15. Pertanyaan Ke 15

Mulai dari awal
                                    

"Kak Laiv mau nunggu gak? Aku call Kak Chandra sekarang nih?"

Semakin keras tawa Laiv sembari bertepuk tangan. "Gak! Gak! Emang pertanyaan buat gue ngomongin mantan Juan? Gak, 'kan? Ngambil kesempatan dalam kesimpitan banget nih bikin konten."

"Kalau kata Kak Nia usaha Kak."

"Udah gak usah dikepoin lagi masa lalu adek ipar gue. Kesian juga ke adek guenya, lagi ha-" ia langsung menggigit lidah. Dahinya mengerut, berusaha berkomunikasi dengan pihak studio melalu bahasa tubuh. "Mereka belum ngasih tahu lo pada?"

"Ngasih tahu apaan Kak?"

"Belum berarti. Pertanyaan buat gue apaan?"

"Wejangan Kak Laiv buat Kak Juan di hari pernikahan."

"Panjang nih cerita gue. Jangan lo kurang lebihin ya ceritanya. Mulai!"

.

.

2020, JAKARTA SELATAN

"Dok, ada yang nyariin di meja depan."

Juan beri tatap bertanya pada perawat pendampingnya. "Keluarga pasien?" tebaknya lebih dulu. Ia alih tatap pada jam tangan yang melingkari pergelangan. "Udah malam begini," ucapnya ragu.

"Katanya tadi dari calon kakak ipar," jawab perawat tersebut lugu. Kerut pada dahi Juan terlihat kala mengernyit. "Oranganya di sana nunggu. Cowok tiggi, dia gak bilang nama cuma bilang begitu."

Juan mengangguk paham tanpa menghenti langkah. Benar saja apa yang diucapkan perawat itu, Juan melihat Laiv yang sudah melambaikan tangan padanya. Juan mendengus dengan sapaan tersebut.

"Udah dateng Dokter Juannya," ujar Laiv pada perawat yang menjaga meja depan.

"Ngapain ke sini?" tanya Juan pelan sesaat setelah tiba di hadapan Laiv. "Malam banget, ada masalah? Rania baik-baik aja 'kan?" masih terus tanya ia ajukan.

"Aku yang sakit Dok!" seru Laiv histeris yang mengundang tawa tertahan dari para perawat.

"Serius," Juan jengah dengan reaksi Laiv.

Dia yang mendatangi Juan menaik-turunkan alis sebagai komunikas dengan calon adik ipar itu. Sebelah alis Juan naik tak paham dengan bahasa Laiv. Digapainnya lengan baju Juan, ditarik seperti kebiasaan Rania. Juan baru paham tentang maksud itu. Hanya mereka yang mengerti.

Juan lepas stetoskop yang menggantung di leher. "Saya keluar sebentar. Kalau ada apa-apa, telpon aja. Saya masih di lingkungan RS," pesannya sembari menyerahkan alat periksa itu.

"Baik, Dok!" balas perawa tadi.

Juan memukul pundak Laiv untuk mengikuti langkahnya. Seiring langkah dua pria tampan itu keluar dari IGD rumah sakit tempat Juan bekerja. "Tumben banget lo nyamperin gue?" ia tanyakan lagi maksud kedatangan Laiv.

"Udah lama aja gak ngobrol ama lo. Mana kurang dari seminggu lagi lo jadi adek ipar gue. Pasti bakalan beda kalau ngobrol ama lo dengan status lebih deket." Di dalam ucap selalu ia selipkan tawa kecil, ciri dari Laiv.

"Emang gimana kalau ngorbol ama gue nanti calon kakak ipar?" Juan balas ucapan Laiv dengan guyon ringan. "Ke kantin RS gak masalah, 'kan?"

Laiv menyetuji saran Juan untuk tak pergi terlalu jauh. "Lo udah ada ngabarin adek?" tanya Laiv sebagai pembuka percakapan. "Oke, gue nyamperin lo emang bukan buat curhat biasa. Anggap aja ini emang calon kakak ipar lo yang ngomong."

Juan merasa geli dengan ucapan Laiv. mengangguk paham akan maksud kedatangan Laiv. "Gak usah kaku begitu. Lagian lo emang calon kakak ipar gue, ngapain dianggapin. Kesannya lo pengen gue gak jadi ama adek lo."

Hi! JuaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang