Chapter 03

25 6 2
                                    

Misi hari pertama yang Louis dan teman-temannya terima kali ini terbilang sangatlah berbahaya. Tidak sedikit dari pasukan yang masuk ke unit investigasi berniat mundur karena terlalu takut. Hal itu wajar terjadi, sebab kecil kemungkinan mereka bisa selamat jika berhadapan langsung dengan monster yang selama ini menjadi terror menakutkan di tiap sudut tanah Victoria. Maria melihat jam yang terselip di saku bajunya, menunjukkan pukul 8 lebih 24 menit.

“Kemungkinan kita akan tiba di Bern saat pukul 10 lebih.” Ujar Maria. Laki-laki berambut kemerahan yang tadi berkuda dengan Seira duduk di samping Brian.

“Itu bagus…” Jawab Louis singkat.

“Aku tidak menyangka kalau di daerah perbatasan ini berdiri benteng besar yang juga memiliki ratusan ekor kuda di dalamnya.” Brian menoleh ke arah sekeliling. Mereka berada di markas yang juga merupakan benteng di perbatasan Bern dan Orleands. Markas itu hanya dikelola sedikit orang dengan bantuan para peternak yang dipekerjakan untuk mengurus kuda di sana.

“Ini memang peternakan kuda.” Jawab Maria singkat.

“Apa para manusia serigala itu tidak akan menyerang kemari? Bagaimana jika mereka juga membunuh kuda? Aku belum tahu apa-apa tentang monster yang akan kita hadapi sekarang.” Ujar orang yang duduk di samping Brian.

“Aku dengar kalau monster itu hanya memangsa manusia dan memakan jantungnya. Mereka sepertinya tidak punya ketertarikan memangsa hewan. Apa pasukan kerajaan tidak mempelajari hal dasar seperti itu?” Tanya Brian. Orang itu menggelengkan kepalanya.

“Kami hanya diajari teknik bertarung dengan manusia. Aku juga belum pernah sekalipun melihat manusia serigala secara langsung.” Orang itu menatap ke arah luar area benteng dengan mata keemasannya yang menggambarkan kekhawatiran.

“Jangan khawatir, jika kita tidak bisa mengalahkan mereka sendirian, kita akan mengeroyok mereka. Bukankah letnan juga bilang kalau dia akan melindungi kita? Percaya saja, aku yakin dia tidak akan mengabaikan ucapannya.” Louis menenangkan.

“Selain itu, dia juga mendapat julukan Hantu Medan Perang. Kurasa itu julukan yang tidak sembarangan. Kita lihat saja nanti bagaimana dia bertarung.” Brian menimpali.

“Kalau tidak salah namamu Lucas Forster…” Ujar Louis ragu. Orang berambut kemerahan itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

“Ya, benar. Sejujurnya, aku tidak begitu ingat nama kalian.” Lucas menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Tidak apa-apa, aku yakin tidak ada ujian untuk mengingat nama semua anggota.” Brian menyibak rambutnya. Dia kembali mengamati keadaan sekitar benteng. Mereka berkumpul di sebuah bangunan beratap tanpa dinding dan duduk bersama di atas bangku kayu memanjang. Mereka beristirahat sejenak sembari menunggu para pemimpin mereka mendiskusikan sesuatu. Seseorang yang mereka kenal datang mendekat. Dia berjalan sambil membuka sedikit kerah bajunya karena panas. Sesekali dia juga mengibaskan tangannya untuk mengipasi lehernya yang berkeringat.

“Apa kalian masih mengingatku?” Tanyanya.

“Martin!” Seru Brian. Martin menelengkan kepalanya tak senang mendapat sebutan yang kurang sopan dari junironya.

“Sersan Martin…” Brian meralat ucapannya. Martin duduk bersama mereka, menoleh ke sana kemari memperhatikan orang-orang yang dikenalinya.

“Bagaimana kabar kalian? Wah… Lihatlah, aku ingat 2 tahun lalu kalian masih sekumpulan anak-anak manis yang lugu dan polos. Kau tidak berubah sama sekali, Schoner.” Ujarnya sedikit menggoda.

“Aku juga ingin berubah, setidaknya seperti Irene Adler.” Maria menyeringai.

“Tidak, tidak, kau lebih hebat dari tokoh fiksi itu… Louis? Em… Brian? Dan… Maaf, aku lupa.” Martin menunjuk Lucas.

The Cursed LandWhere stories live. Discover now