chapter 15. (end)

Start from the beginning
                                        

Jeno kembali tertawa miris dengan air mata yang berlomba lomba turun dari kedua matanya.

" Kamu boleh marah pada ku! Tapi tidak dengan menghukumku seperti ini, tidak dengan aku yang melihat matamu terpejam, terbaring lemah dengan berbagai macam alat medis "

" Aku benci suasana seperti ini, Ibu... Apakah ibu juga merasakan hal yang sama dengannya? " Jeno kembali teringat mendiang sang ibu, dimana ibunya juga sempat dilarikan kerumah sakit setelah kecelakaan, terbaring lemah di rumah sakit dengan berbagai alat medis, hingga tuhan berkehendak lain, tuhan mengambil kembali ciptaannya.

" Tidak... Kamu tidak boleh meninggalkanku sendiri " Ucapnya seraya menggelengkan kepalanya, ia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang untuk yang kedua kalinya.

Jeno tahu akan pribahasa dimana ada sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan, tapi tidak sekarang.

Perpisahan pasti ada, dan bukankah dahulu juga pernah lalu mereka kembali bertemu, lalu kenapa harus kembali ada sebuah perpisahan?

Berpisah dimana salah satu diantara mereka lebih dulu pergi ketempat yang lebih indah, bukankah itu tidak adil?

Bukankah mereka dipertemukan bersama sama lalu mengapa yang harus pergi hanya satu diantara mereka?

***

Satu hari jaemin belum membuka mata indahnya itu, bahkan kedua orang tuanya telah sampai

Ibu dan ayah tirinyanya sudah tahu semuanya dari dokter lee, dan jeno tak tahu apa yang akan mereka lakukan setelahnya

Mungkin juga sama dengan dirinya, yang meminta agar dokter lee dapat menyembuhkan jaemin.

" Hey... Kapan kamu bangun? " Lirih jeno seraya menatap jaemin lekat

Pintu ruangan terbuka, jeno menoleh dan mendapatkan dokter lee diambang pintu

" Pemeriksaan lagi? " Tanyanya

" Iya... " Jawabnya gugup, entah kenapa ia merasa amat gugup dihadapan jeno, mungkin karena ia belum berbicara pasal hari ini adalah terakhirnya.

" Keadaannya cukup baik, mungkin sebentar lagi bangun " Ucapnya seraya menatap jaemin penuh harapan, harapan agar bisa lebih lama lagi, berharap agar tuhan memberi waktu lebih lama lagi.

" Saya pergi dulu ya, jika ada apa apa pencet tombol samping itu " Ucapnya dan jeno hanya menganggukan kepalanya

Selang satu jam setelah pemeriksaan, jeno merasakan tangannya diganggam erat oleh tangan jaemin yang sebelumnya ia genggam

" Jaem? Kamu dengar aku? " Tanyanya saat mata indahnya perlahan membuka

Jaemin menganggukan kepalanya pelan, ia tak bisa berbicara sebab di mulutnya terdapat sesuatu alat.

" Kenapa kamu menyembunyikan ini dari ku? Tidak mau membuat ku khawatir ? " Ucapnya dan jaemin kembali menganggukan kepalanya

" Tapi... Dengan keadaanmu yang tiba tiba seperti ini, jauh lebih mengkhawatirkan "

" Aku mendapatkannya na... "

Jaemin menatap jeno tak mengerti dengan arah pembicaraan jeno.

" Piala olimpiade itu "

introvert •jeno & jaemin Where stories live. Discover now