18

4.5K 343 1
                                    

Kepanikan mendera Jimin. Luar biasa yang dirasakan oleh Jimin, saking paniknya ia seperti tak mampu berpikir dengan benar. Rasa ingin membunuh orang-orang yang sudah menculik Heejin. Pada akhirnya Jimin hanya melukai. Memberi peringatan, jika berani mengusik putrinya bahkan sampai melukai atau buruknya terjadi sesuatu. Jimin tak akan segan pula melakukan sesuatu yang buruk. Benar-benar akan membunuh.

Heejin. Gadis kecil yang biasanya ceria harus terbaring lemah. Tak berdaya di bangkar rumah sakit.

Dua malam di culik, maka dua malam pula Heejin tak bisa meminum obatnya sepwrti biasa. Hana bahkan sudah membayangkan hal ini akan terjadi. Bersyukur pada Tuhan, gadis kecil itu memiliki semangat hidup yang tinggi. Masih sanggup bertahan.

Sungguh ini bukanlah sebuah kejutan yang ingin Jimin dengar. Jika seperti ini maka lebih baik ia saja yang sakit, menderita, tak berdaya. Heejin masih terlalu kecil untuk menanggung segalanya, masih banyak hal indah yang harusnya Heejin rasakan, bukan hidup menderita dengan penyakitnya.

Heejin. Gadis kecil yang ceria itu mengidap Leukimia atau biasa disebut sebagai kanker darah. Masih begitu kecil saja Heejin sudah harus menderita.

***
Jimin. Sekalipun ia pembunuh atau penjahat. Lelaki berusia 26 tahun itu adalah seorang anak yang rapuh. Akan selalu mengadu pada sang ibu untuk apa yang ia alami. Jimin masih manusia biasa yang tidak bisa melihat wanita dan anak kecil menderita dan terluka.

Wanita parubaya yang Jimin sebut sebagai ibu itu datang dengan cepat. Memastikan segala sesuatu yang sudah diceritakan anaknya. Benarkah Hwan sudah memiliki seorang cucu?

Hana diam. Menunduk malu. Ada ketakutan pula yang mendera Hana. Takut dirinya akan disalahkan atas segala sesuatu yang terjadi pada Jimin.

"Bisa jelaskan semuanya pada ibu?" Hwan hampir tak pernah marah. Tak pernah pula berlaku kasar pada siapapun. Wanita parubaya itu tahu apa yang sedang Hana rasakan, karena ia juga seorang ibu. Ia tak akan menyalahkan siapapun. Tidak Hana ataupun Jimin anaknya.

"Ibu...." Lirih Jimin. "Aku seorang ayah. Aku sudah menjadi ayah. Tapi aku juga ayah yang gagal. Aku gagal." Jimin menyalahkan dirinya atas kejadian ini. Maka Hwan berhambur memeluk putranya. Penuh dengan haru.

"Tidak. Kau tak salah. Kalian tak salah. Ini semua adalah takdir." Hwan coba tersenyum. Membagi semangat pada putranya yang rapuh. Begitupun pada Hana yang sejak tadi tak berhenti menangis dan sedang ditenangkan oleh Hayeon sahabatnya.

Maka pelukan terlerai. Tangisan terjedah kala dokter Kim memasuki ruangan yang sama. Datang untuk memeriksa sekaligus membawa berita. Berita apa? Semoga itu bukanlah sesuatu yang buruk.

"Maaf. Saya harus membawa Heejin ke ruangan radiologi. Heejin harus melalui beberapa prosedur agar kita bisa tahu tindakan apa yang selanjutnya akan kita lakukan." Dengan hati yang ikut merasa sakit. Dokter Kim yang mengenal baik Hana. Pria itu harus tetap profesional, padahal ingin sekali untuk bisa memeluk Hana, ingin berbagi rasa sakit bersama.

Maka dokter Kim memberi senyum pada siapapun. Berbagi kekutan dan meyakinkan. Terutama meyakinkan Hana bahwa Heejin akan tetap baik-baik saja dan bisa melewati segalanya.

Hana mengangguk. Pertanda setuju atas apa yang dokter Kim katakan. Dalam hati penuh doa yang dilontarkan Hana. Semoga dokter Kim bisa membantu dan semoga semuanya akan segera membaik.

Di depan ruang radiologi. Semua orang dengan setia menunggu. Jimin merasa dirinya semakin rapuh melihat Hana yang yang masih terisak. Bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Sekalipun mereka adalah orangtua dari anak yang sama. Mereka masih cukup asing. Meski sebenarnya ada juga sedikit rasa suka atau rasa cinta yang mungkin mulai terselip di hati seorang Jimin. Jimin ingin menenangkan tapi ia juga butuh di tenangkan. Kacau, berantahkan perasaannya.


LOVE
Author: Ameera Limz

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Where stories live. Discover now