“Kirain tadi nggak mau.” Naka menerima laptop pemberian Reyzan dengan senyum jahil. “Itu doang?”
“Ponsel gue dan punya lo wajib sinkron dengan lokasi Naila,” tambahnya lagi. Dia memberikan ponselnya. “Gue ke bawah dulu, mau ke ruangan ayah.”
“Seketat itu, ya?” tawa Naka dengan pelan.
“Lakuin, pistol gue masih punya lima peluru,” kata Reyzan semakin membuat Naka tertawa. Laki-laki itu tidak peduli, dia melenggang pergi setelah menyetor ponsel dan laptopnya pada programmer berkedok ketua osis.
…🦋...
“Ini beneran Arvi yang ngebuat? Dia cantik, pintar, sempurna, dan orang yang dapat membuat saya mengenal apa itu arti pertemanan.” Naila membaca sederet kata dari proposal yang dibuat Arvi. Dia meloncat-loncat di jalan karena salting sendiri, jari telunjuknya digigit.
“Ini seriusan bapak gue nge-acc ini? Lucu banget plis, jantung gue nggak aman. Gimana, kalau besok Arvi ngajak kawin?” monolog Naila. “Ah, tapi mana mau gue. Dia, ‘kan masih gamon sama mantannya.”
Sadar akan kalimatnya sendiri, Naila mulai menetralkan dirinya karena takut dikata gila karena sejak dari rumah menuju ke indomaret dia malah asik sendiri. “Arvi itu cuman bercanda. Nggak serius, cuman niat jagain lo karena udah telanjur jadi tutor lo Arnaila.”
Naila menyimpan ponselnya di saku celananya, kemudian mengeluarkan selembar uang merah, segera mempercepat langkahnya menuju ke tempat tujuan.
“Mau beli ayam geprek aja deh,” kata Naila berubah tujuan tidak jadi ke indomaret karena singgah di salah satu penjual gorengan yang ada di dekat pusat perbelanjaan yang ditujunya.
“Sama bakso bakar aja.” Karena pelanggan ada banyak, jadi daripada harus berdiri mengantri yang membuat kakinya pegal, jadi lebih baik dia menunggu di tempat ini. Tangannya kembali merogoh ponselnya, untuk menghilangkan kebosanan sejenak.
“Eh, Naila ngapain?” Kedatangan seseorang berhasil membuatnya mendongkak sebentar.
“Ngebuang dosa jariyah, mau ngambil dikit nggak?” tawarnya. Kaisan menggeleng, kemudian ikut mengantri.”Kok nggak mau? Ini gue nawarin loh.”
“Nawarinnya yang lain aja, pasti gue terima,” balas Kaisan. “Mau beli apa Nai?”
“Ayam geprek sama bakso bakar, btw tumben kalem dan kece gini. Biasanya juga cosplay jadi komedian asal-asalan,” tegur Naila melihat perubahan cowok itu. “Apa karena lo udah masuk KU, makanya tobat?”
“Bukanlah,” tolak Kaisan.
“Ya terus apa dong?” tanya Naila menyimpan kembali ponselnya.
“Kalau malam gini, biasanya jadi kalem. Besok baru jadi gila lagi,” katanya. Naila memperhatikan sejenak, dia melihat aneh wajah dan tatapan tak biasa itu, ini bukan Kaisan yang dia kenal. Naila lebih menyukai versi gilanya dibandingkan kalemnya.
“Udah selesai merhatiinya? Tau gue ganteng, nanti gue nikahin kalau jatuh cinta.” Kaisan berdiri setelah sudah tak ada orang lagi.
“Nggak jadi muji, pokoknya nggak jadi!” Naila ikut berdiri di samping Kaisan, dengan wajah kesal. “Gue dulu yang duluan. Kok malah lo sih, yang dilayani.”
“Gue duluanin pesanan lo Arnaila,” balas Kaisan. Naila menyengir mendengarnya, tidak jadi melanjutkan omelannya.
“Duluanin? Oke deh, berarti dibayarin juga?”
“Kalau itu-“
“Ah, makasih. Entar gue nikahnya sama lo aja, biar jadi nyonya besar sebagai gantinya.” Kaisan memutar matanya, dramatis sekali. Kalau pun, dia ingin menikah pasti memilih-milih dulu dari kalangan mana, mana mungkin dengan anak Zentara. Bapaknya saja, sudah dua belum lagi saudaranya.
ВЫ ЧИТАЕТЕ
MIXTURE! (About Secrets)
Подростковая литература"Jadi, lo pikir bisa lepas dari gue?" "Lo pikir gue nggak bisa?" tanya Naila balik dengan nada sedikit sombong. "Gue bisa, bakalan bisa. Dan, gue bakalan buat lo nggak bakalan betah udah nerima tawaran ini. Siap-siap aja bentar malam sholat taubat...
Bab 23 : Algo (II)
Начните с самого начала
