[ON GOING]
Bagaimana jika kita dipaksa untuk menerima orang baru padahal hati kita belum siap menerimanya? Kisah percintaan masa lalu menjadi penyebab hilangnya kepercayaan kepada seseorang. Mencoba untuk mengistirahatkan hati, namun seseorang denga...
"Eh- nggak usah, nggak usah." Keyra menggeleng cepat. "Aku bisa pulang sendiri kok."
"Iya udah deh. Kalo gitu aku boleh nggak ke rumah Daniar? Abis boring sih. Niatnya kan mau jalan sama kamu."
"Iya iya nggak papa. Udah dulu ya, nanti aku kabarin lagi."
Panggilan buru-buru dimatikan oleh Keyra. Dia menghela napas berat. Entah apa yang akan terjadi jika Luky tahu dia pergi dengan Gerry, dengan cowok lain. Di mana sebelumnya Luky menyangka dia menyukai Gerry.
Semoga semuanya baik-baik saja.
•••••••
Menenteng satu plastik berisikan martabak, Luky memasuki rumah yang kondisinya cukup sepi. Di rumah Daniar lah dia berada. Di rumah ini hanya ada gadis itu, pembantu, dan kakak perempuan yang sudah bekerja, kedua orangtuanya sudah cerai dan mereka bekerja di luar kota.
Melihat seorang wanita paruh baya dengan lap kotak-kotak di bahunya dan kemoceng di tangannya, Luky segera menghampiri.
"Bibi, Daniar mana, Bi?"
Wanita tua itu berbalik badan dengan raut wajah sedikit kaget. "Ngagetin wae si aden. Salam atuh."
Luky meringis. "Assalamu'alaikum."
Bi Ayem Menggeleng pelan. "Walaikumsalam. Non Daniar ada di kamarnya, dari pagi nggak mau keluar."
"Lah, kenapa, Bi?"
"Nggak tahu, kayaknya sih urusan percintaan. Bibi denger dia nyanyi-nyanyi lagu cinta, teriak-teriak sambil nangis."
Luky terdiam sebentar, mengingat pesan semalam yang Daniar kirim membuatnya menebak sebab Daniar seperti ini. "Boleh panggilin?"
"Iya-iya, sebentar, ya." Bi Ayem berlalu ke kamar Daniar.
Sementara Luky duduk di ruang tengah menunggu Daniar.
Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
*Kurang lebih gitu chatnya, yang mau lebih lengkap ada di tik tok @watts_ry. Juga ada beberapa curhatan Daniar Refsina.
Sesaat kemudian, Bi Ayem memunculkan dirinya disusul oleh Daniar. Wajah gadis itu sedikit berantakan dengan mata sembab.
"Kenapa?" tanya Luky.
Daniar yang hendak duduk menggeleng. "Nggak papa."
"Nih, katanya mau martabak, kan? Gue bawain. Gue juga dateng ke sini seperti lo yang minta."
Daniar melirik martabak itu sekilas. "Makasih."
"Katanya lo nggak keluar dari tadi pagi, kenapa sih? Galau ceritanya?"
"Ya lo pikir aja sendiri!" ketus Daniar malas memandang Luky.
"Gue udah ke sini bawain martabak, lo malah kaya gini."