Kabar Tentang Mita

25.4K 2.2K 156
                                    

"Din!"

"Pergi, Mas! Jangan ganggu saya!" teriakku seraya meringkuk di atas kasur, sambil menghadap tembok.

Krek!

Terdengar suara pintu terbuka. "Pergi!"

Puk!

Seseorang menepuk tubuhku. Dengan cepatku menepisnya. "Din, lu kenapa?" tanya Suara di belakangku. "Ini gw, Mas Karno!"

Aku berusaha tenang. "Beneran, Mas Karno?" tanyaku masih meringkuk menghadap tembok.

"Iya. Siapa lagi? Kata si Mahmud, lu lagi sakit. Jadi gw minta anter ke mari. Sekalian liat kosan lu. Tuh orangnya!"

"Ada apa, Mas? Itu si Udin napa ngeringkuk gitu?" tanya Suara yang mirip dengan Mahmud.

"Gak tau, Mud. Ketakutan dia, kaya abis liat setan."

Perlahanku membalikan badan. Ternyata benar-benar Mas Karno dan Mahmud.

"Ada apa sih, Din? Lu dari tadi pagi aneh, kagak mau cerita."

Kuambil posisi duduk di atas kasur. Kemudian menceritakan kejadian semalam.

"Seriusan ada setan mirip gw?" tanya Mas Karno.

"Iya."

"Lu dah baikan belum?"

Kupegang kening. Tidak terasa panas. "Kayanya udah, emang kenapa, Mas?"

"Ya ... temen gw lah shift malem. Denger cerita lu, gw jadi serem sendirian."

"Duh, pusing, Mas!" ucapku seraya membaringkan badan di atas kasur.

"Gak usah pura-pura!" Mas Karno memukulku dengan bantal.

"Aw, sakit, Mas."

"Buruan mandi, terus berangkat. Ntar gw traktir makan. Lu belum makan, Kan?"

Aku menggelengkan kepala, seraya melihat jam. Sudah pukul lima sore. "Saya sholat dan mandi bentar ya, Mas."

"Ya udah buruan. Gw tunggu di luar."

Bergegasku bangkit, pergi ke kamar mandi. Setelah mandi dan sholat, kuhampiri Mas Karno dan Mahmud di depan.

"Dah?" tanya Mas Karno.

"Udah."

"Oh ya, Din. Tadi lu ditanyain sama Pak Kosim."

"Wah, semoga ada kabar baik."

"Kabar baik apa?"

"Tentang Mita. Semoga Pak Kosim udah dapet alamat rumahnya. Biar jenazahnya bisa cepet di anterin ke rumahnya. Terus gak gentayangan lagi di rumah sakit," jelasku.

"Oh."

"Yuk, gas. Kasian Bahar ditinggal sendirian," ajak Mahmud.

Kami pun pergi ke rumah sakit.

_________

Setibanya di parkiran rumah sakit, kuedarkan pandangan, mengecek motor Pak Kosim. Ada, berarti beliau belum pulang.

Ingin sekali pergi ke kamar mayat, menghampirinya. Namun, rasa traumaku akan kehadiran Mita di sana, membuatku mengurungkan niat. Lebih baik, menunggunya di mushola saja.

Sebelum adzan magrib berkumandang, aku sudah duduk di depan mushola. Dari kejauhan terlihat Pak Kosim sedang berjalan mendekat. Kuurai senyum, seraya menyambut kedatangannya.

"Sholat dulu aja, Dek. Nanti ada yang bapak mau omongin," ucap Pak Kosim.

"Iya, Pak."

Kami pun sholat berjamaah. Setelah itu, duduk di bangku dekat mushola.

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang