Part VII - ajakan

9 2 0
                                    

Kak Iel membangunkanku jam 5 tepat. Katanya ia ada kelas pagi itu dan tak akan sempat membangunkanku jam 6 nanti. Dinginnya pagi ini membuatku sangat malas untuk mandi dengan air biasa. Airnya pasti akan dingin sekali. Ingin mandi dengan air panas pun aku harus mendidihkan banyak air. Satu ceret besar pun tak akan memenuhi bak mandi dengan air panas.

"Kak? Airnya dingin atau tidak?"

"Nggak terlalu sih menurut kakak, cuman tinggal kamunya aja. Kakak mau bangunin Anna trus nitipin Anna ke Tante Guntur," aku mengangguk padanya lalu masuk kedalam kamar mandi.

Tentu saja airnya dingin, jam 5 bangun langsung mandi. Saat air dingin itu menyentuh kulitku, aku hanya menggigil dan aku mencoba untuk membiasakan tubuhku dengan air dingin itu.

"Tak apa, semuanya akan baik baik saja", itu yang aku ucapkan terus dikepalaku.

Aku memberanikan diriku untuk mengguyurkan air dingin itu kesekujur tubuhku, "AAAAAHHH!! DINGIIIINN!!"

Dinginnya air itu sering membuatku malas mandi pada pagi hari. Sering sekali aku tak mandi saat ingin ke sekolah. Bukan sebuah kebiasaan sebenarnya, hanya saja ibu jarang memanaskan air untuk sekeluarga mandi sedangkan aku tak punya waktu untuk menunggu air mendidih. Manja memang, aku tau.

"David? Kalau udah selesai mandi cepet keluar, kakak kebelet!"

"Aku masih lama selesainya! Airnya dingin!"

"Kau ini alasan saja! Cepat!"

"Iya iya!" Aku sangat terpaksa harus menggebyur badanku dengan air dingin dan mandi dengan cepat.

Aku keluar dan melihat kakak berusaha sekuat tenaga menahan eegnya agar tak keluar.

"Heh minggir! Kakak kebelet banget!"

"Iya iya.. ahahaha."

Aku tak ingin mengganggunya lebih jauh. Nanti aku nggak mendapatkan uang jajan yang sudah dibagi ibu sebelum ia pergi keluar kota bersama ayah.

Jam 6 tepat aku sudah berada di halte bus. Menunggu busnya datang sangat membutuhkan waktu yang lama. Sebab itulah aku lebih baik memilih bis yang jam 6 an daripada yang 6.30. Belum berhenti berhenti juga macet di jalan. Mulai sekolahku masih jam 7.30. Lebih baik menghabiskan waktu dengan belajar daripada membuang buang waktu.

"Hey, David!"

"Hey, pak supir!"

Pak supir bis ini dan aku sudah kenal satu sama lain. Selain karena ia selalu menyupir bis sampai kesekolah, dia juga merupakan tetanggaku. Oh iya, anak perempuannya yang baru saja lahir sangat lucu.. ihihihi.. pernah sekali aku cubit pipinya lalu dia menangis.

"Nak! Pemberhentianmu!"

"Ah makasih pak!"

Suasana sekolah saat pagi sedikit mencekam. Aku tak bohong jika pertama kali aku masuk kesini dan paling awal sendiri, aku takut. Sekolah ini memiliki bangunan seperti bangunan belanda. Ya kalian bisa bayangkan sendiri sebagaimana mengerikannya jika kau berada disini seorang diri. Tapi tak apa, ada guru atau OB yang sudah datang paling awal.

Saat dihalaman, aku menoleh kearah lobby dan tak melihat siapapun.

"Cih katanya mau menungguku di lobby," ucapku dalam hati. Aku hanya bercanda, mana ada orang datang jam 6.30. Ada sebagian murid tapi mana mungkin si tuan muda itu datang pagi.

Pagi pagi seperti ini ruangan guru sudah ramai dengan guru-guru yang rajin. Mereka biasanya guru ipa dan ekonomi. Hmm.. tak akan guru ipa dan guru ekonomi tak masuk untuk sehari saja. Sekalinya tak masuk tugasnya seambrek. Menyebalkan saja!

Hari selasa, pelajaran pertama matematika wajib, jam terakhir biologi. Hmmm.. sungguh indahnya hari selasa. Apa mereka tak berniat memiliki sistem kependidikan seperti amerika? Dimana anak anak memilih mapel yang mereka inginkan? Hah?

Aku mengeluarkan buku astronomi yang aku pinjam kemarin, aku akan mengembalikannya pada istirahat pertama. Malas sekali pagi pagi harus ke perpustakaan hanya untuk mengembalikan buku. Lebih baik nanti, bisa bertemu dengan Timothy. Seenggaknya untuk menemaniku mengembalikan dan mencari buku.

Aku pergi membuka jendela dan menyadari lagi betapa dinginnya suasana pada saat ini. Aku bisa masuk angin kalau begini caranya.

Jendela yang tadinya aku buka, aku tutup kembali karena aku tak bisa menahan dingin.

Orang orang tak berniat datang pada jam segini? Aku sendirian.

"DAVID! Gue relain dateng jam segini! Lo nggak tau, beberapa hari ini gue nyariin elo terus anjim!" Eva masuk ke kelasku dengan rambut yang masih acak acak an. Aku tau ia tak mengenakan helm saat mengendarai motor.

"Gue... mau lo inget inget tentang masa smp lo! Gue tau dulu elo pendiam dan jarang temen, tapi gue nggak peduli. Ibget inget dulu!"

Aku memutar otak lagi, mumpung masih pagi kepalaku masih fresh. Ingatanku akan masa smp sudah hampir hilang sepenuhnya. Aku hanya ingat saat aku masuk kedalam organisasi OSIS dan menjadi wakil ketua OSIS.

"Ooohhhh... aku tau! Kau yang memberiku surat!"

"NAAAAHHH!! Akhirnya inget juga. Sejak aku ditolak olehmu, nggak ada cowok yang aku dekati sama sekali."

Dulu saat SMP Eva ini menembakku dengan surat, bilang ia suka padaku tapi aku menolaknya. Entah apa dulu alasanku. Pada saat itu ia benar benar culun dan jauh dari penampilannya sekarang, ia dulu juga dipanggil Putri kalau tidak Evana. Mana aku tau, dia dipanggil Eva sekarang.

"Baguslah kalau kau masih ingat! Aku ingin menjadi temanmu! Pada saat itu aku langsung pergi setelah kau menolakku, jadi.. mari berteman," Eva mengulurkan tangannya padaku, aku menerimanya dengan senang hati.

Setelah itu, Eva mengajakku berjalan jalan karena katanya ia takut dikelas sendirian pada jam itu. Apalagi kelasnya tepat disamping gudang, kadang barangnya jatuh sendiri, padahal ada alasan logisnya.

Ia tampak menikmati jalan jalan bersamaku. Walau disepanjang jalan kami berdua hanya saling diam. Yang aku tau dari Eva adalah, dia sebenarnya sangat suka dengan bunga walau ia memiliki kepribadian barunya itu.

"Gue denger lo deket sama Kak Stefan?"

"Iya."

"Sejak kapan?"

"Sejak aku ketemu sama dia pas judi di gang buntu."

"HEH?! LO KETEMU SAMA KAK STEFAN PAS judi?" Tanyanya dengan memelankan kata 'judi' di ucapannya.

"Iya.. pas itu Kak Gama ngebet pengin pulang bareng aku, jadi ya, dia ngikut aku sampek ke bis, pas di halte random, aku turun nggak bilang bilang sama Kak Gama. Trus yaudah ketemu sama Kak Stefan. Dia judi masih pakai seragam sekolah dengan teman judi lainnya."

"Ooohhh.. gue kira dia judi dengan anak sekolah sebelah. Duit mereka banyak boss, sekali judi keluar tu 20 jeti lebih! Setiap kali gua menang judi, bisa mbayar setengah utang emak gue! Lu ikut deh kapan kapan sama gue. Gue ajarin judi!"

"Enggak.. nanti kepergok ayah ibu bisa di coret dari kk.. hehe."

"Halah, sekali doang!" Eva berusaha mengingat sesuatu, "eh.. kalo nggak salah nanti ada judi. Ikut gih, lumayan dapet duit. Hehe. Ntar gue yang judi, lo liat!"

"Nggak boleh."

"Hih.. bilang ae mau nginep dirumah gue, barang elektronik ditinggal rumah!"

"I-iya!"

Terpaksa aku harus menuruti keinginannya. Aku juga ingin mencoba hal baru. Berapa banyak uang yang harus aku bawa untuk berjudi?

...............

My upperclassman!Where stories live. Discover now