🌻 Sunshine and You 🌻

14 13 9
                                    

Mentari merayap naik di ufuk timur. Gadis bersurai keemasan itu membuka pagar kayu bercat putih. Gaun kremnya mengelus lembut pucuk mahkota kami. Namanya Kanagara. Ibu Nyonya menamainya setelah kami. Ya, sekawanan kanagara; bunga matahari. Itulah aku dan teman-temanku. Oh iya, aku Esa, yang pertama mekar disini.

Kana selalu datang sendiri kesini setiap pagi. Tangan kecilnya telaten membersihkan kami dari hama dan gulma yang membuat gatal sekujur kulit kami. Apabila dilihatnya sudah terlalu banyak tangkai kecil di tubuhku, pasti ia siangi. Sesekali memetik beberapa dari kami jika ada konsumen yang memesan buket bunga matahari segar primadona florist Ibu Nyonya di kota sana.

Dia selalu bilang, "Tersenyumlah, sebentar lagi kalian akan mencerahkan hari seseorang!"

"Selamat pagi, Kana," sapaku saat ia berjongkok tepat di depanku --yah, walaupun ia tidak akan mendengarku, sih--.

Ia asyik menyiangi rumput-rumput kurang ajar di sekelilingku lalu memperbaiki pita merah bercoret spidol hitam tebal-tebal 'Esa' yang diikatkannya di tangkaiku.

"Untung aku sudah memesanmu untuk seumur hidup, jadi tidak akan ada yang boleh memisahkan kita," candanya kala itu.

Kana selalu datang sendiri kesini tiap pagi, tapi tidak hari ini.

Lihatlah laki-laki berkemeja flanel yang bersamanya itu. Harus aku akui dia tampan, kelihatannya beberapa tahun lebih tua dari Kana. Tapi bukan itu poinnya. Maksudku, sejak kapan Kana mengajak 'orang luar' kesini? Apalagi saat kunjungan wajibnya?

"Bara, lihat sini deh!" seru Kana seraya berlari ke arahku.

"Jangan lari-lari, Kana. Nanti jatuh."

Gadis itu menggaruk tengkuknya --yang aku yakin sedang tidak gatal-- kemudian memainkan ujung gaun krem kesukaannya.

Ditunjuknya aku dengan bangga, "Kenalin ini Esa. Dia bunga pertama yang aku rawat dari masih bibit, lho."

"Wah, hebatnya Kana-ku," Bara mengusap pucuk kepala Kana, "Nggak salah kalo Bibi dan Paman percayain kebun ini ke kamu."

"Bara! Rambut aku!"

Entah ini perasaanku saja atau aku memang melihat wajah Bara sedikit murung sebelum ia ikut larut dalam tawa Kana.

Aku dapat merasakannya: Bara orang baik. Buktinya Kana ternyata dekat dan nyaman sekali bersamanya --dengan begitu terbukti bahwa setangkai bunga di kebun tidak tahu apa-apa tentang kehidupan pemiliknya di luar sana--.

Tapi … agaknya ada yang tidak beres.

Kalau kalian bertanya-tanya kenapa aku mulai mencurigainya, akan kuceritakan awal mulanya.

Fajar tadi Ibu Nyonya datang kemari untuk mengambil sendiri teman-teman yang beruntung hari ini. Maklum, ia tidak mempercayai pegawai untuk kebun kanagaranya. Kebun lainnya berada di kota dan dijalankan oleh pegawai. Kalau tidak salah, itu pun kebun milik bersama dengan rekan bisnisnya dari kota. Hanya itu yang kutahu. Agaknya ia sedang diburu waktu sampai-sampai tidak langsung membangunkan anak gadis semata wayangnya.

Ketika hari sepertiga berlalu, delman langganannya langsung tancap gas menuju kota. Tentunya setelah sekilas pamit kepada Kana dan Bibi Claire yang baru saja datang untuk menjaga Kana di sini.

Biasanya Kana akan langsung kesini, tapi sosok yang tiba-tiba berdiri di pintu belakang rumah sepertinya lebih menarik dari kami. Kentara sekali Bibi Claire tidak menyukai si tamu. Walaupun terlihat Bibi Claire enggan mengizinkan Bara ikut kesini, toh, akhirnya ia luluh juga.

"Bibi ini kenapa, sih. Kan, Bara cuma mau lihat-lihat. Lagian Bara itu calon pemilik kebun ini juga, tau!" Gadis tujuh belas tahun itu berujar dengan riang.

Sunshine and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang