?!" Yeonjoo berbalik, mendapati seorang pria dengan pakaian casual serba hitam mengendarai motor matic dan sebuah barang dalam genggaman.

"Kalem dong." Yoongi menyunggingkan senyumnya melihat ekspresi tak mengenakan dari Yeonjoo.

"Nih." Ia menyerahkan jas hujan berwarna merah muda. "Dih, siapa juga yang mau nebeng lo. Terus juga apaan, nih. Pink? Ngeledek gue, ya."

"Apa, sih? Mending pink apa kuning?" Pria itu menarik jas hujan yang dipakainya. Yeonjoo mengernyit kemudian berdecak sebal. Yoongi tahu dirinya benci warna kuning.

"Yaudah." Yeonjoo mengenakan pelindung hujan itu kemudian naik ke motor. Lelaki itu terkekeh. "Liat, siapa yang tadi nolak-nolak?"

"Dih! Kalo gitu mau lo, gue tur- Anjir!" Sang gadis berteriak kencang berpegangan pada pundak pria di hadapannya. Dengan kurang ajar, Yoongi menekan gas tanpa aba-aba.

"Nanti kalo ditilang lo yang nyogok, ya. Salah sendiri ga bawa helm." Cerocos sang lelaki mampu membuat Yeonjoo naik pitam.

"Mending lu turunin gue di sini daripada cepek ilang. Lagian gue ga ada cash!"

"Yaudah." Merasakan kecepatan motor itu menurun, Yeonjoo reflek berteriak. "Ya, jangan dong! Lo jahat banget!"

Yoongi terkekeh. "Bercanda. Nih." Ia mengambil helm yang ada di antara kedua kakinya kemudian disodorkan pada Yeonjoo.

"Cih." Yoongi menyunggingkan senyumnya mendengar decihan kecil dari sang gadis. "Pegangan, Joo."

"Apa?! Gue bukan anak kecil."

"Kalo jatuh, jangan nangis." Nasihat yang lebih terdengar seperti ledekan itu membuat Yeonjoo mengepalkan tangan lalu mendaratkannya pada bahu di hadapannya.

"Kok di bahu?"

"Terus mau lo di mana?!"

Pria itu bergerak menarik tangan Yeonjoo, memasukkannya ke kedua saku jas hujan miliknya. "Heh!" Protes gadis itu.

"Biar aman. Gue ngebut, nih." Mau tak mau, Yeonjoo membiarkan tangannya di sana. Awalnya ragu, tetapi kemudian ia kencangkan genggamannya.

"Joo."

"Hm."

"Lo kenapa sih, kalo sama gue judes banget? Padahal sama yang lain friendly. Lo suka gue, ya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Yoongi.

"Kok lo geer?" Pria itu terkekeh sementara Yeonjoo bergerak gusar. "Cewe biasanya gitu, kan. Sok-sokan judes biar ngga keliatan lagi salting."

"Jangan gerak-gerak, Joo. Makin berasa detak jantung lo." Yoongi berujar dengan tatapan keduanya yang berpapasan melalui kaca spion. Terlihat jelas wajah usil pria itu meledek.

Tak ada jawaban, hanya Yeonjoo yang menunduk menenggelamkan wajahnya di bahu Yoongi dan pelukan yang mengerat.

Entah, apakah ia malu atau kesempatan. Tapi yang Yoongi rasakan, tangan gadis itu sedikit bergetar di dalam sakunya.

Sesampainya di rumah, hujan telah reda. Yeonjoo melepaskan helm dan jas hujan, dikembalikannya pada Yoongi kemudian berjalan masuk.

"Udah?"

"Apanya?"

"Makasihnya."

Mengulum bibirnya gugup, Yeonjoo kembali berbalik dan mengucap terima kasih tanpa menatap mata Yoongi, lalu melangkah masuk.

"Yang ikhlas, Joo." Yeonjoo menghela napas. "Iya, makasih, Yoongi atas tumpangannya."

"Tatapan itu penting dalam tata krama." Yeonjoo memejamkan matanya. Lo berisik banget, Yoongi. Gue mana kuat.

"Makasih, Yoongi." Di depan sana, seorang lelaki bertumpu dagu dengan senyum manis tersungging. "Iya, sama-sama, Yeonjoo. Jangan malu ngungkapin perasaan, ya."

Rahang Yeonjoo mengeras bersamaan dengan rasa panas yang menjalar di pipi. "Dasar babi."

Yoongi tertawa kencang hingga matanya buram tertutupi oleh air mata. Ia melihat Yeonjoo yang tersipu lalu berjalan masuk ke rumah dengan gertakan langkah kaki.

Ah, memang lucu sekali pujaan hatinya.

RemahanWhere stories live. Discover now