Part 4 | Maaf, Won

78 13 13
                                    

Happy Reading Fluffys!

“Udah, dong, Won, jangan ngambek mulu,” rengek Arin sembari mengguncang lengan si bungsu pelan.

Pasalnya, sejak pulang sekolah Jungwon terus diam, ditanya pun menjawabnya hanya dengan anggukan atau gelengan. Namjoon dan Soobin bahkan merasa serba salah pada tingkah adiknya, tidak biasanya Jungwon sediam ini.

“Makan, yuk? Uwon mau dimasakin apa sama Kak Ain?”

Lagi-lagi, Jungwon menggeleng. Tatapannya tidak teralih sedikit pun dari layar televisi yang menayangkan kompetisi memasak.

Arin menghela napas, merasa lelah membujuk Jungwon. Dedek gemoynya sedang full tidak mau berdamai. Andai ia tahu endingnya akan begini, Arin benar-benar tidak akan berani mengerjai si bungsu.

Ya, jadi sebenarnya akar permasalahan Jungwon mengambek karena ketika di sekolah tadi Arin menyuruhnya untuk berkenalan dengan semua calon murid di ruang 10-E. Penghuni kelas sungguh tidak dibiarkan pulang sebelum Jungwon menghafal semua nama-nama mereka. Fera sebagai teman yang mendukung Arin untuk mengerjai Jungwon bahkan melakukan game tebak nama calon murid perempuan dari tubuh belakang mereka.

Jungwon sebagai korban tentu saja merasa kesal. Meskipun saat di sekolah tadi cowok itu berusaha keras untuk memenangkan game, tapi sesampainya di rumah, Arin bisa merasakan sang adik yang terang-terangan menatapnya seakan ingin mencekik. Tajam, sinis, mengerikan pokoknya.

What's up, Gengs!” Soobin memamerkan personanya. Cowok tinggi itu melenggang dari arah dapur dengan setoples kue asin di tangannya. Ia duduk diantara Arin dan Jungwon, lalu tanpa ragu meraih remot untuk mengganti stasiun televisi—membuat Jungwon menatapnya sebal.

“Uwon ditunggu di ruang makan tuh, sama Namjoonie,” ujar Soobin lalu tergelak menyaksikan kartun favoritnya. Sesekali, tangannya mencomot dan menyuapkan kue asin ke mulut.

“Tuh bujang kenapa, sih? Dari tadi Kak Ubin lihat diem-diem bae,” tanya Soobin setelah Jungwon meninggalkan ruangan.

“Salah Arin sih, Kak.”

“Loh kenapa? Kalian ada masalah?” Atensi Soobin terpusat sepenuhnya pada Arin. Jika mengenai kedua adiknya, kartun favorit pun akan kalah.

“Jadi Arin kan koordinator ruang Uwon, tadi waktu mau pulang Arin sama Fera sedikit ngerjain dia ….” Arin menceritakan semua kejadian di sekolah tanpa terlewat. “Gitu, Kak."

“Kalau Kakak ada di posisi kamu, udah pasti bakal ngelakuin hal lebih, sih.” Soobin tergelak. Ia tak menyangka si bungsu mengambek hanya karena disuruh menghafal nama teman satu ruangan. “Paling minus, Kakak suruh Uwon salamin semua anak cewek angkatannya.”

“Kalau gitu bisa-bisa Uwon nggak pulang ke rumah, Kak.”

“Iya, sih. Tapi nggak usah dipikirin, entar tuh bujang juga udahan kok ngambeknya.”

..*..*..

Pagi ini Namjoon dan ketiga adiknya sudah siap untuk sarapan. Sepiring roti bakar selai coklat dan empat gelas susu vanilla tersaji di meja. Keempatnya sudah ambil posisi, duduk di kursi masing-masing. Namjoon dan Jungwon, sedangkan Soobin dan Arin. Mereka duduk berhadap-hadapan.

Ngomong-ngomong, Jungwon sudah sembuh dari penyakit mengambeknya. Tadi malam sebelum tidur Namjoon memutuskan untuk melakukan sidang keluarga atas usulan Soobin.

Tentunya, Namjoon sebagai kakak tertua tidak akan membiarkan perseteruan terjadi di tengah kemanisan keluarga mereka. Apa lagi hal kemarin menyangkut keberlangsungan hidup adik-adik di sekolah.

Jadi begitulah, pada akhirnya Arin sebagai terdakwa meminta maaf pada korban alias Jungwon. Ia bersumpah untuk tidak mengerjainya lagi.

Sumpahnya palsu, tentu saja. Setelah Jungwon tidur, ia, Namjoon dan Soobin bahkan melakukan rapat rahasia untuk merencanakan sesuatu.

Jungwon harus populer, gimana pun caranya!

“Makan yang banyak, Bin, biar nggak kerempeng,” kelakar Namjoon setelah menyebar gelas tersebut ke depan para adik.

Soobin langsung mendelik. “Body goals gini dibilang kerempeng?” tanyanya tak terima. “Tubuh Ubin tuh masuk kategori idaman cewek, Hyung. Tinggi, berotot, terus wajah Soobin ganteng—“

“Tapi masih gantengan Sunghoon,” potong Arin.

“Hehhh, Sunghoon aja terus,” balas Soobin sembari menyentil dahi adik perempuannya pelan.

“Jelas lah." Arin menepis kasar tangan Soobin. "Nih ya, sebenernya wajah Kak Ubin biasa aja, kalau Kak Namjoon cuma berkharisma, sementara Jungwon—“

“Loh kok bawa-bawa Uwon?” kesal Jungwon. Padahal dari tadi ia anteng-anteng saja menikmati roti bakar tanpa terlibat konversasi tiada berguna itu, tapi kenapa namanya ikut disinggung?

“Wajah kamu terlalu lucu, Won. Gemoy, bukan ganteng,” kata Arin melanjutkan ucapannya yang terpotong.

“Dasar cewek. Maunya cuma sama yang good looking,” sinis Soobin.

"Padahal ganteng itu nggak menjamin ketulusan hati,” timpal Jungwon.

“Lagian seganteng apapun wajah Sunghoon kalau orangnya nggak bisa dimiliki kan percuma."

Arin mingkem mesem-mesem. Sial sekali. Pagi-pagi begini ia sudah terkena sambitan maut dari ketiga saudara kandungnya. Menggebet Sunghoon untuk satu tahun terakhir ini memang tidak luput dari pengawasan mereka. Ya, walau ujung-ujungnya ia tidak di-notice oleh cowok tampan itu, sih.

"Lihat aja entar, Sunghoon akan TERARIN-ARIN pada waktunya!"

"Oh," balas Soobin lalu mereka pun melanjutkan sarapannya.

..*..*..*..

To Be Continue

Makasih buat yang udah baca Fluffy Won. Ayo dong dukung cerita ini melalui vote dan comment kalau kamu suka.

With love,          

Ain noonanya Jungwon
tapi cuma halulululu~

Fluffy Won (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang