Lantas Jia pergi dari dapur dengan merajuk, sedikit menghempaskan kaki ketika berjalan hingga suaranya bergema cukup kuat saat menaiki tangga. Sementara Jungkook yang masih berada di tempatnya hanya dapat memperhatikan bagaimana gadis itu menjauhinya dengan perasaan kesal, bahkan ketika berhenti di ujung tangga untuk menatapnya gadis itu langsung membuang muka dan meneruskan langkah menuju kamar.

Lama terdiam Jungkook memilih untuk ikut naik ke atas menuju kamar Jia, mendapati gadis itu terduduk di meja belajar sedang menatap kesal bukunya, dan melengos ketika Jungkook mendekat usai menutup pintu kamar. Tampaknya benar-benar kesal.

"Mana yang sulit?" tanya Jungkook ketika berdiri di samping meja belajar.

Jia menyeret bukunya ke hadapan Jungkook, cukup lama lelaki itu menelaah soal-soal di sana sebelum berpindah duduk di atas karpet dengan meja yang berada di tengah-tengahnya, membuat dirinya ikut pindah membawa alat-alat tulis dan bukunya yang lain.

Tak perlu waktu lama bagi Jungkook memahami materi yang sedang dibahas, sebab baru beberapa menit membaca pria itu sudah dapat menjawab beberapa pertanyaan dan membuat Jia terbengong-bengong, tak percaya jika soal-soal tersebut akan dengan mudahnya dijawab oleh Jungkook.

"Aku mengerjakan sampai sini, selebihnya kerjakan sendiri dan tanyakan padaku apa yang tidak kamu mengerti, baca soalnya dengan hati-hati dan pahami dengan baik, kerjakan saja yang menurutmu mudah dahulu."

"Kenapa tidak kamu kerjakan semuanya?" pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa Jia sadari, sebab ketika Jungkook menatap dengan kening berkerut gadis itu tersadar dan segera menepuk bibirnya yang kurang ajar.

"Kalau aku yang mengerjakan semua, kamu tidak akan bisa memahami apa pun. Kalau di rumah memang ada aku, bagaimana jika di kampus kamu harus mengisi soal? Masa mau telepon aku dan minta jawaban."

Jia tersengir sembari meraih buku dari hadapan Jungkook untuk mengerjakan soal selanjutnya, membaca dan memahaminya dengan hati-hati lalu begitu senang ketika jawaban ia dapatkan setelah memahami dengan baik. Beberapa soal terus berlangsung seperti itu dan Jungkook hanya memperhatikan bagaimana gadis itu berbicara sendiri dan berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Ternyata aku bisa mengerjakan beberapa," ungkapnya dengan mata terus tertuju pada buku, tersenyum simpul ketika berhasil menemukan jawaban lagi yang membuatnya semakin semangat untuk menyelesaikan soal-soal yang tersisa.

"Kamu hanya perlu memahaminya dengan baik."

"Mau bertaruh?" tiba-tiba Jia menawari, senyum lebar sudah tersemat pada bibirnya yang manis.

"Bertaruh?" Jungkook tertawa remeh. "Apa yang ingin kamu pertaruhkan?"

"Jika dari soal-soal ini aku mendapatkan nilai yang bagus, bagaimana kalau kamu menuruti keinginanku? Tapi jika aku mendapatkan nilai yang tak sesuai kamu bisa memintaku melakukan apa pun untuk menyenangkanmu."

"Apa-apaan?"

"Aku hanya perlu satu permintaan, kemarin kamu juga bilang 'kan kalau aku akan mendapatkan hadiah?"

"Baik-baik, apa yang kamu inginkan?"

"Aku tidak akan mengatakannya sekarang, nanti saja kalau nilai soal ini sudah keluar."

Jungkook tak ingin ambil pusing, selama permintaan Jia bukanlah meminta dunia dan segala isinya pasti akan ia turuti, lagi pula permintaan gadis itu pasti hanya akan berakhir pada pakaian atau barang-barang perempuan lainnya, bahkan terakhir kali meminta bertemu dengan seseorang dan Jungkook menolak gadis itu tak pernah lagi menyinggung hal demikian tiap kali bicara.

Jungkook tak bisa menyanggupi pertemuan tersebut karena ia cemburu, cemburu karena melihat Jia setiap hari memuja orang lain bahkan tanpa tahu malu meneriakkan namanya ketika orang itu muncul di layar televisi. Tentu saja Jungkook tak ingin menuruti permintaan Jia karena pasti gadis itu akan memeluk orang itu dengan senang hati.

𝐓𝐡𝐞 𝐏𝐫𝐨𝐩𝐨𝐬𝐚𝐥 | ✓Where stories live. Discover now