6 (End)

337 18 4
                                    

Astuti menghela napas panjang. Kakinya pegal dan tubuhnya lelah. Sudah seharian ia mengitari ITC Kebon Kalapa, mengunjungi toko demi toko untuk mencari daster yang sama dengan dasternya yang hilang, tetapi tak kunjung ia temukan.

Iis bilang, daster itu edisi terbatas dan sudah tak diproduksi lagi. Ia menawarkan daster lain, tetapi Astuti menolaknya. Astuti hanya ingin daster yang sama dengan yang pernah dimilikinya. Daster tanpa lengan berwarna ungu gradasi ke merah muda. Ia berharap bisa menemukan daster yang sama di ITC Kebon Kalapa.

Daster itu hilang secara misterius. Seingatnya, Astuti sudah mencuci, menyetrika, dan menyimpannya di dalam lemari. Di tumpukan paling atas. Namun, saat hendak memakainya Sabtu sore itu, ia tak menemukannya. Astuti sempat berpikir, mungkin ia lupa. Mungkin daster itu masih berada di tumpukan pakaian yang belum disetrika. Ia mulai waswas setelah memastikan daster itu tak ada di sana pada Minggu pagi. Ia pun panik usai mengobrak-abrik lemari pakaian, daster itu belum juga ditemukannya.

Astuti bertanya kepada Arga, tetangga, dan petugas kebersihan yang datang memungut sampah dari setiap rumah. Mereka semua mengaku tak melihat atau menemukan daster itu tergeletak di suatu tempat. Apa mungkin ada maling jemuran di kompleks itu? Astuti tak habis pikir.

Astuti takkan ambil pusing seandainya daster atau pakaian lainnya yang hilang. Baginya, daster ungu tanpa lengan itu lebih dari sekadar daster biasa. Pada awalnya, Astuti memang tak menganggapnya seistimewa itu, sampai suatu malam, Gunawan bilang, Astuti tampak cantik dan seksi kalau memakai daster itu.

Sejak pertama kali Astuti memakai daster itu, Gunawan yang dingin dan kaku berubah menjadi sedikit lebih hangat dan rileks saat menyentuhnya di tempat tidur. Sentuhannya berbeda, lebih intens dan membara. Persetubuhan mereka pun terasa lebih istimewa dibanding sesi-sesi persetubuhan mereka sebelumnya.

Minggu berikutnya, Astuti memakai daster itu lagi, dan gairah Gunawan semakin berapi-api. Malam itu, mereka bercinta sampai tiga kali. Mereka bahkan sanggup mengabaikan keberadaan Arga yang tengah tertidur di ranjang yang sama.

Pada malam ketika daster itu belum dianggap hilang, Gunawan sempat bertanya kenapa Astuti tidak memakainya. Namun, karena sudah kepalang berahi, Gunawan tak ambil pusing untuk segera menuntaskan hasratnya. Astuti mulai bertanya-tanya, apakah daster itu mempengaruhi kualitas kehidupan seksualitas mereka, ataukah hanya perasaannya saja?

Pada malam-malam selanjutnya setelah daster itu dinyatakan positif hilang, Astuti merasa sentuhan Gunawan kembali dingin dan kaku seperti malam-malam terdahulu. Bahkan, Gunawan pernah tak menyentuhnya sama sekali, padahal Astuti tidak sedang haid.

"Dasternya belum ketemu?" tanya Gunawan suatu malam.

"Belum, A," jawab Astuti dengan nada sedih, seakan kehilangan perhiasan emas puluhan gram.

Gunawan pun memunggunginya sampai matahari terbit.

Sudah lebih dari sebulan sejak daster itu dinyatakan hilang, Astuti merasa malam-malamnya kembali hampa, tak ada lagi sesi persetubuhan yang menakjubkan setiap Sabtu dan Minggu malam. Gunawan hanya menyentuhnya sesekali, hanya jika ia sedang kelebihan energi.

Tak pernah bisa meminta, Astuti hanya mampu menunggu dengan pasrah. Ia tak pernah lupa, malam pertama mereka baru terjadi sekitar satu minggu setelah resepsi pernikahan. Bukan karena Astuti sedang haid, melainkan karena Gunawan memang tak pernah menyukai atau pun mencintainya. Astuti pun baru hamil setelah usia pernikahan mereka memasuki tahun ketiga.

Sejujurnya, Astuti merasa lelah telah menghabiskan waktu sepuluh tahun hidup bersama pria yang tak pernah mencintainya. Ia mengetahui fakta itu sejak awal, tetapi selalu berusaha memungkirinya. Ia kerap berlindung di balik pepatah lama yang bilang kalau cinta datang karena terbiasa. Kini, ia sedang mencari perlindungan baru di balik sebuah daster. Ia tak mau menjadi janda dan membesarkan Arga seorang diri.

DasterKde žijí příběhy. Začni objevovat