Cakra Nanggala Nagapasa

Începe de la început
                                    

"Apa itu kebahagiaan?" tanya Gala, hampir berbisik.

"Mengapa kamu bertanya-tanya arti sebuah kebahagiaan, jika kamu selalu mengingkari kesenangan yang terjadi. Dan lupa mensyukuri nikmat Tuhanmu? Mungkin sesuatu luput dari pandanganmu." sang pelukis tersenyum lagi. "Itu hanya permainan pikiran, nak."

Gala tertawa, ia yakin saat ini perasaannya lebih baik. Selama seminggu ini, tak ada yang bisa ia ajak mengobrol. "Jika aku lewat sini, aku akan mengunjungimu lagi. Dan jika punya uang lebih, aku akan membeli lukisanmu."

Sang pelukis itu tersenyum. "Aku akan menunggu."

"Sampai jumpa!" Gala melambai sembari berjalan menuju kosannya, ia bertekad menaklukkan kota Jakarta.

Jakarta. Aku tak akan tunduk oleh sulitnya dirimu!

***

Benar kata si pelukis itu, jika mengenal Jakarta lebih jauh, tatapan mata yang seperti seseorang jatuh cinta akan sirna. Ibukota negara yang padat ini begitu sulit bagi Gala.

Dia terus berganti-ganti pekerjaan demi kelangsungan hidup. Sampai Gala bertemu, jodi. Dia teman main Gala. Jodi memiliki teman yang membuka usaha steam motor dan mobil. Dan Gala ditawarkan kerja disana.

Hingga kini, gala hidup dari hasil jerih payahnya sendiri. Dia tidur di steam, makan dan melakukan kegiatan sehari-hari disana. Bosnya membolehkan Gala tinggal di steam, sekaligus untuk berjaga. Karena memang sering kehilangan barang.

Malam ini, dia menemani Raynar membeli obat untuk Kakaknya. Dia meminjam motor Jodi untuk mengantar Raynar ke sebuah apotek yang menjual obat-obatan lengkap.

Raynar keluar dari sana sembari menjinjing satu plastik putih kecil berisi obat-obatan. Dia menepuk bahu Gala agar menghidupkan motor untuk kembali pulang.

"Obatnya mahal ya, nar?" tanya Gala..

Raynar diam sejenak. "Lebih mahal keberadaan kakak gue. Kesehatannya lebih utama."

"Kesehatan kau?"

"Kesekian." balas Raynar. "Keluarga yang utama, gal. Walaupun rasanya gue capek banget ditimpa beban begitu banyak, gue mau ngeliat mereka seneng. Gue nggak mau kehilangan mereka."

Keluarga ya...

Gala menghembuskan nafas. Raynar lebih beruntung dimata Gala karena memiliki satu keluarga yang saling berhubungan dengan baik. Meski Raynar begitu miskin dan dihimpit penderitaan begitu berat, Raynar masih punya tempat untuk pulang.

"Elo gimana? Nggak kangen keluarga lo?"

Mendengus, gala berdecak. "Aku udah nggak inget punya keluarga lah!"

"Jangan gitu, gal. Elo cuma belom berani aja nerima kenyataan dan ngeliat masa lalu yang menyakitkan itu. Sebenci apapun lo sama mereka, mereka tetep keluarga lo. Itu nggak bakal berubah." kening Raynar agak berkerut mendengar Gala menghela nafas panjang. "Gal, nggak apa-apa?"

"Sakit hatiku kalo inget keluarga, nar. Sakit sekali lah. Sesak. Aku seperti dicekik. Kenangan yang bagus cuma soal Oma."

Raynar mengangguk paham, gala pernah bercerita tentang keluarganya pada Raynar. Meski tak semua, gala hanya sedikit menjabarkan saja. Laki-laki itu cukup tertutup.

"Elo punya gue, gal. Kalo ada yang mau lo omongin, gue siap dengerin lo. Jangan ngerasa sendiri dan jangan pernah berpikir untuk bunuh diri!"

Gala pernah mendapat nasehat dari seorang pelukis jalanan yang membuat jalan hidupnya lebih bertujuan. Kurang lebih tujuannya sama seperti Raynar, membuatnya yakin untuk tetap hidup dan bertahan.

"Hidup itu singkat, nak. Yang panjang hanyalah pertanggungjawaban setelahnya. Ngerti?"

Hidup itu singkat. Yang abadi adalah kehidupan setelahnya. Dan tentu ada pertanggungjawaban yang menunggu.

Dan Gala belum siap, dosanya masih banyak. Jadi, gala akan menunda kematiannya saja, sampai tuhan yang mencabutnya sendiri.

***

"Gal. Semenjak ada lo, banyak cewek-cewek yang steam disini." ujar Jodi, dia sebenarnya kuliah. Tapi kadang iseng-iseng bantu kerjaan Gala juga. "Kemarin-kemarin mana ada? Keburu takut duluan sama si Gondrong noh!"

Gondrong atau Raditya, cowok nggak ngurus yang rambutnya kribo. Dia mengacuhkan jari tengah pada Jodi, sadar tengah dibicarakan.

"Pengen ngeliat si Ian, kali." celetuk Gala ngasal, menyemprot air ke bagian dalam motor. "Ian kan idaman cewek-cewek."

"Idaman matamu!" gondrong menyambung, sambil menggosok ban motor. "Yang ada mereka lari duluan ketemu si rambut panjang itu!"

Jodi terkikik. "Anak gunung, biasa."

Gala tengah menyemprotkan salju ke motor Vario merah yang dikerjakannya ketika dirinya dipanggil oleh Bos, edgar. Segera Gala mematikan mesin dan menyerahkan pekerjaannya pada Jodi seenak jidat.

"Apaan? Aku lagi sibuk lah nih. Ganggu kali kau ini!"

Edgar umurnya nggak jauh beda dari Gala, meski lebih tua tetapi Edgar ini easy going. Gaya bahasa Gala yang lucu kadang membuat Edgar ingin ikut-ikutan bada bataknya. "Halah! Sok sibuk lah kau ini." tuh kan, dia jadi ikutan. "Benerin laptop adek gue dong, gal. Gue denger lo bisa ya benerin laptop sama komputer? Si Jodi yang cerita. Ntar gue bayar."

"Dasar babi!" umpat Gala, melirik Jodi. "Emang kenapa laptop adek lo?"

"Enggak tau, kaga ngerti gue." jawab Egdar, geleng-geleng. "Katanya sih kena virus. Ntar lo liat aja deh ya."

"Oke. Kapan?"

Edgar melirik pelanggan yang lumayan ngantri. "Malem aja, gimana?"

Gala mengangguk. "Beliin gue kopi sama cemilannya." ujar Gala, berbalik untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Anak anjing!" teriak Edgar.

"Heh! Kasar!" Gondrong menyahut. "Banyak anak SMA imut-imut disini." katanya, melirik genit gadis SMA yang cekikikan menonton mereka. "Maaf ya neng, bos kita emang gitu. Pea dia mah!"

Gala menyimpan banyak rahasia dari teman-temannya. Perlahan tapi pasti, apa yang tersembunyi akan terkuak. Bisakah Gala menerima kenyataan hidupnya? Dan maukah Gala berbagi kisah dengan mereka?

Hidup itu singkat dan berat, kita yang beribu kali harus lebih kuat. Sungguh, meski susah, dunia pantas untuk dinikmati. Hiduplah, meski engkau membencinya sekalipun.

Untuk Cakra Nanggala Nagapasa, terimalah kenyataannya. Sungguh, harapan yang hancur memberi banyak pelajaran dalam hidup.

Cakra Nanggala Nagapasa, 20 Tahun. 12 Juni 2022. Hidup tenang.

Kemiskinan Yang Tak TerlihatUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum