37. Perjuangan dan terungkap

ابدأ من البداية
                                    

Mona takut jika kedua mertuanya itu datang mengunjunginya dan Fahri tidak ada disisinya, hal itu akan menjadi masalah lagi apalagi masalah beberapa hari yang lalu belum mereda. Tapi jika Mona tidak mengabari mertuanya ia jadi tidak enak hati.

Selang beberapa menit Citra datang dengan membawa banyak makanan dan buah-buahan. "Disini rupanya."

Mona menoleh menatap pintu masuk yang memunculkan Citra disana, "kenapa sih pakai segala bawa gituan."

"Kenapa sih memangnya? Buat kita makanlah," ucap Citra sedikit sewot.

Mona bergerak memukul pelan lengan sahabatnya itu, "lagi dapet ya?"

Citra meletakkan semua makanan yang dibawanya keatas nakas lalu menarik kursi yang terletak dibawah ranjang Mona.

"Dari kapan masuk rumah sakit?" Tanya Citra.

"Dari tadi malam."

"Kamu sama siapa kesini?"

"Hm, sendirian naik gocar," jawab Mona terdengar ragu.

"What the hell..., Fahri udah sinting kayaknya! Dia kemana memangnya?" Tanya Citra emosi.

"Dia lagi manggung diluar kota," jawab Mona seadanya.

"Dah gila kayaknya lakikmu!"

"Assalamualaikum." Mona dan Citra kompak menoleh ke arah pintu ruang inap Mona.

Citra beranjak dari tempatnya, "duduk disini tante," ucapnya.

Kedua mertua Mona melangkah mendekati ranjang perempuan itu.

"Gimana nak?" Tanya mama.

Mona tersenyum tipis, "tadi pagi masih pembukaan lima kata dokter, Ma."

Emita duduk ditempat yang Citra duduki tadi sedangkan Farid duduk di sofa.

"Fahri kemana Nak?" Tanya papanya Farid.

Mona melemparkan penglihatannya ke mama yang disetujui anggukan oleh mama, "dia manggung Pah."

"Udah gila ya tuh anak, udah tahu istri bentar lagi lahiran malah keluyuran nggak jelas!" Ucap papa dengan nada ketus.

Mona menggeleng pelan seraya melemparkan senyum ke papa mertuanya itu, "dia lagi kerja Pah."

Farid tak habis pikir dengan Mona yang terus menerus membela Fahri padahal pria itu jelas-jelas salah, saat diperjalanan menuju rumah sakit Farid beberapa kali menyuruh istrinya mengubungi anak tengahnya itu, awalnya nomor Fahri aktif lalu setelah dihubungi kedua kalinya nomor Fahri sudah tidak aktif sepertinya pria itu sengaja menonaktifkan ponselnya.

*******

Citra dan Mama Emita menemani Mona bermalam di rumah sakit, sedangkan Papa Farid sudah pulang duluan karena Farras sendirian di rumah.

Pukul 22:30 Mona dilarikan masuk kedalam ruang persalinan setelah Mama Emita melaporkan ke perawat yang jaga, Mona menangis merasakan sakit diarea perut dan pinggulnya yang begitu dahsyat.

"Suaminya boleh masuk," ucap dokter Jessica yang akan menangani Mona.

"Suaminya lagi kerja dok," jawab Citra.

Citra dan Mama Emita harap-harap cemas diluar, Citra menelpon Bima agar mencari keberadaan Fahri, sedangkan Mama Emita menelpon suaminya agar segera menuju rumah sakit.

Selang beberapa menit Bima dan Bagas datang dengan raut khawatir, setelahnya disusul dengan Ananta yang datang bersama wanita yang sekiranya adalah Mamanya.

Wanita cantik yang tak lekang oleh umur itu tampak lebih khawatir dibandingkan semua orang yang sedang menunggu di luar.

"Mendingan Mama pulang deh, ngapain sih ikut Anta kesini," ucap Ananta.

Anggi mendelik tajam, "kenapa memangnya?!"

"Gue cari Fahri dulu," ucap Bima sebelum kembali meninggalkan rumah sakit.

"Gue ikut bang," cetus Farras yang disetujui oleh Papanya.

Emita hampir menangis setelah menunggu hampir 2 jam tapi suara bayi tak kunjung terdengar, sedangkan Papa Farid mencoba menenangkan istrinya.

"Suaminya kemana sih?!" Tanya Anggi yang terdengar seperti bentakan.

Ananta berdecak, "Mama ini kenapa sih?" Ananta merasa tidak enak dengan orang tua Fahri.

Semua orang semakin tidak tenang setelah beberapa perawat masuk kedalam ruang persalinan dengan tergesa-gesa. Citra merapalkan doa semoga Mona yang sedang berjuang di dalam diberikan kekuatan lebih.

Seorang perawat keluar dengan raut khawatir, "Ibu Mona kehilangan banyak darah, tolong salah satu dari keluarga pasien sekiranya mendonorkan darahnya kurang lebihnya dua kantong."

Emita tertunduk lemas setelah mendengar penuturan perawat itu begitupun dengan Farid, Bagas dan Citra, ketiganya seolah tidak punya harapan lagi.

"Saya Mamanya dan dia kakaknya," ucap Anggi seraya menunjuk Ananta.

Semua orang disana terkejut, bahkan Bagas yang tadi duduk langsung beranjak dari tempatnya, sedangkan Ananta menatap Mamanya dengan penuh tanda tanya.

Mama Anggi dan Ananta dipersilahkan masuk kedalam ruang persalinan, keduanya dituntut masuk kedalam. Ananta menoleh ke arah samping terdengar suara Mona yang menggeram beberapa kali hingga suara deru nafas perempuan itu begitu terdengar di indra pendengarnya. Setelah di cek Mama Anggi cocok untuk menjadi pendonor sedangkan Ananta tidak cocok.

Ananta di dalam sana seperti orang linglung tidak mengerti apa yang terjadi saat ini.

"Sus Kakaknya bisa temani Adiknya lahiran, kan?" Tanya Anggi setelah suster itu menyuntiknya.

Perawat itu mengangguk pelan, "iya bisa, silahkan pergi ke samping."

Ananta melangkah berat menuju tempat Mona berada, rasa sesak menghantam rongga dadanya setelah melihat Mona berjuang diambang kematian. Ananta melangkah menuju dekat kepala Mona, perempuan itu menoleh sebentar lalu kembali mengejan dan menangis.

Ananta bergerak mengusap kepala Mona yang basah karena keringat, entah mengapa air matanya menetes.

"Nta, Fahri," lirih Mona.

Ananta menelan ludahnya kasar, diambang Kematianpun Mona masih ingat dengan pria yang terus menorehkan luka di hidupnya.

"Kita harus melakukan operasi sekarang juga, bayinya terlalu lama dijalan lahir," ucap dokter Jessica membuat Ananta kembali menitihkan air mata.

Mengapa ia harus tahu kalau Mona adiknya disaat perempuan itu berada diambang kematian seperti ini.

Pikirannya campur aduk sekarang, ada rasa sesal, marah, kecewa, sesak, dan sakit.

Mona ternyata adiknya, Fahri yang menghilang, bayang-bayang mantan kekasihnya, semua bercampur aduk dalam pikirannya hingga rasa sesak kembali dirasakannya seperti ada benda tumpul yang baru saja menghantamnya.

Bayang-bayang masa lalunya kembali datang, dulu Ananta pernah dengan teganya melenyapkan anaknya sendiri, hanya dirinya dan mantan kekasih yang tahu kelakuan bejatnya dulu.

Apakah ini bentuk karma yang diterimanya, bukan melalui dirinya tetapi melalui adik kandungnya, Mona.

Ananta berdiri kaku menatap beberapa tenaga medis mengelilingi Mona.

"Bapak silahkan keluar dulu, saat melakukan operasi tidak diperbolehkan masuk kecuali tenaga medis," ucap salah satu perawat membuat Ananta melangkah berat keluar dari sana.

*******

Besok aku update nggak ya? Katanya kalau terlalu rajin update jelek juga, iya nggak sih?

Untuk bab kedepannya akan aku private ya, terimakasih untuk kalian yang rajin vote❤️❤️

Btw aku seneng banget hari ini, setelah tahun lalu gagal akhirnya aku tahun ini lulus sbmptn!

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN SEBANYAK-BANYAKNYA!!

Wedding Destiny [TERBIT]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن