2 - WHAT?!?!

262K 8.3K 115
                                    

Karin pov

Drttt....drttt.....drttt.....

Getar HP itu mengganggu tidurku dan membuatku mau tak mau terbangun. Tapi rasanya sulit sekali untuk membuka mata dengan kepala yang sangat berat dan pusing ini.

Aku mencari HP ku yang bergetar itu dengan masih menutup mata.

"Hallo?" Jawabku dengan suara serak khas bangun tidur.

"Damn you! Where are you?" Suara Audy terdengar kesal.

"Home." Jawabku cepat.

"Ohh really? Who's home?" Pertanyaan yang aneh.

"Of course my home. What the hell with you?" Aku mulai malas menanggapinya. Aku hanya memperdalam kepalaku pada bantal yang nyaman ini.

"Really? Kak Aldo menelfonku tadi pagi. Dia mencarimu. Dan kau tidak mengangkat telfonmu. Akhirnya aku bilang kau bersamaku karena ada yang ingin kita kerjakan bersama-sama. Dan kau masih bilang kau sedang di rumah?" Audy terdengar jengkel.

Akhirnya aku membuka mataku dan menatap langit-langit kamarku.

Putih?

Mana bintang-bintang yang aku pasang di atas sana?

Aku mendudukan badanku masih sambil menempelkan HP di telinga kananku.

Tunggu! Apa ini?

Aku membuka selimut yang menyelimutiku.

"AAAAAAAAAAAAAAA!!!!!" Teriakku karena mendapati sebuah tangan besar  sedang memeluk perutku.

"What the.. ada apa?" Tanya cowo yang memelukku.

"Apa yang kau lakukan padaku? AAAAAA!" Aku menarik selimut untuk menutupi seluruh badanku sampai leher.

"Nothing." Katanya sambil mengucek-ngucek matanya. Dan dia.. topless dengan hanya mengenakan celana panjangnya!

aku langsung melihat kedalam selimut yang menutupi badanku.

"AAAAAAAAA!!" aku kaget saat melihat aku hanya memakai tank top dan hotpantku.

"Hey whats wrong with you? Bisakah kau tenang? Ini masih pagi." Cowo itu menutup kupingnya.

"Rin? Karin?" Suara Audy terdengar dari telfon yang masih ku pegang.

"Ha-hallo Dy? Bagaimana ini?" Tanyaku dengan panik.

"Apa? Suara siapa itu?" Aku tak menjawab. "Karin? Jangan bilang?" Suara Audy terhenti.

"Akan ku hubungi kau nanti." Aku langsung memutuskan sambungan.

Apa yang harus ku lakukan? Aku akan mati jika ka Aldo tau! Bagaimana ini?

"Hey tenang saja. Aku tidak mengapa-apakanmu." Suara cowo itu terdengar lagi. Aku langsung menoleh pada laki-laki yang masih berbaring di sampingku. Dia menggunakan tangannya untuk menjadi bantalan kepalanya.

"Lalu apa penjelasanmu tentang aku yang kehilangan bajuku?" Tanyaku sengit. Wajahnya berkerut. Sepertinya aku ingat dia.

"Ku rasa kau yang membuat kita seperti ini." Cowo itu kembali merebahkan badannya pada bantal.

"Vion?" Tanyaku memastikan.

"Hmm?" Dia menoleh padaku. "Sepertinya kau baru mengingat namaku." Vion memejamkan matanya kembali.

"Apa maksudmu dengan aku yg membuat kita begini. Bukankah kau yang memberiku minuman beralkohol itu. Padahal kau bilang kau tidak akan memberiku minuman beralkohol!" Aku mulai kesal.

"Hey, aku tidak bilang tidak beralkohol. Aku bilang minuman yang membuatmu melayang." Ralatnya. "Dan kau membuat kemeja kesayanganku terkena isi perutmu. dan itu juga mengenai bajumu. Mau tidak mau aku harus membukanya. Ingat itu? Aku tidak mau sepraiku berbau aneh." Vion mengingatkan yang membuatku langsung tertunduk malu.

"Dan kenapa kau membawaku ke sini bukannya mengantarku pulang?" Tanyaku lagi.

"Aku tidak tau rumahmu. Berhetilah bicara dan kembalilah tidur. " Vion mengambil posisi tidur membelakangiku. "Tapi kau cukup rusuh saat tidur." Ledek Vion.

"AAAAAAAA."

"Tidak. Huh! Berhentilah teriak." Vion memegangi kupingnya.

"Kau melihat kebiasaan tidurku? AAAAA..hubp." mulutku langsung dibekap oleh Vion.

"Oh serius manis, berhentilah berteriak. Kau membuatku hampir tuli." Aku menepis tangannya dari mulutku.

"Berhentilah seenaknya! Kita baru saling kenal!" Bentakku marah.

"Ya. Tapi kau pacarku." Ucapnya percaya diri sambil bangun dari ranjang dan berdiri. Berbeda denganku yang hanya bisa membelalakan mataku.

"Apa? Siapa yang kau sebut pacar?" Aku ikut bangkit berdiri.

"Kau, tentu." Vion tersenyum manis sambil melakukan sedikit peregangan.

"Kau mengada-ada! Sudah, aku mau pulang!" Buru-buru aku berjalan melewati Vion yang berdiri membelakangi pintu keluar. Tapi tiba-tiba Vion menahan ujung kaus yang ku kenakan.

"Jangan terburu-buru manis, setidaknya beri tau aku bagaimana caranya aku bisa menghubungi pacarku ini." Vion menunjukan wajah manisnya. Tapi buru-buru aku menepis tangannya.

"Berhentilah menyebutku pacarmu! Kau bukan pacarku!"

"Ingatanmu sungguh payah manis. Cobalah mengingat apa yang kita bicarakan tadi malam." Sekarang Vion memegangi ke dua tangan ku supaya aku tidak berontak. Akhirnya aku pasrah dan mencoba mengingatnya.

Aku pergi ke club dengan Audy. Lalu Audy pergi dengan pacarnya. Seseorang datang, lalu datang Vion, dia memberiku minuman, dan.....
Tiba-tiba semua kejadian mulai mengalir seperti sebuah film di kepalaku. Langsung saja wajahku bersemu mengingat  kelakuanku.
Apa yang aku lakukan kemarin? Aku menerima begitu saja menjadi pacarnya? Bahkan aku menceritakan semua masalahku padanya? Oh serius!

"Sudah ingat? " tanya Vion sambil mendekatkan wajahnya pada wajahku. Sekarang apa alasanku untuk menjauhkan diri darinya?

Ka Aldo tolong!!!
Tunggu, ka Aldo!

"Jadi kau memang pacarku.."

"Tunggu! Tunggu! Kau harus minta izin pada kakakku dulu!" Potongku.

"Sudah ku bilang itu perkara mudah." Jawab Vion santai membuatku buru-buru berbalik.
"Kau menganggap remeh kakakku. Hati-hati tuan, dia tidak semudah kelihatannya. Kalau mudah, sudah dari dulu aku punya pacar!" Seruku jengkel.

"Mungkin itu karena tidak ada pria yang lebih hebat dari pada aku." Kadar kepercayaan dirinya masih saja bertahan.

"Huh, kita lihat saja nanti." Aku berbalik mencoba menggapai pintu. Tapi lagi-lagi Vion menahan tanganku.

"Cobalah untuk mendukungku. Siapa tau memang akulah yang akan direstui kakakmu?" Vion berkata dengan lembut sambil terus menatap mataku dalam. Rasanya hatiku tersentuh dan tanpa disadari pipiku menghangat mendengar penuturannya.

Drttt.....drttt.....drttt.....

Getaran HP itu membuatku tersadar dan melepaskan cekalan tangan Vion pada tanganku. Ah untung saja HP itu menyelamatkanku dari degub jantungku yang tak beraturan.

Aku langsung meraih HPku yang ku taruh di dekat bantal tadi karena HPkulah yang berbunyi.

"Ha... hallo?" Jawabku gugup.

"Bisa kah kau menjawabnya dengan cepat? Aku mencoba menghubungimu lagi dari tadi!" Suara kesal Audy terdengar dari ujung sana. Aku membalikan badanku dan tersentak karena tiba-tiba sudah ada Vion dibelakangku yang seperti sedang menguping.

"A-ada apaa dy?" Tanyaku sambil berusaha menjauhkannya dariku HPku.

"Hey apa yang sedang... lupakan. kau harus sampai di rumahku dalam waktu stengah jam atau kau akan mati! Ka Aldo akan
menjemputmu!" Audy langsung mematikan sambungan telfon. Tapi kata-kata itu cukup membuatku membulatkan mata.

Cukup sebaris kata itu yang mampu menjungkir balikanku pagi ini!

Oke aku tau kak Aldo sering menjemputku. Tapi berbeda situasi sekarang. Aku yang sekarang tidak pulang dari tadi malam dan tidak mengangkat telfonnya dari tadi dan baru saja teman baikku membantuku berbohong untuk menyelamatkanku. Tapi beda cerita jika dalam setengah jam aku tidak sampai disana. Bisa-bisa kebohongan yang dirangkai Audy tidak berhasil!

"Mati aku! Mati aku!" Itu saja yang terus aku sebutkan dari tadi sambil mondar-mandir.

"Apa yang kau lakukan manis?" Vion menatapku bingung.

"Aku harus sampai di rumah Audy dalam waktu stengah jam atau aku biasa di bunuh oleh kakakku!" Aku menjelaskan dengan wajah panik.

Drttt.....drttt.....drttt....

Aku memandang layar HP ku yang masih ku pegang. HPku berkelap kelip menunjukan satu nama.

Posesif bro!

"AAAAAAAAAA!!!"

"Berhentilah teriak. Kau membuatku benar-benar tuli." Vion kembali menutup telinganya.

"Kakaku menelfon." Aku masih panik!

"Angkatlah." Vion mengambil HPku dan menggeser tombol hijau.

"AAAAAAAA!" Aku langsung merebut HP ku dan berlari ke kamar mandi.

¤¤¤¤

Vion pov

Aku sedang di mobilku dengan gadis manis yang sedari tadi tak henti-hentinya berbicara tidak jelas dengan muka panik. Yang bisa ku tangkap dari ucapannya adalah 'mati aku'. Dia terus saja mengatakan itu.

Dia sangat lucu dengan kepanikan yang melandanya seperti itu. Belum lagi setiap HPnya bergetar, yang dia lakukan hanya memekik dan menutup matanya tanpa mau mengangkatnya.

Aku jadi penasaran seperti apa sosok kakak yang dari kemarin membuatnya bimbang.

"Berhentilah panik manis. Itu membuatmu cepat tua."aku mengelus pipinya.

Karin memandangku dengan tatapan horor.
"Bagaimana aku tidak panik. Kakakku akan menjemputku dan apa yang akan dia katakan jika aku belum sampai di sana!" Teriak Karin frustasi. Aku baru tau satu hal. Gadis manis ini sangat menyukai berteriak.

"Tenang saja. Aku akan bertanggung jawab dan menjelaskan pada kakakmu." Aku mencoba menenangkannya.

"Tidak! Kau tidak boleh bertemu kakakku!" Dia bisa membunuhmu!" Aku hanya tertawa kecil.
"Jadi kau sudah menghawatirkanku?" Aku tersenyum menggoda. Wajahnya tiba-tiba bersemu merah mendengar perkataanku.
"Ma-maksudku bukan begitu. Aku hanya tidak ingin kakakku menjadi kriminal." Terlihat dengan jelas dia sedang mengelak. Manis sekali dia! Aku benar-benar tertarik dengan gadis manis ini.

"Stop di sini!" Teriaknya dan membuatku menghentikan mobilku.

Dengan cepat Karin berlari masuk ke dalam rumah dengan lucunya. Akupun ikut menyusulnya dari belakang.

¤¤¤¤

Author pov

Suara mobil terdengar jelas dari luar rumah dan membuat Karin yang masih mencoba mengeringkan rambutnya langsung berlari ke luar kamar Audy.

Karin sengaja menyiram rambutnya supaya terlihat kalau dia habis mandi agar Aldo tidak curiga.

"Gimana dy? Aku udah rapi?" Tanya Karin pada Audy saat sudah sampai di ruang tamu. Audy merapikan baju yang di pakai oleh Karin. Baju acak yang ditariknya asal dari dalam lemari Audy membuat Karin terlihat santai dengan baju hitam tanpa lengan dengan model leher kura-kura.

"Bagus kok." Audy tersenyum.

"Cantik." Suara Vion memuji. Dengan cepat Karin mencari asal suara dan mendapati Vion yang sedang duduk di ruang tamu.
"Ka-kamu ngapain di sini? Tanya Karin dengan wajah horornya.

"Aku kan udah bilang akan menemui kakak kamu." Vion hanya tersenyum.

"Niat yang baik. Semoga kau bisa hidup sampai besok." Audy menambahkan.

Tokk tokk tokk

Dengan sigap Audy membuka pintu rumahnya. Dan terlihat Aldo berdiri dengan wajah yang  khawatir.

"Karin, bisakah kalau kau menginap izin dulu? kakak hampir ke seluruh sudut kota hanya untuk mencarimu." Aldo langsung mengambil tempat di depan adiknya. Nada khawatir terdengar jelas dari suara Aldo.

"Maaf kak." Hanya itu yang mampu di keluarkan dari mulut Karin.

"Aldo?" Suar Vion terdengar jelas di telinga Karin. Ini yang dia takutkan. Vion dan kakaknya akan berbicara.

"Vion?" Aldo terlihat bingung. Dan tidak lama mereka langsung saling berhadapan dan berjabatan. Karin dan Audy hanya menatapnya dengan bingung.

"Kalian saling kenal?" Tanya Karin yang memang tidak bisa menahan rasa penasarannya. Kedua laki-laki tampan itu menoleh dan tersenyum.

"Ah sist, dia teman bisnis kakak. Bisa dibilang pebisnis yang hebat. Bahkan lebih hebat dari pada kakak." Aldo tersenyum pada Vion.

"Jangan terlalu melebih-lebihkan Al. Aku tak sehebat itu." Vion hanya tertawa.
"Kau pantas dipuji."Aldo tersenyum "Tapi, apa yang kau lakukan di sini?" Vion mulai tersenyum lebar.

"Meminta izin." Jawab Vion santai tapi cukup untuk membuat Aldo mengerutkan keningnya.
Lalu Vion berjalan mendekati Karin dan langsung memeluk pinggang Karin posesif.

"Boleh aku menjadikan Karin istriku?" Kata-kata itu sukses membuat semua orang yang ada di ruangan ini tercengang dan membulatkan matanya. Termasuk Karin.

"A-apa?" Tanya Karin memastikan. Setau Karin, Vion memang ingin meminta izin pada kakanya. Tapi hanya untuk menjadi pacar dan bukan calon istri!

Tapi dengan cepat Aldo menarik tangan adiknya menjauh dari Vion. Saat pegangannya terlepas, Vion merasa ada yang hilang.

"Maaf Vi, kau memang temanku dan rekan bisnisku. Tapi jika menyangkut adikku, aku tidak akan mentolerir siapapun." Aldo berkata dengan tegas.

"Al, aku akan menjaganya jika itu yang kau takutkan." Suara Vion terdengar memelas.

"Bukan masalah menjaganya atau tidak menjaganya. Tapi sifatmu. Aku tau sifatmu. Aku tau seberapa sering kau berganti-ganti wanita. Dan berapa banyak wanita cantik yang menggodamu di club mu itu. Aku tidak akan mengizinkan adikku bersama mu. Walaupun kau akan mencabut semua investasimu pada perusahaanku." Aldo berkata tajam ke arah Vion.

Itu adalah kata-kata yang paling manis yang pernah masuk ke telinga Karin. Kakanya sangat perhatian padanya. Karin hanya menatap kakanya dengan bangga.

Tapi tak di pungkiri ada sedikit rasa kecewa karena Vion tidak di izinkan oleh kakanya. Entah kenapa Karin mulai merasa nyaman dengannyaa

Tiba-tiba Aldo menggenggam jemari Karin dan menggiringnya keluar. Tapi tangan Vion menahan tangan Karin yang kosong.

"Kumohon dengarkan aku Al. Aku..."

"Aku bersumpah jika kau tidak melepaskan tangan sialanmu itu dari tangan adikku, aku akan melemparmu ke luar rumah ini.
Audy yang sedari tadi hanya menjadi penonton setia merasa mulai ngeri mendengar nada tajam di suara Aldo.

Dengan sangat terpaksa Vion melepaskan tangannya dari tangan Karin.

"Makasih Dy. kakak pulang dulu." Aldo pamit pada Audy. Audy hanya tersenyum takut dan mengangguk.

Tiba-tiba yang terdengar hanya suara mobil yang melaju cepat. Meninggalkan Vion yang masih berfikir.

"Sudah lah. Kak Aldo memang seperti itu. Akan sangat sulit mendekati Karin dengan sifat kakaknya yang seperti itu Kurasa lebih baik jika kau menyerah." Vion mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum miring.

"Seorang Johnson menyerah?" Vion tampak tersenyum miring. "Itu tidak ada dalam kamusku."

****

Posesif Bro! (Cetak!)Where stories live. Discover now