enam

7.3K 2K 419
                                    

Kenapa hari libur hanya dibuat 'normal'-nya dua hari dalam seminggu?

Bayangkan, kalau libur kerja ... paling tidak tiga hari, pasti lumayan banget. Dua harinya aku gunakan untuk mencari uang tambahan, satu harinya untuk istirahat. Nope, aku tidak mengeluh. Hanya ... mencoba negosiasi.

Kepada siapa pun yang jelas tidak akan mendengar. Aku sedang berbicara di dalam hati, mulutku terkatup rapat.

Okay, apa pun itu, mari buat hari ini sebaik mungkin.

Pertama, aku akan pergi ke tukang sayur untuk membeli beberapa bahan makanan. Setelah itu nanti, aku harus ke rumah Mbak Indy, menjaga anaknya. Tentu dibayar, menjaga anak kecil bukan pekerjaan yang mudah.

Tetapi, aku bersyukur, semua yang pernah membayar jasaku adalah orang-orang baik.

Meski semua berawal dari ketidaksengajaan, yang berakhir ... aku dikenal dengan (lumayan) banyak relasi dari Mbak Indy dan suaminya.

"Astaga!" Jantungku rasanya seperti akan lompat keluar. Begitu membuka pintu kost, Birendra berdiri sekitar tiga langkah.

Dia ... terlihat panik sendiri. "Sori," katanya. "Aku tadi mau ketuk pintu, mundur lagi, mau ketuk lagi eh kamu buka."

Aku memutar bola mata, tetapi sambil tersenyum geli.

"Ng, hari ini kamu libur, ya?"

"Yap."

"Ng ... mau pergi?"

Aku mengangguk. Sedikit mengangkat dompet dan tas belanja. Aku mau tahu sejauh mana dia berusaha mempertahankan obrolan yang-dia-sudah-tahu-jawabannya ini.

"Ke mana?" Ia berdeham beberapa kali, tersenyum kikuk sambil sebelah kakinya digoyangkan sedikit ke depan. "Kalau boleh tahu."

Akhirnya tawaku lolos.

Seseorang mengatakan kalimat itu. Bukan Hera, tetapi Birendra.

Dan, kenapa aku seolah bisa merasakan vibe mereka berbeda. Ketika Hera yang mengatakan, semua terasa hanya karena agar dia tak terlihat kepo (untuk beberapa momen, dia memang mengakuinya anyway). Namun, ketika Birendra yang mengucapkan kalimat itu, dia terdengar (kali ini juga terlihat) benar-benar gugup dan ... salah tingkah?

Well, ini aneh.

Jika memang dia adalah Jagonya Flirting. At least, seperti apa yang kuasumsikan sebelumnya, seperti dia yang terlihat begitu baik dan ramah dengan semua orang ... seharusnya dia tak menunjukkan sikap ini.

Seharusnya dia bisa menguasai keadaan ini.

Ngobrol dengan seorang perempuan bukanlah hal baru untuknya.

Mengajak bincang-kecil-tak-penting juga bukan hal baru baginya.

Why???

Kenapa dia terlihat seolah sangat kesulitan ngobrol denganku.

Kecuali ....

Dia beneran tertarik padaku lebih daripada kebaikan pada para cewek lain?

Aku mau ini salah satu bentuk rasa terlalu percaya diriku. Okay, Tuhan? Please, please, please!

Aku menggelengkan kepala, maju selangkah, lalu bersandar di dinding sebelah pintu, dan bersedekap. "Mau ke tukang sayur. Abis itu, aku mau jagain anak orang."

Alisnya mengerut. "Jagain anak orang? Maksudnya gimana?"

Aku diam sesaat, menatap matanya dalam. Dia berkedip cepat, jakunnya bergerak, lalu ia membuang pandangan dengan sangat gelisah. Bi ... aku padahal nggak berniat menelanmu hidup-hidup.

katanya, cinta banyak caraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang