°° halaman keempat

1.6K 439 55
                                    

› 〉 𝐌𝐚𝐡𝐢𝐭𝐨

•••

Hari ini, Chifuyu tidak datang. (Name) terdiam seraya memangku dagunya. Menenggadah, menatap langit sore dari tempatnya duduk.

Suara semak yang tak wajar terdengar, disusul suara langkah kaki. Kemudian, pria dengan seringai di wajahnya terlihat. Ia mendekat, mengambil tempat untuk duduk di sebelah (Name).

Di atas batu, ikut menenggadah.

"Apa kau merindukanku, (Name)?"

Wanita di sebelahnya menggeleng pelan.

"Mahito menyebalkan. Jadi, tidak."

Pria yang dipanggil Mahito tertawa kencang.

"HAHAHA, KAU MEMANG MENARIK! HAHAHAHA!"

(Name) menoleh dengan wajah muram.

"Berisik."

Pria itu terkekeh.

"Maaf maaf. Aku sibuk beberapa hari ini. Ngomong-ngomong kau terlihat senang. Apa ada sesuatu yang terjadi?"

Kepala disandarkan pada bahu Mahito.

"Uhm. Ada manusia yang sering kemari."

"Huh? Tapi bukannya ini hutan ciptaanmu?"

"Itu dia. Aku juga bingung. Tapi dia tidak jahat."

Wanita itu sedikit menenggadah, menatap Mahito yang menurunkan kurva.

"Apa Mahito salah? Kamu bilang manusia tidak memiliki hati."

Mahito—wajah kutukan itu menggelap. Kurvanya hilang tatkala ia menatap tajam wanita yang tengah bersandar padanya.

"Apa maksudmu, (Name)? Manusia memang tidak memiliki hati."

"Tapi dia memberikanku hati, Mahito."

Mahito menahan amarah dalam dada. Ia berusaha tersenyum, meski wajahnya mulai memerah marah.

"Siapa dia, (Name)?"

Wanita itu menurunkan pandangannya. Ia merasa buruk saat wajah Mahito terlihat begitu mengerikan. Seolah jika menjawabnya, Mahito akan segera pergi dan membunuhnya dengan keji.

Itu adalah kenyataan.

"Aku bertanya. Siapa dia, (Name)?"

Poninya terjatuh, memblokir jalan untuk menatap wajahnya. Tak memberi celah untuk mengintip dari atas.

"Mengapa kau diam saja?"

Kepalanya tak lagi bersandar, dan seringaian Mahito semakin melebar.

"Kamu kutukan, (Name)," alisnya mengernyit sementara seringai kian melebar, menciptakan wajah mengerikan. Pemilik mahkota hitam tak berani mengangkat kepalanya. "Apa kau mau aku membunuh semuanya saja?"

Refleks, kepalanya terangkat. Matanya melebar, bulu matanya bergetar. Bibirnya hendak berbicara, namun kelu saat iris Mahito menatapnya.

"Aku ... mohon."

"Hm?"

Dengan tangan gemetar, (Name) menggenggam tangan kiri Mahito.

"Tolong, jangan membunuhnya."

Kamu kutukan.

Dia manusia.

Kalian tidak bisa bersama.

"Jangan membunuhnya, Mahito."

•••

"Chifuyu!"

Sang surai pirang menoleh tatkala Keisuke memanggilnya. Ia menoleh, menatap Keisuke dan beberapa petinggi Touman di belakangnya.

"Ah, Baji-san."

Keisuke menepuk bahunya.

"Kami mau keliling Shibuya. Biasa, naik motor. Kamu mau ikut tidak?"

Diperhatikannya orang-orang di belakang Keisuke. Chifuyu sedikit ragu.

Dan keraguan itu terlihat jelas.

"Chifuyu, apa kau sudah ada janji?" tanya manjiro. Ia memiringkan kepalanya.

"Tidak juga sih ... "

"Lalu, mengapa wajahmu seperti itu?" kali ini Ken yang bertanya.

"Ayolah!" Keisuke merangkulnya erat. Membuat Chifuyu sedikit kewalahan karenanya. "Kau kan belakangan ini jarang kumpul! Kemana saja sih?"

Chifuyu menghela napas sejenak. Seulas senyum timbul saat ia mulai berjalan bersama Keisuke dan yang lain menuju barisan motor.

"Dia akan baik-baik saja bukan?"

•••

15 Juli 2021

𝐁𝐔𝐌𝐈! matsunoNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ