0. Sour

767 38 6
                                    

Menangis itu tidak ada gunanya.

Itu adalah kalimat yang paling ia benci. Siapa bilang?! Selain bisa membersihkan mata, menangis juga adalah salah satu cara manusia untuk mengekspresikan kesedihan atau kebahagiaan, atau emosi lain yang mereka rasakan.

Si gadis penentang anggapan bahwa menangis tidak berguna itu, telah memandangi kertas penuh pertanyaan matematika dalam waktu yang cukup lama, ia menyapu pandangan dan melihat semua temannya sibuk menulis entah apalah di kertas masing-masing.

Ia beralih melihat kertas jawabannya yang belum banyak terisi selain namanya sendiri, Pham Hanni.









Matanya memandang lurus bahu anak laki-laki bernama Yang Jungwon, si ketua kelas.

Pemilik bahu lebar itu tampak benar-benar terserap ke dalam soal, matanya memandang lekat-lekat semua pertanyaan dan tangannya lihai bergerak, seakan tau betul hendak menuliskan apa; jawaban-jawaban yang mungkin tidak pernah si gadis pahami bagaimana cara untuk mendapatkannya.

'Andaikan aku itu dia...' Gumamnya dalam hati.

Air matanya bahkan jatuh saat sang guru mengatakan waktu yang tersisa. Hanni menyadari bahwa hanya dua dari sepuluh soal yang ia jawab dengan percaya diri. Ia tidak tau lagi harus berbuat apa.

































"Ternyata nggak sesusah itu."

Oh Tuhan, Hanni ingin menampar siapapun yang mengatakan hal menyebalkan itu. Ia memutar kepalanya, dan sesuai dugaannya itu Yang Jungwon yang sedang merapihkan seragamnya.

"Dengar si Jungwon?" Tanya temannya, Kim Minji, yang selalu merebutkan posisi pertama dengan Jungwon.

Hanni cukup terkejut mendengarnya dari Minji, "Kan, susah, kan?" Tanya Hanni dengan suara khas setelah menangis.

"Ya... lumayan, lumayan banyak soal yang jawabannya aneh dan gue sendiri nggak yakin sama jawaban itu." Jawab Minji.

"Serius? Jangan-jangan lo ngomong gini gara-gara gue, ya...?" Tanya Hanni.

"Ih, enggak! Serius, emang susah. Lo nangis, ya?"

Hanni mengangguk, menaruh tangannya di pundak Minji, "Beneran sesusah itu, lebih dari yang gue pelajarin semalam."

"If only I could help you, tapi kita jauh banget..." Ucap Minji menunjuk kursinya dan kursi Hanni.





"Eh, Hanni, lo nangis...?" Bisik anak laki-laki tinggi yang seragamnya dipakai asal-asalan, Niki namanya. 

"Menurut lo?" Tanya Hanni balik.

"Coba deh, lain kali lo nanya ke Jungwon. Kan, kalian deketan tuh duduknya." Saran Niki, yang tentu saja tidak akan terjadi. Mana ada ceritanya Jungwon mau membantu orang lain, apalagi dalam hal akademik. Niki memberikan Hanni selembar tisu dari atas meja salah satu teman sekelas mereka.

Mendengar namanya disebut, Jungwon menjawab saran Niki kepada Hanni, "Mungkin kita semua bisa belajar bareng lain kali, kita semua. Lo nggak usah nangis, Han." Ucapnya seraya mengajak anak satu kelas belajar bersama.

Padahal yang Jungwon bilang ada benarnya, semua terlihat bahagia saat mendengar Jungwon mengajak mereka belajar bersama, tapi Hanni merasa kesal mendengar kata yang terakhir, yang ditujukan untuknya. Kini semua orang tau dia habis menangis, "Memangnya kenapa? Gue nggak boleh nangis gitu?" Tanya Hanni.

Wajah Jungwon yang ceria berubah, "Eh, mbak, bukan itu maksud gue. Maaf, deh, humor kita gak sama mungkin." Ungkap Jungwon menggaruk tengkuknya, "Mungkin lo bisa nulis rumusnya di kertas dan cari jawabannya sendiri, jadi lain kali kalo lo malas belajar lo tetap bisa mengerjakan ujiannya. Itu, tuh, cara yang dipakai Niki." Canda Jungwon, yang tidak terdengar seperti candaan bagi Hanni.

Jealousy, JealousyWhere stories live. Discover now