Part 24 - Dia Kembali

Mulai dari awal
                                    

Suara erangan memenuhi sudut ruang altar pernikahan. Rintihan rasa sakit tak henti-hentinya menggema, pria perusak suasana itu terkulai lemah di karpet putih. Sepercik darah segar mengalir dari arah hidungnya, sudut bibirnya terasa sobek, hingga meninggalkan bekas di tempat di mana tenaganya tak kuat lagi.

Dimas menghentikan aksi brutalnya itu. Napasnya sudah tak beraturan, menghampiri Bella yang sedari tadi banjir air mata. Dimas memeluknya. Pernikahan yang sudah dirancangnya dari jauh hari tersebut, harus berakhir dengan tetesan darah dan air mata. Semua nampak menyedihkan. Suram, dan kelam.

Selang setelahnya, tiga anak buah datang dengan menyeret paksa seorang pria tua. Kelopak matanya begitu mirip dengan Bella. Wajahnya memar, terdapat bekas cambuk pada bagian lengannya.

"Ayaaah," teriak Bella histeris. Sang ayah tengah ditahan oleh tiga pria bertubuh besar nan berotot. Berkulit agak gelap, memandang dengan tatapan kalap.

"Kamu harus menikah dengan James? Atau ayahmu tiada hari ini juga!" ucap lantang salah satu dari mereka, membuat tubuh Bella terguncang.

"TIDAK! JANGAN SAKITI AYAH SAYA! JANGAN BUNUH AYAH SAYA!" teriak Bella dengan nada yang berkala.

"Tinggalkan pria di sampingmu itu, ikut bersama kami!" Ayah Bella dilepaskannya juga. Dua orang dari mereka membantu James, sang boss untuk bangkit. Dan satunya lagi membawa paksa Bella dari acara pernikahannya.

"Dimas. Aku, aku nggak bisa lanjutin pernikahan kita. Maafin aku Dim, maaf." Isak tangis mengiringi langkah Bella. Seluruh aksesoris yang dikenakannya dilepas dengan sangat kasar. Sedang Dimas, ia meratapi kepergian Bella yang dengan gampangnya memutuskan hubungan pernikahan, saat keduanya hendak berhasil merajut kasih dan rasa bersama.

Kiamat baru saja menimpanya. Kemalangan di hari pernikahannya sungguh memilukan! Wanita impian kandas di tangan orang lain.

Sesak, benci dan trauma. Kian bersarang hebat dalam kehidupannya.

"Dimas." Suara yang dirindukan itu menyapa lembut pendengarannya.

"Be-Bella. Kamu," ucapnya terpotong. Pertemuan yang tak pernah ada di benaknya, begitu mengejutkannya. Rasa yang sempat hilang itu, seketika bangkit kembali. Ingin rasanya memeluk. Melepas rindu, lalu bercengkrama mengenai kisah gelap yang dialami. Namun kini, perasaan tak lagi sama. Hati tak lagi sejalan. Waktu telah mengubah segalanya.

"Bella." Ibu Sarah ikut memanggil, tak percaya dengan siapa yang ia lihat.

"Mah, antar Dimas ke ruangan, Mah. Sekarang!" Degup jantungnya melaju dengan sangat cepat. Bidang pandangnya tak boleh diisi oleh bayang-bayang masalalu. Semuanya sudah berakhir.

Ibu bergamis tersebut hanya bisa tersenyum tenang. Anak angkatnya itu sepertinya bertemu dengan masalalunya.

"Bu," ucap Bella sembari mencengkram kuat pada tangan sang ibu, berharap mendapat suasana yang lebih baik. Ibu bergamis mengangguk pelan, seakan mengisyaratkan bahwa semua baik-baik saja.

Dimas dan Ibu Sarah meninggalkan ruangan beberapa menit lalu, membuat Bella sedikit bisa bernafas lega. Namun, rasa sakit tak dapat ditutupi. Air matanya sudah jatuh sedari tadi.

"Bu, Bella mau ke toilet dulu." Pergi dengan sesak di dadanya. Mengusap berkali-kali pipinya yang basah tiada henti. Sakit. Sungguh sakit!

"Mah, Bella Mah. Bella!!" Betapa hancurnya pria malang ini. Saat kenangan yang sudah dikuburnya itu, bangkit dari alamnya. Sang ibu mencoba menenangkan. Pria kuat di hadapannya ini tengah rapuh! Rapuh serapuh-rapuhnya.

"Mama tahu, Sayang. Mama tahu." Mendekap kuat tubuh sang anak yang terduduk lemas tak bertenaga di lantai.

"KENAPA MAH? KENAPA DIA HARUS DATANG LAGI!" teriaknya. "Dia ninggalin Dimas, Mah. Dimas benci lihat dia!" Ia memandang wajah sang ibu dengan raut kemerahan yang nampak sangat jelas. Sorot matanya penuh rasa muak dan kecewa. Putranya itu sedang tidak baik-baik saja.

"Kamu yang kuat ya, Nak. Ini sudah jalan terbaik buat kamu. Buat Bella dan ayahnya. Kamu harus terima Nak, anak Mama nggak boleh begini." Hanya sang ibu yang mampu mengerti, betapa hancur dan terlukanya dirimu.

"Hiks." Suara tangis terdengar dari balik pintu. "Dimas, maafin aku," monolog Bella. Ia tak kalah hancur di hari ini.

Ketika kamu dan dia. Yang hampir saja merajut kisah kasih bersama, namun harus dipisahkan oleh semesta. Saling memeluk luka, hingga waktu mempertemukanmu kembali di titik yang paling lemah. - Nur Nilang -

The Past (Tamat) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang