Cp 2▪️🍁

79 15 0
                                    

Wheein memandangi langit-langit kamarnya, melirik sebentar ke arah jam weker yang di letakkan di atas meja sebelah ranjangnya. Pukul sepuluh dan dia masih betah bergulung di dalam selimut untung saja hari ini hari minggu. Hari untuk bermalas-malasan.

Fikirannya masih kalut dengan ucapat eonni Bae kemarin, jujur ia merindukan sosok Hoseok dalam hidupnya. Tapi rasa marah akan kejadian lima tahun lalu membuatnya enggan untuk berbicara dengan kakaknya itu sekedar menatap saja rasanya tidak sudi.

Eonni Bae sukses membuatnya harus berfikir double kali ini.

Memilih beranjak dari tempat tidurnya, dari pada memikirkan hal yang membuatnya pusing Wheein memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu baru sarapan.

Stock makanan di kulkas sudah tidak ada lagi. Hanya tersisa minuman soda beberapa kaleng, tidak mungkinkan Wheein minum soda saat perutnya kosong. Yang ada dia bisa sakit perut.

Seulgi dan Sowon adalah harapan, dua sahabatnya itu memang perlu di acungi jempol. Selain suka membantu mereka juga terkadang suka memberikan makan gratis pada Wheein. Tak heran jika gadis itu slalu mangkir di tempat Seulgi ataupun Sowon.

Setelah selesai membersihkan diri, wheein memilih keluar. Menghampiri Sowon yang ternyata ada di depan kamarnya berdiri sendirian seperti sedang menunggu seseorang.

“Sedang apa?” tanya Wheein tiba-tiba membuat gadis itu terkesiap.

“Eoh, Seulgi. Dia mengajakku sarapan. Mau ikut?”

“Tanggal tua! Gaji belum keluar” keluhnya yang sudah sangat di hafal oleh Sowon.

“Seulgi menang lotre kali ini dia berniat mentraktir. Setelah ini kami berniat ke kamarmu”

“Sungguh?” seperti mendapat hadiah secara tiba-tiba, wheein merasa bahwa kali ini keluarnya tidak sia-sia. “Berapa hadiah yang dia dapat?”

“3ribu won”

“Wow! Pantas saja ingin mentraktir. Aku harus makan banyak kali ini”

“Tidak tau malu” dengus Sowon

Wheein mencibir. Dia memang tidak tau malu. Dia mengakuinya, tapi itu saat berada di hadapan Sowon dan Seulgi. Kedua temannya itu sudah maklum dengan sikap Wheein jadi mereka biasa saja.

Wheein slalu mendapat uang bulanan di rekeningnya. Kiriman Hoseok tapi karna masih marah dan membenci kakaknya itu dia tidak pernah menyentuh uang pemberian Hosoek sekali pun perlu.

Dia gengsi.

Seulgi datang, setelah sepuluh menit mereka menunggu. Berjalan bersama menuju ke warung dekat flat mereka.




























Hoseok memejamkan matanya memandangi vigura besar di kamarnya, empat orang yang sangat ia rindukan saat ini. Tapi bedanya dua orang sudah tak lagi bisa ia temui, hanya menebus rindu melalu doa yang slalu ia sertakan setiap malam. Dan satu orang yaitu adiknya sekarang begitu membencinya, enggan untuk berbicara apalagi menatapnya.

Setelah kejadian lima tahun lalu, Wheein memutuskan untuk pindah rumah. Menyewa sebuah flat sederhana menghindari Hoseok memutus kontak keduanya meski status mereka saudara kandung.

Hoseok sering mengirim adiknya uang setiap bulan, dengan jumlah yang tidak main-main dengan cara itu dia bisa menjaga adiknya walau dia tau bahwa adiknya tidak pernah menggunakan uang yang ia berikan.

Beberapa kali Hoseok datang menghampiri Bae untuk sekedar bertanya bagaimana kabar adik kecilnya, apa dia bertambah gemuk, apa dia makan dengan baik atau gadis itu sering menyusahkannya.

Dan sejauh ini Bae bilang Wheein baik-baik saja, meski sering berhutang pada Bae setidaknya adiknya tidak kesusahan.

“Jika uang yang aku berikan padamu habis katakan saja. Akan ku kirim lagi”

Bae tersenyum menatap Hoseok melalui layar ponselnya. “Kau sangat menyayangi Wheein ya?”

Seharusnya itu tidak perlu di tanyakan, tentu jawabannya sangat bahkan lebih. Tapi adiknya masih di kuasai oleh rasa egoisnya, apa yang ia lihat lima tahun lalu bukti atas kesalahan Hoseok tapi Wheein tidak tau cerita yang sebenarnya dan tentu dia tidak akan pernah percaya apa yang Hoseok katakan.

Karna di matanya Hoseok hanya seorang pembunuh.

“Tentu! Wheein segalanya bagiku. Jadi pastikan kau memberinya pinjaman setiap kali dia memintanya, Oke?”

“Hmm...”

Mungkin dengan mengirimkan uang ke rekening Wheein setiap bulan tidak akan membuat gadis itu memakainya. Dan cara lain selain itu memberikan beberapa pada Bae untuk di berikan pada Wheein dengan iming-iming gadis itu meminjam uang pada Bae. Yang entah kapan akan di kembalian.

“Bae!” panggil Hoseok dari sebrang sana.

Membuat gadis berkulit putih pucat itu menoleh. Menatapnya serius.

“Mari bertemu, aku ingin jujur tentang sesuatu padamu”

Hoseok berucap kelewat serius membuat jantungnya berdegum tak karuan. []

••

Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar. :)

Love Man Kim | wheetae [HIATUS]Where stories live. Discover now