Bab 13 : Tentang Sebuah Rasa

11 0 0
                                    

Rara menanti kendaraan umum, di sebuah sudut dekat perempatan jalan  Kaliurang. Sambil menunggu pikiran Rara teringat dan terbayang peristiwa semalam. Cukup mencekam dikurung di gudang pengap remang – remang. Masih beruntung ia bisa lepas dari mereka. Kalau tidak ia pasti dibawa ke sebuah tempat dimana ia akan dijadikan perempuan penghibur. Tidak ada kebebasan kecuali tuntutan untuk menemani para lelaki hidung belang.

Menjijikkan jika harus melayani dengan paksaan.Bercinta berhubungan tubuh tanpa dilandasi cinta pasti amat menyiksa, hanya sebuah keterpaksaan demi keterpaksaan. Tetapi ia pasti akan berontak mencari cara agar ia tidak dipaksa melayani mereka.

Sudah terbayang wajah mucikari yang memuakkan yang selalu memaksanya untuk mengiyakan tawaran sejumlah uang menggiurkan untuk sekali dua kali kencan. Ia hanya dapat cipratan sedikit, meskipun harus merelakan keperawanannya hilang dengan hina. Rara menjadi bergidik membayangkan sebuah peristiwa yang akan membuat masa depannya suram.

Pasti akan banyak cibiran dan pandangan sinis melihat dirinya. Akan tercap dalam dirinya perempuan nakal. Padahal ia tidak sekalipun meminta, ia hanya korban dari sekumpulan orang- orang bejad yang memaksa dia menculiknya. Beruntung ia bisa lolos, namun ia akan selalu dikejar ke manapun ia bersembunyi. Kali ini saja mungkin ada yang menguntitnya, barangkali kemungkinan besar ada, sebab mereka pasti akan mendapat makian dan umpatan terkait kegagalan akibat kecerobohan kerja mereka. Pasti akan marah besar dan mengerahkan anak buah untuk mengejarnya.

Rara saat ini tidak berani memperlihatkan wajah terang – terang ia berusaha menyembunyikan wajah supaya tidak dikenali oleh mereka yang mungkin saja sedang mencarinya.

Ia melihat wajah cukup seram sedang celingak - celinguk di seberang. Tingkah lakunya mencurigakan. Dari kejauhan ia seperti kenal sosoknya dan dengan motor matic di sampingnya hendak menyeberang. Maka wajah Rara berusaha ia tutupi dengan rambut tebalnya. Ia tidak sadar bahwa ada lelaki lain sedang mendekat.... Jantungnya masih berdegup kencang. Ia masih ketakutan dengan aksi para penguntit itu. Lampu masih merah di seberang, tetapi mereka sudah siap untuk menyeberang.

Jantungnya hampir copot ketika ada yang menyentuh tangannya.

"Rara, benarkah itu kamu?"

Rara seperti mengenal suara barusan. Tetapi karena bercampur ketakutan ia tidak segera menoleh.

"Sepertinya kamu ketakutan Ra, benar kamu Rara khan."

Rara mengenal suara itu lalu menoleh ke arah suara itu.

Spontan ia menubruk pria di depannya. Memeluknya erat- erat. Pria itu kaget. Tidak seperti biasanya Rara begitu. Tetapi pasti ada sebuah peristiwa yang membuat seperti tengah dikejar setan.

"Hanu, cepat bawa aku pulang, mereka masih mengejarku."

"Siapa?"

"Nanti kuceritakan."

Dengan cepat seorang pria yang ternyata Hanu itu menggandeng Rara menuju motornya. Hanu menstater motor dan balik arah. Motornya cepat ia pacu, sedangkan Rara yang membonceng dari belakangnya tampak menyembunyikan mukanya di balik punggung Hanu. Dari belakang motor matic terus mengejarnya.

"Hanu, kebut saja motormu...biar mereka tidak bisa mengejar kita..."

"Baik...Merekakah yang menculikmu?"

Terjadi kejar mengejar motor. Ia terus melewati jalan besar, Jalan Kaliurang, kendaraannya cepat melaju tetapi matic di belakangnya juga semakin nekat. Sebetulnya Hanu tidak terbiasa ngebut tetapi demi menyelamatkan Rara ia nekat memacu motornya, hampir saja ia menabrak orang, untung masih bisa menghindarnya, meskipun dari jauh ia mendengar cacian makian memberondong, tidak peduli, bodo amat kali ini. Ia hanya ingin menjauh. Namun rupanya matic tersebut tetap saja mengikuti dari belakang. Sesekali Hanu melihat ke belakang, ternyata bukan hanya matic itu yang kemudian menyusulnya ada motor lain di belakangnya.

Meniti Lembah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang