Part 1

1.5K 191 22
                                    

Tayang perdana 🤗

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Sebuah dering ponsel berbunyi di pagi hari membuat pemilik ponsel yang tengah tertidur pulas itu terbangun dan meraba ponsel miliknya. Ia membuka mata dengan malas lalu sesekali mengusapnya dan menatap layar ponsel tersebut.

Ia tersentak namun sejenak kemudian ia bersikap biasa lagi seakan semua baik-baik saja. Ia nampak berdehem untuk menghilangkan rasa canggungnya lalu mulai mengangkat telepon yang hampir saja di matikan jika tak cepat di jawab.

"Ya?" jawabnya dengan suara khas bangun tidur.

"Kamu masih tidur ya?" tanya sang penelpon.

"Ya," jawabnya seakan menyalahkan sang penelpon.

"Maaf, Mas."

"Memang ada apa sampai menelpon pagi-pagi?" tanyanya lagi.

"Ehm, kamu kapan pulang, Mas? Riri sakit, Mas." Mendengar Riri sakit pria itu langsung tersentak dan membuka selimutnya membuat wanita yang tengah tertidur pulas di sampingnya ikut terbangun.

"Mas, ada apa?" tanyanya yang langsung membuat pria tersebut menjauhkan ponsel nya dan mengisyaratkan untuk diam. Wanita itu nampak paham lalu merebahkan kembali tubuhnya.

"Riri sakit apa? Udah di kasih obat?" tanyanya sembari melangkah menjauh dari sang kekasih hati.

"Aku di rumah sakit sekarang, kondisinya udah membaik tapi kadang panasnya suka naik lagi. Riri kena DBD, Mas."

"Astaghfirullah, kok bisa sih, yaudah siang nanti aku pulang, ya."

"Ya, Mas. Sekali lagi maaf ya udah ganggu kamu tidur."

"Nggak apa-apa."

Faizal mematikan sambungan telepon dan menatap ke luar jendela. Lalu ia bersandar dan melirik wanita yang tengah tidur di ranjang empuknya. Ia menunduk karena tak seharusnya ia bersikap seperti ini. Tapi, ia tak bisa memungkiri perasaannya.

Faizal memilih untuk mandi agar tubuhnya lebih segar dan otaknya kembali berfikir jernih. Selesai mandi ia masuk kembali ke kamar dan melihat wanita yang ia cintai tengah duduk sembari menatap dirinya dengan senyuman.

"Kok mandi sendiri, biasanya minta di mandiin?" godanya. Faizal hanya tersenyum kecil lalu mengambil pakaian gantinya dan memakainya dengan cepat.

"Buru-buru banget, emang udah waktunya kerja ya?" tanyanya lagi.

"Jam 8 nanti."

"Ini masih jam 6 loh."

"Nggak apa-apa siap-siap aja."

"Semenjak Mbak Rani nelpon kamu jadi aneh, memang ada apa?"

Faizal menghela nafas lalu duduk di samping sang wanitanya.

"Anak pertamaku sakit, An."

"Ya ampun sakit apa, Mas?" tanyanya panik.

"DBD kata Rani." Ana hanya bisa kaget mendengar berita itu. "Siang nanti pesan tiket pesawat ya, An."

"Loh, tapi kan kerjaan di sini belum selesai, Mas."

"Mas nggak tenang kalau denger Riri sakit, Mas harus pulang gimana pun caranya. Toh kamu bisa tangani kerjaan di sini kan?"

"Tapi, Mas."

"Tolong, An. Anakku pasti butuh aku." Ana menunduk lalu kembali mengangkat kepalanya dan tersenyum. Ia sentuh pundak pria yang ia cintai itu.

"Iya, Mas. Mas pergi aja nggak apa-apa, di sini biar aku yang urus, ya?"

"Makasih, An."

"Sama-sama, Mas."

****

Rani mengusap air matanya setelah memanjatkan doa pada Ilahi. Ia buka mukenahnya dan ia lipat rapih lalu di masukkan ke dalam tas kecil khusus mukenahnya. Ia segera kembali ke kamar rawat sang anak karena tak mau meninggalkan anaknya terlalu lama seorang diri.

Ia juga bingung karena khawatir memikirkan Rio anak keduanya yang baru berusia 1 tahun. Ia pasti rewel karena belum pernah berpisah dengannya. Tapi ia harus kuat, ia adalah seorang Ibu di mana anak-anak membutuhkan dirinya.

Rani hendak membuka pintu kamar rawat saat seseorang muncul dengan nafas putus-putus. Rani tersentak kaget.

"Mas Faizal?"

"Di mana Riri, Ran?" tanya Faizal. Rani langsung menunjuk pintu dan Faizal segera membukanya lalu menemukan sang anak yang tengah terbaring lemah. Ia nampak tidur dengan tenang. Di tangan kanannya terdapat selang infus dan itu membuat Faizal sedih.

"Riri sayang, cepat sehat ya nak, ada Ayah di sini."

Rani tersenyum melihat Faizal cepat datang begitu mendengar kabar anaknya sakit. Ia percaya sang suami tak akan pernah mengecewakan dirinya dan anak-anak.

"Riri masih tidur, kamu istirahat dulu, Mas. Kamu udah makan belum?" Faizal menoleh lalu menggeleng.

"Aku mau menemani Riri, Ran. Kamu saja yang istirahat sana. Aku yakin kamu pasti capek nungguin Riri sendiri."

"Nggak apa-apa, Mas. Kamu jauh lebih capek, aku bisa tunggu Riri sampai kamu selesai makan dan istirahat."

"Sudahlah, kita berdua saja yang menemani Riri di sini." Rani tak lagi bicara karena percuma jika Faizal sudah memutuskan maka itu tak akan berubah. Rani duduk sembari memperhatikan suami dan anaknya.

Rani pun mengeluarkan ponselnya dan menelpon orang tuanya. Ia ingin menanyakan kabar Rio. Faizal hanya menoleh saja tak berniat untuk ikut mengobrol karena percuma Rio belum begitu paham percakapan.

Tak lama Riri bangun, Faizal langsung tersenyum dan mengusap wajah sang anak.

"Ayah ...."

"Iya, ini Ayah sayang, kamu kenapa, kok tiba-tiba sakit sih? Biasanya putri Ayah kuat banget?"

"Nggak tahu."

"Cepet sembuh dong, kan, mau main sepeda katanya sama Ayah."

"Emang sepedanya udah di benerin, Yah?" Faizal nampak berfikir dan ternyata ia lupa memperbaiki sepeda Riri.

"Udah dong," jawabnya bohong.

"Yey, kalau gitu Riri mau cepet sembuh soalnya mau main sama Ayah."

"Nah, gitu dong."

Rani menggigit bibir bawahnya ia tahu jika Faizal berbohong perihal sepeda. Tapi tak apalah yang penting Riri senang dan ceria hari ini. Rani mendekat pada mereka.

"Seneng ya yang Ayahnya dateng?" goda Rani membuat Riri tersenyum lebar.

"Ya dong, Mah."

"Ya udah, Riri sama Ayah dulu ya, Mama mau ke bawah."

"Mau ke mana, Mah?" tanya Faizal.

"Mau beli makanan sama minum buat kamu, Mas. Kamu jaga Riri sebentar ya." Faizal pun hanya bisa mengangguk sementara Rani segera keluar dari ruangan dan turun ke bawah menggunakan lift.

Ia merasa lega setidaknya sekarang sang suami sudah ada di rumah sakit menemani sang putri. Ia tak khawatir lagi sekarang karena ia tahu jika suaminya adalah energi anak-anaknya. Terutama Riri anak pertamanya.

Rani bergegas membeli apa yang di butuhkan lalu kembali ke rumah sakit dan makan bersama dengan sang suami.

SERPIHAN LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang