Chapter 1.2: Teropong Bintang

37 9 6
                                    

Lorong khas sekolah yang bisa ditemukan di sekolah manapun, mereka tidak ada beda. Pipa besi diatas dinding pembatas memantulkan cahaya berkilau. Beberapa retakan lantai yang terbuka khas sekolah tua. Bedanya sekarang di sampingku ada Dina berjalan dengan takut karena suasana yang mulai sepi, padahal sejam tadi riuh kegiatan siswa masih memenuhi lorong. Cahaya jingga yang menembus jendela menambah kesan seram tapi di sisi lain Dina terlihat seperti emas yang bersinar.

"Apakah pagi ini kalian melihat berita tentang mesin waktu?" ucap Bu Dewi memecah keheningan.

"Iya Bu, aku lihat beritanya tadi pagi," jawab Dina.

"Aku juga lihat, tapi channelnya kuganti Doraemon. Karena pintu kemana saja terdengar lebih masuk akal," jawabku.

"Lenan, apa kamu tidak percaya benda itu bisa dibuat? Walau memang beritanya belum diuji coba dan lokasi alatnya masih dirahasiakan," ucap Bu Dewi.

"Tidak, aku tidak percaya sama sekali. Walau benda itu benar ada aku tidak akan mencobanya karena pasti akan membosankan," jawabku.

"Tapi apa tidak ada yang ingin kamu lakukan saat kita semua bisa melangkah ke masa lalu dan masa depan?" tanya Dina dengan kepala tertunduk.

Aku hanya diam tidak menjawab lagi.

"Dina sepertinya kamu lebih mengerti daripada Lenan tentang konsep mesin waktu ini. Ibu suka denganmu, Dina kamu resmi jadi ketua club Astronomi," ucap Bu Dewi.

"Ba.. baik, tapi kenapa tiba-tiba Bu?" tanya Dina.

"Tidak ada alasan khusus Dina. Ibu suka dengan pertanyaanmu ke Lenan," jawab Bu Dewi.

"Baik bu aku akan mengembangkan club ini hingga menemukan keajaiban yang disebut perjalanan waktu seperti yang ada di TV," jawab Dina dengan sangat percaya diri.

Jujur saja itu ide buruk buatku. Sepertinya aku harus berhenti mulai dari sini.

"Anu..." baru saja aku ingin berbicara Dina langsung menyambar.

"Lenan, kumohon bantu aku mewujudkan tujuanku itu ya," katanya sambil menatap dalam, sangat dalam sampai aku merasa tenggelam larut dalam tatapannya. Dina mulai terlihat seperti ilmuwan dengan baju lab-nya, aku tidak sanggup menatapnya lebih lama.

Tiba-tiba aku merasa ada cahaya memancar dibelakang tubuhku. Apa itu berasal dari pintu ruang musik ini? Apa mereka melihatnya juga?

"Lenan, Dina kita sudah sampai di ruangan milik club Astronomi," ucap Bu Dewi.

Bu Dewi membuka pintu dengan salah satu dari 2 kunci yang dibawanya. Mataku langsung aktif berkeliling melihat seisi ruangan yang tidak terlalu luas, bentuknya memanjang walau tidak terlalu sempit.

Sebuah meja kerja di sudut kiri dekat jendela dengan sebuah komputer yang terlihat seperti keluaran lama. Di tengah ruangan ada sebuah meja dan beberapa kursi untuk empat orang, cocok digunakan untuk berdiskusi. Di sudut kanan dekat pintu tersusun rapi buku-buku di dalam rak kayu yang tinggi hingga menyundul langit-langit. Benda yang tepat di depan jendela itu adalah jantung dari Astronomi. Itu adalah teropong bintang.

Berada di dalam ruangan ini membuatku merasa seperti seorang ilmuwan yang penasaran dengan hal-hal yang ada di angkasa. Walau sebenarnya aku hanya siswa yang ingin hidup dengan santai.

"Dina pegang kunci ruangan ini, kamu sebagai ketua harus menjaganya," kata Bu Dewi memberikan kedua kunci club Astronomi.

"Bu Dewi tidak ambil yang satunya?" tanya Dina.

"Tidak Dina, ibu pakai kunci utama saja," jawab Bu Dewi.

"Baiklah kalau begitu Bu," ucap Dina

Aku menghela napas panjang. "Apakah sekarang aku sudah boleh pulang?" selaku.

Orion - Bagian 1 Batu BerhargaWhere stories live. Discover now